⭐Peringatan nih! Jangan sampai novel ini di-copas atau diperjualbelikan ulang, ya. Kalo ada yang berani, langsung DM ke admin aja biar diurus. Jangan main-main deh!⭐
Tiap hari bakal di-upload 1 sampai 2 chapter, jadi stay tuned! Selamat menikmati ceritanya! 😎
----------
Farel selalu merasa hidupnya biasa-biasa aja. Dia bukan tipe cowok yang terlalu peduli sama tren fashion atau bagaimana cara berpakaian yang keren. Sepatu kets kusam, kaos oblong lusuh, dan jeans belel jadi seragam hariannya. Namun, hidupnya mulai terasa sedikit berbeda sejak Lila, teman ceweknya yang dikenal sejak SMP, mulai lebih sering ngajak dia nongkrong bareng. Mereka udah lama temenan, tapi belakangan ini, Lila jadi sering ngajak jalan-jalan ke tempat-tempat yang nggak biasanya mereka kunjungi—mulai dari kafe fancy sampai butik pakaian. Awalnya, Farel nggak terlalu peduli dan nganggep ini cuma perubahan kecil dalam pergaulan mereka.
Hari itu, Lila ngajak Farel ke sebuah kafe di daerah kota yang lagi ngehits. Mereka duduk di pojokan, menikmati es kopi susu yang jadi minuman wajib anak muda sekarang. Obrolan ngalor-ngidul, ngebahas hal-hal ringan kayak sekolah, tugas, dan gosip. Tapi di tengah-tengah obrolan, Lila tiba-tiba menyodorkan minuman lain ke Farel, “Ini coba deh, rasanya enak banget. Baru pesen tadi,” katanya sambil nyengir.
Farel, yang nggak pernah curiga sama Lila, langsung minum tanpa mikir panjang. Rasanya memang enak, tapi ada yang aneh di tenggorokannya. Rasanya sedikit pahit di akhir, tapi dia nggak terlalu mikirin. Dia nelen aja sambil terus ngobrol.
“Nah, gue lagi ada ide seru nih, Rel. Gimana kalo kita besok belanja bareng? Gue udah lama banget nggak beli baju baru, lo pasti bakal suka deh!” Lila terlihat bersemangat banget ngajakin belanja. Farel cuma ngangguk sambil senyum tipis, mikir mungkin dia bisa sekalian beli sepatu baru. Tapi waktu berjalan, dan perasaan nggak nyaman mulai menjalar pelan-pelan ke tubuhnya.
Farel nggak langsung sadar ada yang salah. Awalnya, dia cuma merasa sedikit pusing, tapi dia kira itu karena udara di kafe yang sumpek. Dia buru-buru ngehabisin minuman yang tadi disodorin Lila. Tapi setelah itu, kepalanya makin berat, dan matanya mulai kabur. Pikirannya mulai kacau, dan dia nggak bisa fokus sama obrolan Lila lagi. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya, tapi anehnya, badannya nggak bisa dia gerakin sepenuhnya. Semua seperti berjalan lambat.
“Rel, lo kenapa?” tanya Lila sambil nyender di kursinya, matanya berbinar-binar kayak ada sesuatu yang dia sembunyiin.
“Nggak tau, gue kayak pusing tiba-tiba,” jawab Farel sambil mengusap keningnya.
“Mungkin lo kecapean kali,” sahut Lila enteng. Tapi dari tatapannya, Lila terlihat nggak terlalu khawatir, malah sepertinya dia nungguin sesuatu.
Farel mencoba berdiri dari kursinya, tapi kakinya gemetar. Akhirnya, dia duduk lagi sambil menarik napas panjang. Dia merasa kayak tubuhnya mulai nggak nurut sama pikirannya. Semua yang terjadi begitu cepat dan nggak masuk akal. Dia nggak tau pasti apa yang salah, tapi sesuatu jelas nggak beres. Rasanya kayak ada sesuatu yang ngeubahnya dari dalam, pelan-pelan tapi pasti.
Obrolan mereka terus berlanjut, tapi Farel udah nggak bisa mikir jernih lagi. Pikirannya melayang-layang, nggak bisa fokus ke satu hal. Rasanya seolah-olah ada tirai yang menutup kesadarannya. Dia hanya bisa ngikutin Lila yang terus ngobrol tanpa henti, meskipun dia udah nggak ngerti lagi apa yang dibicarain.
Sampai akhirnya, sore itu berakhir, dan mereka berdua keluar dari kafe. Lila ngajak Farel ke sebuah butik yang nggak jauh dari situ. Farel, meski badannya lemes dan pikirannya berkabut, entah gimana, setuju aja. Otaknya seperti nggak bisa nolak. Langkah kakinya terasa ringan, dan perasaannya kosong.
Di butik itu, Lila mulai ngebongkar baju-baju di rak dengan antusias. Dia nunjuk satu setelan dress pink yang tampak lucu dan manis. “Rel, coba deh lo pake ini. Lo pasti lucu kalo pake ini,” kata Lila sambil ngakak. Farel ketawa kecil, walaupun dalam hati dia ngerasa aneh. Buat apa coba dia pake dress?
“Alaaah, nggak usah becanda, Lil,” balas Farel, mencoba mengelak. Tapi Lila terus mendorong, dan tanpa sadar, dia mulai ngerasa ada dorongan dalam dirinya buat nurut. Tangannya gemetar waktu dia nyoba ngambil dress itu. Ada sesuatu yang salah, tapi dia nggak tau apa.
“Coba aja dulu. Sekali-sekali seru kan? Santai aja, nggak ada yang liat kok,” Lila ngomong sambil terus mendorong Farel masuk ke ruang ganti. Awalnya, Farel ragu, tapi langkah kakinya seperti nggak bisa dia kontrol. Semua gerakan terasa kayak otomatis. Dan sebelum dia sadar, dia udah ada di depan cermin di ruang ganti, dengan dress pink itu terpasang di badannya.
Matanya terbelalak ngeliat bayangan dirinya di cermin. Dress itu terlalu ketat, dan jelas nggak cocok buat dia yang terbiasa pake baju cowok. Tapi di dalam hati, ada perasaan aneh yang pelan-pelan muncul. Bukan malu, tapi lebih ke rasa penasaran. Kenapa rasanya nggak seburuk yang dia kira?
Lila tiba-tiba muncul di balik tirai ruang ganti, ngintip sambil ngakak, “Tuh kan! Gue bilang juga lo bakal cocok! Hahaha!” Farel nggak bisa ngomong apa-apa. Dia cuma berdiri di situ, ngerasa seperti boneka yang dipermainkan. Pikiran dan perasaannya bercampur aduk antara kaget, bingung, dan nggak tau harus gimana lagi.
Setelah Lila puas tertawa, mereka akhirnya keluar dari butik itu. Farel masih pusing, tapi perasaan nggak jelas tadi nggak hilang. Dress yang tadi dia pake masih terbayang di kepalanya. Bukannya ngerasa lega setelah keluar dari butik, Farel malah ngerasa makin bingung sama dirinya sendiri.
“Besok kita ke tempat yang seru lagi ya, Rel. Gue ada rencana besar buat lo!” kata Lila sambil tersenyum lebar. Tapi senyuman itu buat Farel ngerasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekedar bercanda. Dia nggak tau apa yang akan terjadi, tapi yang jelas, ini baru awal dari bencana besar yang bakal ngerubah hidupnya.
Malam itu, Farel pulang dengan kepala penuh tanda tanya. Pikirannya masih berkecamuk, mencoba ngerti apa yang terjadi di hari itu. Semua terasa terlalu cepat dan nggak bisa dia kontrol. Dan sebelum tidur, dress pink yang tadi dia pake masih terngiang-ngiang di pikirannya.
Pagi berikutnya, Farel bangun dengan perasaan yang sama. Tubuhnya masih terasa lemas, dan pikirannya masih kacau. Dia menatap dirinya di cermin, ngerasa ada yang berubah tapi nggak bisa dia jelaskan. Dan entah kenapa, ada bagian dari dirinya yang mulai merasa tertarik dengan hal-hal yang nggak pernah dia peduliin sebelumnya—fashion, penampilan, bahkan cara dia bawa diri.
Ini baru awal dari perubahan besar yang bakal ngerubah hidup Farel selamanya, dan dia nggak tau gimana cara ngehentikannya.
-Nah Segitu Dulu Ya Admin Lagi Males 🙂
Kalo admin buka saweria pada setuju gak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Gak Mau Jadi Femboy
AcakCerita ini akan menceritakan tentang seorang laki laki yang di paksa menjadi seorang femboy