Chapter 21 : Rindu yang Terpendam

63 3 2
                                    

Satu bulan berlalu sejak Argafian resmi menjadi mahasiswa baru di Chulalongkorn, dan hubungan mereka semakin kuat. Meski begitu, kesibukan kampus yang makin padat mulai menguji kesabaran mereka. Fabrizio tenggelam dengan tugas-tugas seniornya, sementara Argafian sibuk dengan kegiatan ospek yang hampir tiap hari menyita waktu. Tak jarang, mereka melewatkan waktu bersama atau bahkan saling bertukar pesan dengan singkat.

Malam itu, Argafian duduk sendirian di kamarnya, melihat langit malam dari jendela. Ada rasa rindu yang dalam di hatinya. Fabrizio, yang biasanya selalu hadir untuknya, belakangan lebih sering sibuk dengan urusan kampus. Argafian menghela napas panjang, menggigit bibirnya, lalu meraih ponselnya.

"Busy again tonight?" ketiknya singkat pada Fabrizio.

Hampir dua menit berlalu tanpa balasan, membuat Argafian semakin resah. Namun tiba-tiba layar ponselnya menyala.

"A little. You good, Fian?"

Argafian menahan senyum kecil. Setidaknya Fabrizio masih merespons, meskipun singkat.

"Aku cuma kangen kamu, Fab." balas Argafian, berharap kata-katanya cukup untuk membuat Fabrizio mengerti.

Detik berikutnya, Argafian menerima panggilan video dari Fabrizio. Layar ponselnya menampilkan wajah Fabrizio yang tampak lelah, namun tetap memancarkan senyum hangat yang selalu membuat Argafian tenang.

“Sayang, aku tahu aku sibuk banget akhir-akhir ini. Tapi percayalah, aku juga kangen kamu,” ujar Fabrizio, menatap Argafian dengan penuh rasa sayang.

“Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu juga kangen?” Argafian pura-pura cemberut, namun senyumnya sudah jelas terpancar.

“Karena aku tahu, meskipun aku nggak bilang, kamu pasti ngerti,” jawab Fabrizio dengan nada lembut. “Dan, aku punya kejutan buat kamu.”

“Keju... keju apa?” Argafian melirik penuh penasaran.

“Aku selesaiin semua tugasku hari ini biar besok kita bisa jalan bareng seharian. Kamu mau, kan?” Fabrizio tersenyum dengan mata berbinar, membuat Argafian hampir lupa akan kekesalannya tadi.

“Tentu mau! Besok jam berapa?” Argafian langsung antusias, perasaannya yang tadi murung seketika berganti jadi semangat.

“Jam sepuluh pagi di taman kampus. Aku bakal bawa sesuatu yang spesial buat kita,” kata Fabrizio dengan senyum penuh arti. Mereka saling berpisah dengan senyum dan harapan besar untuk hari esok.

---

Keesokan Harinya

Argafian menunggu di taman seperti yang dijanjikan. Sinar matahari pagi menyinari wajahnya, membuat penampilannya tampak segar. Tiba-tiba, dia melihat sosok Fabrizio berjalan mendekat dengan membawa sebuah tas piknik kecil.

“Udah lama nunggu?” tanya Fabrizio sambil tersenyum, lalu merangkul Argafian.

“Nggak kok, aku juga baru sampai. Apa rencana kita hari ini?” jawab Argafian penuh antusias.

Fabrizio membuka tas pikniknya, menampilkan berbagai macam makanan favorit Argafian yang sudah ia persiapkan sejak semalam. “Aku pikir kita mulai dengan sarapan di taman dulu, gimana?”

Argafian mengangguk bahagia. Mereka menggelar tikar di bawah pohon rindang, menikmati makanan sambil berbicara tentang banyak hal—tentang kelas, teman baru, sampai impian mereka ke depan. Setiap kata yang keluar dari mulut Fabrizio seperti obat bagi hati Argafian yang rindu.

Ketika makanan hampir habis, Fabrizio tiba-tiba mengeluarkan sekotak kecil dari sakunya dan menyodorkannya pada Argafian.

“Apa ini?” Argafian bertanya, penasaran.

𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang