Chapter 11 : Hati yang Retak

31 2 0
                                    

Beberapa minggu setelah kejadian di aula OSIS, hubungan antara Argafian dan Fabrizio kembali harmonis. Meskipun Fabrizio masih disibukkan oleh urusan OSIS, dia selalu berusaha untuk meluangkan waktu bersama Argafian. Setiap kali mereka berdua menghabiskan waktu bersama, semuanya terasa sempurna. Fabrizio memang menjadi satu-satunya tempat berlindung bagi Argafian yang manja dan posesif, sementara Fabrizio, yang dulu begitu dominan dan serius, kini selalu pasrah dengan kelakuan pacarnya.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Bayangan dari masa lalu Fabrizio muncul kembali, membawa badai yang mengancam kedamaian hubungan mereka. Sosok Indah, mantan pacar Fabrizio, tiba-tiba kembali ke sekolah setelah sempat pindah ke luar kota. Keberadaannya langsung menarik perhatian, terutama bagi Argafian yang mulai merasa terancam.

Indah adalah gadis yang dulu sangat dekat dengan Fabrizio. Mereka berpacaran selama beberapa bulan sebelum akhirnya berpisah. Hubungan itu berakhir baik-baik saja, namun tidak bagi Indah. Dia masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Fabrizio dan tidak pernah benar-benar menerima kenyataan bahwa mantan kekasihnya kini jatuh cinta pada seorang lelaki. Baginya, Argafian hanyalah gangguan yang tidak pantas.

Pada suatu sore, setelah jam sekolah selesai, Argafian sedang berjalan di koridor menuju gerbang sekolah. Dia sendirian, Fabrizio masih di ruang OSIS menyelesaikan tugas terakhirnya hari itu. Tiba-tiba, langkah Argafian terhenti ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya.

"Eh, Argafian, lo gak kemana-mana?" Suara itu datang dari belakang. Argafian menoleh dan melihat Indah berdiri dengan tangan terlipat di dada, menatapnya dengan pandangan sinis.

Argafian mencoba tetap tenang, meskipun jantungnya berdebar. "Kenapa, Indah? Ada yang mau lo omongin?"

Indah mendekat dengan langkah perlahan, ekspresinya tidak menunjukkan niat baik. "Gue cuma heran, gimana caranya lo bisa narik perhatian Fabrizio. Lo kan... bukan tipe dia."

Argafian tahu percakapan ini akan mengarah pada sesuatu yang tidak menyenangkan. Dia sudah sering mendengar desas-desus tentang bagaimana Indah merasa tidak puas dengan hubungan barunya dengan Fabrizio. Namun, dia tidak pernah mengira Indah akan menyerangnya langsung seperti ini.

"Fabrizio udah pilih gue," jawab Argafian dengan nada tegas, meskipun ada rasa cemas yang menjalar di tubuhnya. "Jadi, gue rasa itu udah cukup jelas."

Indah mendengus, kemudian mendekat lebih lagi hingga jarak mereka hanya beberapa langkah. "Lo kira hubungan lo sama dia bakal bertahan lama? Fabrizio itu cowok sejati. Dia gak bakal beneran suka sama lo, lo cuma pelarian."

Kata-kata itu menusuk hati Argafian, tapi dia tidak mau menunjukkan kelemahannya. "Fabrizio sekarang sama gue. Mau lo suka atau nggak, itu udah terjadi."

Seketika, Indah tampak marah. "Lo tuh gak pantas buat dia!" serunya, tangannya bergerak cepat mendorong Argafian hingga terhuyung ke belakang. "Gue gak akan biarin lo ngerebut apa yang seharusnya jadi milik gue!"

Argafian mencoba menjaga keseimbangan, tapi emosinya mulai naik. Dia menatap Indah dengan tatapan tajam. "Gue gak ngerebut apa-apa. Fabrizio sendiri yang mutusin untuk bersama gue."

Indah tidak peduli. Dia melangkah lebih dekat dan, sebelum Argafian bisa bereaksi, dia memukul bahunya dengan keras. "Lo pikir lo siapa? Lo gak lebih baik dari gue!"

Argafian terhuyung mundur lagi, merasakan sakit di bahunya. Emosinya mulai membuncah, tapi sebelum dia bisa membalas, suara yang sangat dikenalnya bergema di koridor.

"Indah!"

Fabrizio berdiri di ujung koridor, wajahnya penuh amarah. Dia berjalan cepat mendekati mereka, matanya memancarkan kemarahan yang selama ini jarang terlihat.

𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang