Hari-hari di Universitas Chulalongkorn berlalu dengan penuh warna. Argafian merasa nyaman dengan rutinitas barunya dan dengan Fabrizio di sisinya.
Momen-momen mereka di kampus semakin intens dan menyenangkan, tetapi ada satu hal yang terus mengganggu pikiran Argafian: ide gila untuk tidur bersama Fabrizio.
Suatu malam, setelah mengikuti kegiatan OSIS, Fabrizio mengajak Argafian ke dorm miliknya. "Ayo, Fian! Aku ingin menunjukkan ruanganku. Kamu pasti akan suka!" ajak Fabrizio dengan antusias.
Argafian merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk lebih dekat dengan Fabrizio. Ketika mereka memasuki dorm, Argafian tercengang melihat ruang tidur Fabrizio yang teratur, dengan poster-poster band favoritnya dan lampu-lampu yang memberi nuansa hangat.
"Wow, tempat ini keren banget, Fab!" puji Argafian, mengagumi setiap sudut ruangan.
Fabrizio tersenyum bangga. "Terima kasih! Ini adalah tempat aku beristirahat dan belajar. Senang kamu suka."
Setelah beberapa saat berbincang dan tertawa, Argafian merasa suasana semakin nyaman. Dengan segelas susu cokelat di tangan, dia duduk di tepi tempat tidur Fabrizio, sementara Fabrizio duduk di kursi dekat meja belajarnya. Ada sesuatu di udara yang membuat Argafian semakin berani.
"Fab, boleh nggak aku tanya sesuatu?" Argafian memulai, wajahnya sedikit merona.
"Tentu, tanya saja. Apa pun yang ingin kamu katakan, aku akan mendengarkan," jawab Fabrizio dengan nada lembut.
Argafian menatap Fabrizio dalam-dalam. "Gimana kalau kita... tidur bareng malam ini?" tawarnya, suaranya hampir berbisik. Dalam pikirannya, ini adalah langkah besar, dan rasa beraninya mendesak untuk melakukannya.
Fabrizio terdiam sejenak, terkejut dengan pertanyaan itu. "Tidur bareng? Maksudmu... di sini?" tanya Fabrizio, raut wajahnya menunjukkan campuran antara rasa terkejut dan senang.
"Iya, Fab. Maksudku, kita sudah bersama, dan aku merasa kita sudah cukup dekat untuk melakukan ini. Lagipula, kita hanya tidur, kan?" Argafian menjawab, berusaha meyakinkan dirinya sendiri juga.
Fabrizio tertawa pelan, tetapi ada sedikit rasa gugup di matanya. "Kalau itu yang kamu mau, Fian. Aku tidak keberatan, tetapi kita harus tetap menjaga batasan, ya? Aku tidak ingin kita terburu-buru," Fabrizio menjelaskan, jelas ingin mengingatkan Argafian akan batasan di antara mereka.
"Tenang aja, Fab. Kita hanya tidur. Kita bisa melakukan hal lain di lain waktu," jawab Argafian dengan semangat.
Setelah perdebatan kecil dan rasa berdebar di antara mereka, Fabrizio akhirnya setuju. "Baiklah, jika itu yang kamu inginkan. Tapi kita tetap harus nyaman satu sama lain," ujarnya sambil tersenyum.
Malam itu, Fabrizio menyiapkan tempat tidur dengan selimut yang nyaman. Ketika Argafian berbaring di sampingnya, jantungnya berdebar kencang. Dia merasa sangat bersemangat dan juga sedikit gugup.
"Gimana? Sudah nyaman?" tanya Fabrizio sambil berbaring di sebelah Argafian, jarak di antara mereka cukup dekat.
"Nyaman banget. Aku suka bisa berada di sini sama kamu," jawab Argafian, tidak bisa menahan senyumnya.
Fabrizio menatap Argafian, dan saat itu, suasana di antara mereka terasa sangat intim. "Kamu tahu, aku merasa ini adalah salah satu malam terbaik," katanya, mengulurkan tangan dan meraih tangan Argafian.
Argafian tersenyum, merasakan kehangatan di dalam hati. Dalam suasana seperti ini, pikiran nakal yang sebelumnya muncul kembali. Dia perlahan-lahan menggenggam tangan Fabrizio dan membawanya ke dadanya. "Fab, kamu tahu apa yang aku inginkan, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅
RomanceArgafian Haidar, pelajar sma di Kencana Jaya. Ketemu sama KETOS yang dibilang galak tapi kegalakkan ketos itu menarik perhatiannya Fabrizio Raymond, KETOS yang amat galak bahkan gak suka orang berisik dan ribet. Dia mempunyai personaliti tenang hing...