2. Undangan

8 0 0
                                    

Tepat dua tahun, sejak Seonghwa mendapatkan manajer baru. Dan selama itu, banyak hal yang mengejutkan dari manajer barunya. Pada awalnya, Seonghwa memandang sosok Hyeonsung sebagai orang menyebalkan yang akan membawa hidupnya menjadi suram dan membosankan. Tetapi semakin lama Seonghwa mengenal Hyeonsung, dirinya mulai tahu jika sosok Hyeonsung bukan orang yang membosankan. Justru, dia adalah gadis tergila yang pernah Seonghwa kenal seumur hidupnya.

"Oh, Ya Tuhan! Bagaimana mungkin si bedebah itu bersikap seperti itu?!"

Dan pada tahun kedua dirinya bekerja dengan Hyeonsung, Seonghwa mulai terbiasa dengan semua umpatan yang akan dikeluarkan gadis itu di setiap waktu, kecuali di tempat Seonghwa bekerja.

"Kali ini, apa lagi? Kamu baru diselingkuhi, atau pemeran drama yang kamu tonton tiba-tiba menjadi katak?" Seonghwa menghela napas lelahnya. Ia melepas sheet mask di wajahnya itu. Pada hari yang seharusnya menjadi waktunya libur, justru harus Seonghwa relakan berkat kedatangan Hyeonsung ke apartemennya yang tiba-tiba. Sudah dua jam gadis itu ada di apartemennya, tetapi tidak memberitahu maksud kedatangannya. Yang dilakukan gadis itu sejak tadi hanyalah sibuk dengan ponselnya saja.

"Bukan, bodoh!" Seonghwa langsung mendelik tidak terima dengan umpatan Hyeonsung tersebut. Rasanya, ia ingin memukul kepala gadis itu sekarang.

"Salah satu jurnalis dengan nama besar, membuat artikel buruk tentangmu. Dia menulis kebohongan, untuk merusak reputasimu." Hyeonsung sangat menggebu-gebu ketika mengatakannya. Bisa terlihat, jika amarah sedang menguasai gadis itu. Ia begitu kesal, dengan artikel yang dibacanya sekarang. Dan yang lebih menyebalkan adalah, banyak orang percaya dengan omong kosong pria tua buncit bau tanah itu.

"Si anjing ini, sepertinya harus diberi pelajaran agar bertobat sebelum mati." Hyeonsung mengembuskan napasnya kasar. Dengan gerakan jemarinya yang cepat, ia mengirim sebuah pesan ke seseorang. Ia begitu fokus, hingga tidak menyadari jika Seonghwa bahkan tidak begitu peduli dengan perkataan Hyeonsung tadi.

"Sudahlah, jangan diurus. Orang seperti itu akan semakin berulah jika mendapat banyak atensi." Hyeonsung langsung memasang ekspresi penuh ketidak setujuan. Ia tidak akan pernah setuju dengan usulan Seonghwa tersebut.

"Dia bahkan sudah mendapatkan banyak atensi dengan artikel sampah ini! Orang ini tidak bisa dianggap angin lalu begitu saja," ujar Hyeonsung. Dahinya mengeru, ketika ia memicingkan matanya ke arah Seonghwa. Sedangkan yang ditatap seperti itu, langsung mengembuskan napas panjang. Memang hal yang salah jika ia berusaha menghentikan orang yang sedang sangat marah.

"Memangnya, apa yang akan kamu lakukan? Jika orang itu adalah jurnalis ternama, pastinya sulit untuk membela diri sekali pun."

Hyeonsung langsung menyandarkan punggungnya. Ia mengetuk-ngetukkan ujung ponselnya ke dagunya yang berujung bundar itu. Sebuah senyuman terbit, ketika dirinya sudah menemukan sebuah ide.

"Doxxing," ujar Hyeonsung dengan semangat. Ia menatap Seonghwa berseri-seri, seperti baru menemukan mainan baru. "Aku akan mengulik identitasnya secara ilegal, lalu mencari semua dosanya. Itu bisa kita gunakan untuk membalasnya, sekaligus menutup karirnya seumur hidup."

Seonghwa sampai tidak bisa berkata-kata ketika mendengarnya. Dirinya memang sempat mendengar, jika generasi di bawahnya yang aktif sosial media itu memiliki sifat beringas dan senang merundung siapa saja dengan mudah, sekali pun tanpa alasan yang jelas. Tetapi ketika dihadapkan dengan contoh nyata seperti itu, Seonghwa benar-benar terkejut.

"Bagaimana kalau kamu tidak menemukannya? Jika jurnalis itu orang suci?" Hyeonsung lansung mendengkus dengan keras.

"Orang suci tidak akan menulis artikel sampah ini."

********

Pada jam makan siang, Seonghwa cukup bersyukur manajernya itu masih memiliki kewarasan. Gadis itu masih ingat, jika Seonghwa masih membutuhkan makan, walau perusahaan sedang menganjurkan program diet agar bentuk tubuh pria itu terjaga.

"Memantau bagaimana bentuk tubuh dan metabolismemu itu, tidak akan ada masalah jika kamu makan secara normal," ujar Hyeonsung. Ia memasak makan siang untuk Seonghwa, tidak memesan dari luar, seperti yang Seonghwa pikirkan sebelumnya.

Makanan yang dibuat Hyeonsung memang begitu sederhana. Hanya goreng telur dadar, dan nasi goreng. Sudah sangat lama sekali Seonghwa tidak memakan makanan itu, dan dirinya tidak akan menampik jika sekarang merasa begitu senang karenanya. Bahkan, Seonghwa langsung menyendokkan nasi goreng yang masih hangat itu langsung ke dalam mulutnya, karena tidak dapat menahan lebih lama lagi untuk memakan makanan itu.

"Setidaknya, ada hal baik dari dirimu," ujar Seonghwa di sela makanannya. Di depannya, Hyeonsung hanya mengangkat kedua bahunya dengan acuh. Ia ikut makan dengan Seonghwa, dengan menu yang serupa. Setelah menuang air ke dalam gelas untuk Seonghwa, Hyeonsung mengambil duduk di depan pemuda itu.

"Aku selalu baik. Di sini, hanya kamu saja yang selalu berprasangka buruk kepadaku."

Seonghwa memelankan kunyahannya. Ia menatap Hyeonsung beberapa saat, lalu kembali fokus pada makanannya. Mungkin Hyeonsung benar, jika selama ini Seonghwa selalu berprasangka buruk kepada manajernya itu. Tetapi, ini juga karena Seonghwa tidak ingin kejadian Changkyun terulang kembali. Seonghwa tidak ingin, dirinya dibodohi lagi.

Makan siang mereka berlangsung cukup cepat, dan hanya diisi oleh keheningan. Setelah selesai, Seonghwa kembali ke ruang tengah, meninggalkan Hyeonsung yang mulai membereskan alat makan yang mereka gunakan tadi. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, sehingga unit apartemen itu menjadi begitu sepi. Tanpa percakapan keduanya.

"Oh, iya." Kepala Seonghwa yang semula menunduk untuk menatap layar ponselnya, terangkat. Ia menatap Hyeonsung yang baru selesai mencuci perabotan tadi, dan kini tengah mengeringkan kedua tangannya dengan menggunakan beberapa lembar tisu. "Aku membawa undangan, untuk kau datangi minggu depan."

Dahi Seonghwa mengerut tipis. Ia mematikan ponselnya, sebelum meletakkan benda itu ke atas meja kaca yang ada di depannya. "Sebuah undangan? Jika itu tidak begitu penting, aku menolak untuk datang," ujarnya. Ia menyandarkan punggung pada sofa yang tengah didudukinya itu.

"Sangat penting, luar biasa penting," ujar Hyeonsung. Ia memasang wajah jengahnya, ketika berjalan ke arah sling bag-nya berada. Tidak lama, sebuah kartu undangan berwarna putih gading itu keluar. Ia segera menyerahkan undangan itu ke arah Seonghwa. Memaksa pemuda itu agar menerimanya, lewat raut wajahnya saat ini.

Seonghwa menghela napas panjang ketika melihat pemaksaan dari manajernya itu. Dengan setengah minat, ia menerima undangan tersebut. Membacanya dengan dahi mengerut yang semakin terlihat jelas. Undangan itu terlihat begitu elegan dan mewah. Dengan tulisan yang menggunakan tinta berwarna emas, serta hiasan pita berwarna senada.

"Majalah CODE:L. Bagaimana kamu bisa mendapatkan undangan ini?" Senyuman lebar langsung muncul di wajah Hyeonsung, ketika Seonghwa menatapnya dengan raut tidak percaya. Merasa berbangga diri, karena berhasil membuat Seonghwa memperlihatkan ekspresi itu kepadanya.

"Hal yang mudah untukku," ujar Hyeonsung dengan angkuh. Seonghwa langsung mendengkus, merasa menyesal sudah memuji gadis itu. "Lewat jalur koneksi dan kemampuan berbicara. Kamu harus bersyukur memilikiku sebagai manajermu."

Undangan itu Seonghwa letakkan ke atas meja, di samping ponselnya. Ia menatap Hyeonsung dengan penuh selidik. "Tetapi tetap saja, kamu bisa mendapatkan undangan yang begitu sulit didapat oleh orang-orang," ujar Seonghwa. Dirinya memang terkejut dan senang karena mendapat undangan untuk menjadi tamu di pesta yang diselenggarakan oleh sebuah majalah populer dunia. Hanya saja, ia tidak bisa mengenyahkan rasa penasaran dan curiganya pada Hyeonsung.

Menurutnya, sangat aneh pihak majalah itu mengundangnya begitu saja, sementara reputasinya belum sebesar itu. Seonghwa hanyalah model di level biasa, yang tidak bisa dikatakan populer.

"Itulah gunanya membangun koneksi sebelum mereka menjadi orang populer," ujar Hyeonsung. Ia mengambil ponselnya lagi, dan sepertinya akan kembali sibuk dengan benda pipih itu.

"Apa maksudmu?"

"Kamu akan tahu nanti, karena aku sedang malas menjelaskan sesuatu sekarang," jawab Hyeonsung tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Seonghwa hanya bisa mendengkus. Sepertinya, ia harus bertanya pada CEO-nya, tentang latar belakang Hyeonsung. Sekaligus mempersiapkan diri, bila ada fakta yang menyebut jika Hyeonsung adalah anak dari seorang chaebol.

To be Continued

26 Oktober 2024

Cherry LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang