Chapter 3 : Melewati Batas

104 9 0
                                    

Seminggu menjelang acara escape room, suasana di SMA Kencana Jaya semakin tegang. Fabrizio merasa tekanan semakin meningkat seiring dengan semakin dekatnya hari H. Semua anggota OSIS bekerja keras menyiapkan segala sesuatunya, dan Fabrizio berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan semuanya. Namun, satu hal yang semakin jelas: meskipun dia terlihat tegas dan berwibawa, ada satu sosok yang terus mengganggu ritme kendalinya—Argafian.

Setiap kali Fabrizio berusaha memfokuskan pikiran pada persiapan acara, bayangan Argafian selalu muncul. Sikap santai, senyuman menggoda, dan tatapan tajam yang selalu bisa membuatnya tergetar. Ada kalanya Fabrizio merasa sangat ingin membantah Argafian, tetapi ada kalanya juga, dia merindukan kehadiran cowok itu. Argafian selalu berhasil membuatnya merasa hidup, membuat rutinitas yang monoton terasa penuh warna.

Hari itu, di ruang OSIS, Fabrizio dan anggota tim sedang membahas detail terakhir. Atmosfernya cukup serius, semua orang terlihat fokus, dan mereka bekerja sama dengan baik. Namun, saat Argafian masuk dengan senyuman ceria, semua perubahan. Ruangan yang tadinya serius menjadi lebih hidup.

"Yo, semua! Gimana persiapan? Udah siap buat ngeledakin acara ini?" Argafian melangkah masuk, aura percaya diri dan energinya menular ke semua orang di ruangan.

Fabrizio menggeleng pelan, meski hatinya bergetar melihat semangat Argafian. "Kalau lo mau acara ini sukses, lo harus tetap fokus. Jangan sampai semua jadi kacau," tegurnya, berusaha tetap tegas.

"Tenang aja, Fabrizio. Kalian semua udah kerja keras, tinggal tambahin sedikit sentuhan fun dari gue," jawab Argafian sambil melirik sekeliling, seolah merasakan ketegangan yang masih ada.

Mereka melanjutkan diskusi, tetapi Argafian terus menyela dengan ide-ide yang membuat suasana semakin ceria. Fabrizio merasakan ketidaknyamanan, di satu sisi ingin memegang kendali, tetapi di sisi lain, dia menyukai energi yang dibawa Argafian.

Setelah rapat selesai, semua orang kembali ke aktivitas masing-masing, meninggalkan Fabrizio dan Argafian yang masih berada di ruangan. Argafian mendekat, matanya berbinar dengan semangat. "Gimana? Keren kan idenya?"

Fabrizio menahan napas, mencoba menata pikirannya. "Itu bisa jadi ide yang bagus, tapi lo harus lebih fokus, Haidar. Kita perlu semuanya berjalan lancar."

"Fabrizio," Argafian berbicara lembut, mendekat lebih dekat, "apa lo yakin ini semua cuma tentang kendali? Kadang lo perlu biarin diri lo terjun ke dalam kesenangan."

Fabrizio merasa wajahnya memanas, tidak suka dengan pernyataan itu. Dia sudah terlalu lama berjuang untuk mempertahankan otoritas dan citranya di depan orang-orang. "Gue bukan orang yang bisa asal-asalan. Lo tahu itu," balasnya, berusaha menahan nada suara yang mulai bergetar.

Argafian hanya tersenyum, menyadari betapa mudahnya membuat Fabrizio kesal. "Gue tahu, dan itu yang bikin lo menarik. Lo emang pengendali, tapi ada kalanya lo perlu biarin orang lain pegang kendali. Apa lo berani coba?"

Fabrizio tidak menyangka bahwa Argafian bisa membaca dirinya sedalam itu. Ada perasaan campur aduk—antara kesal dan penasaran. “Berani coba apa, Haidar? Jangan bilang lo ngajak gue main-main.”

"Tepat sekali. Kenapa nggak? Kalo lo mau acara ini sukses, lo harus bisa nikmatin prosesnya. Lo gak bakal tahu seberapa serunya kalau lo terus memegang kendali," Argafian menantang.

Fabrizio menatap Argafian, merasa terjebak dalam permainan yang tidak dia inginkan. "Lo percaya diri banget, ya? Gue bukan orang yang gampang terbawa suasana."

"Tapi lo juga bukan orang yang bisa terus menahan diri. Setiap orang butuh tantangan. Dan tantangan ini... mungkin bisa jadi jembatan buat kita."

"Jembatan? Maksud lo?" Fabrizio berusaha mengalihkan perhatian dari pernyataan yang terasa terlalu dalam itu.

𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang