BAB 12

1.9K 22 6
                                        

Peringatan nih! Jangan sampai novel ini di-copas atau diperjualbelikan ulang, ya. Kalo ada yang berani, langsung DM ke admin aja biar diurus. Jangan main-main deh!⭐

Tiap hari bakal di-upload 1 sampai 2 chapter, jadi stay tuned! Selamat menikmati ceritanya! 😎
----

Suasana rumah Farel berubah mencekam sejak orang tuanya mulai menyadari perubahan dalam diri anak mereka. Ibunya menatap Farel dengan tatapan penuh kebingungan setiap kali melihatnya. Setiap hari, semakin terlihat perubahan pada Farel: suaranya yang lebih lembut, postur tubuh yang sedikit berbeda, bahkan cara bicaranya yang kini terdengar tidak seperti dirinya.

Sore itu, ayah Farel yang biasanya jarang di rumah, tiba-tiba memanggilnya ke ruang keluarga. Di sana, ibu dan ayahnya menunggu, wajah mereka serius dan penuh kemarahan. Farel tahu, inilah momen yang paling dia takutkan sejak awal.

“Apa yang terjadi sama kamu, Farel?” Ayahnya bertanya dengan nada tajam, langsung menusuk Farel yang hanya bisa diam terpaku.

“Aku... aku nggak tau, Yah…” jawabnya pelan, berusaha menghindari tatapan mereka.

“Nggak tau? Lihat dirimu sendiri!” Ayahnya menggebrak meja, membuat Farel tersentak kaget. Ibunya hanya duduk terdiam, wajahnya memancarkan kecewa yang mendalam. “Kamu bukan anak yang aku kenal. Kamu berubah, dan bukan perubahan yang kami bisa terima.”

Farel mencoba menjelaskan, namun suaranya tercekat. Apa yang bisa dia katakan? Dia bahkan nggak paham sepenuhnya apa yang terjadi pada dirinya. Semua perubahan ini begitu cepat, dan dia nggak tau harus bagaimana.

“Kamu nggak malu sama diri kamu sendiri, Farel?” Ibunya akhirnya angkat bicara, nada suaranya penuh luka. “Kami sudah berusaha mendidik kamu, tapi kamu malah seperti ini…”

Farel merasa seperti disayat. Semua kata-kata mereka menembus ke dalam hatinya, menambah beban yang selama ini dia pikul sendirian. Dia ingin membela diri, tapi lidahnya kelu.

“Kamu bukan anak kami lagi,” kata ayahnya akhirnya, wajahnya penuh amarah yang sudah nggak bisa ditahan. “Pergi dari rumah ini! Aku nggak mau lagi melihat kamu seperti ini di depan mata kami!”

Farel menatap ayahnya, berharap ini hanya mimpi buruk. Namun, tatapan dingin itu nyata. Tanpa kata-kata lagi, Farel berbalik, meninggalkan rumah yang telah menjadi tempat perlindungan seumur hidupnya.

Malam sudah menjelang ketika Farel berjalan tanpa tujuan, dengan hati yang penuh luka. Udara malam terasa menusuk kulitnya, seolah mencerminkan perasaannya yang hancur lebur. Dia merasa dunia ini sudah nggak ada lagi tempat buatnya. Dan di tengah kebingungannya, hanya satu nama yang terlintas di pikirannya: Lila.

Dengan langkah berat, Farel menuju rumah Lila. Dia mengetuk pintu, mencoba menahan air matanya agar nggak terlihat lemah. Ketika Lila membuka pintu, dia menatap Farel dengan sedikit terkejut.

“Farel? Kamu kenapa datang malam-malam gini?” tanyanya sambil meneliti wajah Farel yang pucat dan penuh kelelahan.

“Aku... diusir, Lila,” jawab Farel, suaranya pecah. “Orang tuaku nggak terima aku kayak gini… mereka bilang aku bukan anak mereka lagi.” Farel menundukkan kepala, berusaha menahan rasa sakit yang mendera hatinya.

Lila hanya diam, lalu menarik Farel masuk ke dalam rumah. Dia membiarkan Farel duduk di sofa, memberikan segelas air, lalu duduk di sampingnya. Tatapannya berubah serius, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.

“Aku udah bilang kan, Farel… ini semua nggak akan mudah,” Lila berkata pelan, nadanya serius. “Tapi, ini adalah proses yang harus kamu lalui kalau kamu mau berubah sepenuhnya.”

Farel menggeleng, “Aku nggak ngerti, Lila… Kenapa harus aku yang ngalamin ini? Kenapa aku harus kehilangan semuanya?”

“Karena, Farel, kadang untuk menemukan diri kita yang sebenarnya, kita harus kehilangan banyak hal dulu,” jawab Lila. “Kamu masih nggak ngerti tujuan akhirnya, tapi kamu akan tahu suatu hari nanti.”

Gue Gak Mau Jadi FemboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang