Suatu sore, Argafian dan Fabrizio duduk bersebelahan di sofa dorm, menatap keluar jendela yang menampilkan pemandangan indah saat matahari terbenam. Suasana tenang ini membuat Argafian mulai merasa gelisah. Ia tak bisa menahan rasa ingin tahunya, lalu berbalik menghadap Fabrizio yang sedang membaca buku.
“Eh, Fab, kamu gak capek punya pacar kayak aku? Ya, aku sukanya tantrum, keras kepala…” Argafian bertanya dengan nada sedikit ragu. Ia berusaha menggoda sambil tersenyum, tapi di dalam hati, ia merasa cemas dengan jawabannya.
Fabrizio menutup bukunya dan menatap Argafian dengan mata penuh kasih. “Capek? Justru sebaliknya. Memiliki kamu di sampingku adalah kebahagiaan yang tidak ternilai. Tantrum dan keras kepalamu itu justru membuat hidupku lebih berwarna. Tanpa itu, hidupku mungkin akan monoton dan membosankan. Kamu adalah pelangi di kehidupanku, Fian,” jawabnya lembut, disertai senyuman tulus.
Argafian merasakan hatinya bergetar mendengar kata-kata Fabrizio. Ia merasa hangat dan bahagia, meskipun masih ada sedikit keraguan yang mengganggu pikirannya. “Tapi… aku cowok. Kamu gak malu pacaran sama cowok? Kita kan sama-sama cowok lagi…” tanya Argafian, berusaha mengungkapkan kekhawatirannya.
Fabrizio menatap Argafian dengan tatapan penuh cinta. “Maluu? Kenapa harus malu? Cinta itu tidak mengenal jenis kelamin. Apa yang ku rasakan untukmu adalah sesuatu yang nyata dan murni. Kamu adalah orang yang membuatku merasakan cinta sejati, tidak peduli apapun yang orang lain katakan. Setiap kali aku bersamamu, aku merasa hidupku lebih berarti,” jelasnya dengan nada serius.
Argafian terdiam sejenak, terharu mendengar jawaban Fabrizio. Ia merasa terhargai dan dicintai. “Kamu selalu tahu cara bikin aku merasa lebih baik, ya?” ucapnya dengan senyum lebar, mengalihkan perasaannya yang campur aduk.
“Tentu saja. Itu tugasku sebagai pacarmu,” balas Fabrizio, mengerling nakal. “Dan lagi, apa ada yang lebih menyenangkan daripada memiliki pacar yang suka tantrum? Setiap hari adalah tantangan baru, dan aku siap untuk itu.”
Mendengar itu, Argafian tertawa. “Jadi, kamu tidak akan pernah kapok pacaran sama aku?” tanyanya, masih sedikit penasaran.
“Tidak akan pernah. Justru, semakin aku mengenalmu, semakin aku jatuh cinta. Kamu bukan hanya pacarku, kamu juga sahabat terbaikku. Kita bisa menghadapi apa pun bersama-sama,” Fabrizio menjawab dengan tulus.
Argafian merasa hatinya berbunga-bunga. Ia mengangguk, mengingat betapa beruntungnya ia memiliki Fabrizio di sampingnya. “Aku janji akan berusaha lebih baik. Mungkin tantrum-ku bisa berkurang sedikit, ya?” ucapnya, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
“Tidak perlu mengubah siapa dirimu. Aku suka kamu apa adanya. Tantrum atau tidak, itu adalah bagian dari dirimu yang membuatmu istimewa,” Fabrizio menjawab, meraih tangan Argafian dan menggenggamnya erat.
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati momen kebersamaan yang hangat. Suara di luar mulai berkurang, hanya ada detak jam dan suara napas satu sama lain.
“Fabrizio,” Argafian memanggil lembut, “terima kasih sudah selalu ada untukku.”
“Selama aku bisa, aku akan selalu ada untukmu, Fian. Kamu adalah segalanya bagiku,” jawab Fabrizio, kemudian menarik Argafian mendekat dan mengelus rambutnya dengan lembut.
Kedua sahabat ini semakin merasakan kekuatan cinta yang mengikat mereka, bahkan di tengah segala keraguan dan tantangan. Mereka tahu, dengan cinta dan komitmen yang kuat, tidak ada yang bisa memisahkan mereka.
Argafian merasa hatinya bergetar mendengar ungkapan Fabrizio. Dengan penuh rasa syukur, ia tersenyum, tetapi di dalam hatinya, ada sebuah pertanyaan yang masih mengganjal. “Kamu yakin? Apa semua orang di sekitar kita akan menerima kita? Kadang aku merasa bingung dengan apa yang orang lain pikirkan,” ujarnya pelan, mencuri pandang ke arah Fabrizio.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅
RomansaArgafian Haidar, pelajar sma di Kencana Jaya. Ketemu sama KETOS yang dibilang galak tapi kegalakkan ketos itu menarik perhatiannya Fabrizio Raymond, KETOS yang amat galak bahkan gak suka orang berisik dan ribet. Dia mempunyai personaliti tenang hing...