Chapter 15 : Menyongsong Masa Depan

11 2 0
                                    

Hari yang dinanti-nanti Fabrizio akhirnya tiba. Setelah sekian lama menjalani rutinitas di universitas, dia kembali ke kota tempat Argafian dan teman-temannya tinggal. Suasana hatinya campur aduk antara kegembiraan dan rasa cemas. Ini adalah momen spesial, di mana pacar besarnya—Argafian—akan merayakan kelulusan dari SMA. Momen ini juga sekaligus menjadi tanda perpisahan bagi Argafian dan teman-teman sekelasnya, yang akan melanjutkan perjalanan ke jenjang yang lebih tinggi.

Fabrizio tidak hanya datang untuk merayakan kelulusan Argafian, tetapi juga untuk memberi dukungan penuh saat pacarnya bersiap menghadapi langkah baru di universitas. Dia tahu betapa berartinya momen ini bagi Argafian, dan dia ingin menjadi sosok yang tidak hanya hadir dalam suka tetapi juga dalam duka.

Sesampainya di lokasi acara, Fabrizio merasa bangga melihat Argafian yang berdiri di tengah kerumunan, dikelilingi teman-teman sekelasnya yang semuanya mengenakan toga. Senyum lebar menghiasi wajah Argafian, dan saat mata mereka bertemu, hati Fabrizio bergetar penuh kasih.

“Fabrizio!” teriak Argafian dengan penuh semangat, berlari menghampiri Fabrizio dan memeluknya erat. “Akhirnya kamu datang! Aku udah nungguin kamu.”

“Aku tidak akan melewatkan hari spesial kamu. Selamat ya, sayang!” jawab Fabrizio, mengacak rambut Argafian dengan penuh kasih sayang. Argafian tersenyum, wajahnya bercahaya penuh kebahagiaan.

Setelah perayaan dimulai, keduanya berbincang dengan teman-teman Argafian. Fabrizio tidak ingin menonjolkan diri, jadi dia lebih memilih untuk berdiri di samping Argafian, mendengarkan cerita-cerita penuh tawa yang dibagikan oleh para sahabatnya. Namun, di balik senyumnya, Fabrizio juga merasakan sedikit rasa cemburu. Dia menyaksikan teman-teman Argafian memberi pujian dan perhatian lebih kepada pacar besarnya itu, membuatnya merasa sedikit terasing.

Selama acara berlangsung, Argafian menerima banyak ucapan selamat dan hadiah dari teman-temannya. Saat mereka bersulang untuk merayakan kelulusan, Argafian melirik Fabrizio dengan penuh cinta. “Tanpa kamu, aku tidak akan sampai di sini,” katanya pelan.

Fabrizio tersenyum, merasa hangat mendengar ucapan itu. “Kamu layak mendapat semua ini, Fian. Kerja kerasmu terbayar. Sekarang, kita harus memikirkan langkah selanjutnya. Kamu akan masuk universitas juga, kan?”

“Ya! Aku berharap bisa masuk ke tempat yang sama denganmu,” jawab Argafian, semangatnya tak terbendung. “Moga-moga aku juga diterima di universitas yang sama. Kita bisa jalan bareng ke kampus.”

Fabrizio merasakan dorongan harapan di dalam hatinya. “Aku yakin kamu bisa. Cuma perlu sedikit usaha dan kerja keras. Kamu pasti bisa melakukan apapun yang kamu inginkan,” ucapnya penuh keyakinan.

Setelah semua acara selesai, mereka berdua memutuskan untuk berjalan-jalan di taman dekat sekolah. Malam itu menjadi semakin indah dengan cahaya lampu-lampu yang berkilauan, menciptakan suasana yang romantis.

“Fabrizio, terima kasih sudah selalu mendukungku. Kadang aku merasa takut akan semua ini,” Argafian mengungkapkan perasaannya. “Aku tidak ingin mengecewakanmu atau orang-orang yang berharap padaku.”

“Dengarkan aku, Fian. Kamu tidak perlu merasa tertekan. Cukup jadi dirimu sendiri dan lakukan yang terbaik. Aku akan selalu ada di sini untukmu, apapun yang terjadi,” Fabrizio menenangkan, menggenggam tangan Argafian erat. “Kamu adalah yang terpenting bagiku.”

Mendengar kata-kata Fabrizio, Argafian merasa lebih tenang. Mereka berjalan beriringan, meresapi setiap momen bersama. Malam itu, mereka berbagi harapan dan mimpi, bercanda tentang masa depan, serta saling berbagi kebahagiaan.

Saat mereka sampai di ujung taman, Argafian menatap Fabrizio dengan tatapan serius. “Apa kamu yakin kita bisa melalui semua ini? LDR, universitas, semua hal yang belum kita tahu?” tanyanya, sedikit ragu.

𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang