Chapter 10 : Saat Manja Menyatu

53 2 0
                                    

Setelah hubungan mereka semakin erat, Argafian mulai menunjukkan sisi dirinya yang tidak pernah dilihat Fabrizio sebelumnya—sisi yang sangat manja. Sementara Fabrizio selalu menganggap Argafian sebagai orang yang tangguh dan mandiri, kali ini semuanya berubah. Argafian, yang biasanya lebih tenang dan penuh pengertian, kini sering kali bersikap manja di hadapan Fabrizio, seolah-olah ia sengaja ingin menarik perhatian pasangannya.

Pagi itu, di sekolah, Fabrizio sedang duduk di kantin, menunggu Argafian yang terlambat datang. Dia sedang asyik memeriksa ponselnya ketika tiba-tiba, tanpa peringatan, Argafian datang dari belakang dan memeluknya erat-erat. “Fab… gue kangen,” ucap Argafian dengan nada suara yang mendayu-dayu, membuat Fabrizio terkejut.

“Hei! Lo kenapa sih pagi-pagi udah drama?” Fabrizio menatapnya, meskipun di dalam hatinya dia merasa geli dengan sikap Argafian yang tak biasa.

“Gue kangen banget sama lo!” Argafian berseru lagi, semakin mengeratkan pelukannya. Fabrizio hanya bisa menghela napas panjang, membiarkan tubuhnya dipeluk erat tanpa perlawanan.

“Lo baru nggak ketemu gue semalem aja, sekarang udah kayak gini,” kata Fabrizio sambil tertawa kecil. Namun, dia tidak mencoba melepaskan pelukan Argafian. Ada sesuatu yang menghangatkan hatinya melihat betapa manja pasangannya kali ini.

“Semalem aja lama banget, Fab. Gue gak bisa tidur nyenyak, lo tahu,” Argafian merajuk sambil menyandarkan kepalanya di pundak Fabrizio. “Gue kangen banget sama suara lo. Tadi pagi lo juga nggak kirim pesan apa-apa ke gue.”

“Lo serius?” Fabrizio mengangkat alis, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Biasanya, Argafian adalah orang yang lebih rasional dan tidak akan mengeluh soal hal-hal kecil. Tetapi hari ini, semuanya terasa berbeda.

“Serius lah. Gue butuh perhatian lo, Fab,” Argafian mendesah, menatap Fabrizio dengan tatapan penuh harap. “Lo gak sayang gue, ya?”

Fabrizio hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Ya ampun, Argafian, lo kenapa tiba-tiba jadi kayak gini? Gue selalu sayang sama lo, kok. Lo gak perlu merajuk seperti ini.”

Argafian mendengus pelan. “Lo gak ngerti, Fab. Kadang-kadang gue cuma mau lo ada buat gue. Gue pengen lo lebih perhatian sama gue. Gak cuma ngurusin hal-hal besar. Gue pengen lo ada bahkan untuk hal-hal kecil.”

Fabrizio merasa pasrah. Argafian yang manja ini membuatnya tak berdaya. Meski terlihat konyol, Fabrizio tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Argafian, dengan semua sikap manjanya, tetap saja terlihat menggemaskan di matanya. “Oke, oke. Kalau itu yang lo mau, gue bakal lebih perhatian. Tapi lo juga harus ngerti, gue kan gak bisa 24/7 bareng lo.”

“Gue tahu, tapi sekarang gue mau dimanja. Cuma sebentar aja. Lo mau, kan?” Argafian memohon dengan suara lembut sambil menatap Fabrizio dengan mata yang berbinar.

Fabrizio menghela napas panjang lagi. “Gue gak ada pilihan lain, ya?” dia bertanya dengan nada menggoda, dan Argafian hanya mengangguk cepat, senyum lebarnya semakin terlihat.

Sepanjang hari itu, Argafian tak henti-hentinya bersikap manja. Dia selalu mendekatkan dirinya pada Fabrizio, menggenggam tangan Fabrizio setiap kali ada kesempatan, dan bahkan bersandar di bahu Fabrizio saat mereka duduk di kelas. Teman-teman mereka mulai memperhatikan perubahan sikap ini, tetapi tidak ada yang berani mengomentari secara langsung.

Saat jam makan siang tiba, Argafian lagi-lagi mencari perhatian Fabrizio. “Fab, gue mau makan bareng lo. Gue pengen disuapin,” ucapnya tanpa rasa malu, membuat Fabrizio terkejut.

“Suapin? Lo serius?” Fabrizio menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Argafian yang ia kenal biasanya selalu mandiri dan tidak pernah meminta hal seperti ini.

𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang