BAB 2

1.2K 17 2
                                    

⭐Peringatan nih! Jangan sampai novel ini di-copas atau diperjualbelikan ulang, ya. Kalo ada yang berani, langsung DM ke admin aja biar diurus. Jangan main-main deh!⭐

Tiap hari bakal di-upload 1 sampai 2 chapter, jadi stay tuned! Selamat menikmati ceritanya! 😎

----------

Matahari sudah mulai turun ketika Farel melangkah keluar dari rumah Lila. Hari itu masih siang saat mereka nongkrong, tapi sekarang udah sore menjelang maghrib. Langit yang awalnya cerah perlahan berubah jadi jingga keunguan, memancarkan cahaya lembut di sepanjang jalan. Farel berjalan dengan langkah cepat, tangan gemetaran di saku jaketnya, dan kepalanya penuh dengan pikiran yang nggak karuan. Sejak tadi, dia nggak bisa berhenti mikirin apa yang baru aja terjadi.

"Kenapa gue pake baju cewek?" Farel merenung dalam hati, perasaannya campur aduk. Saat di toko tadi, Lila berhasil membujuknya buat nyoba rok mini, dan yang lebih parah lagi, dia bener-bener memakainya. Meski awalnya nolak, anehnya dia malah merasa kayak ada sesuatu yang salah ketika akhirnya pakai rok itu.

Farel terus berjalan tanpa arah, pikirannya masih terjebak dalam kejadian tadi. Lila ketawa puas saat dia keluar dari ruang ganti, dan dia ngerasa terjebak dalam situasi yang dia sendiri nggak bisa jelasin. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa dia mau-mau aja disuruh nyoba baju kayak gitu? Padahal dia sendiri nggak pernah ada niat buat itu sebelumnya.

Angin sore yang dingin mulai menerpa wajahnya, tapi Farel sama sekali nggak peduli. Yang ada di kepalanya cuma perasaan aneh yang nggak bisa dia hilangkan. Tubuhnya rasanya nggak karuan, pikirannya makin kabur. Tadi siang dia masih ngerasa kayak cowok biasa, tapi sekarang... ada sesuatu yang berubah. Sesuatu yang halus tapi terasa nyata.

"Apaan sih ini..." gumam Farel, sambil memegangi kepalanya yang mulai terasa berat. Dia menghentikan langkahnya di depan sebuah warung kopi kecil di pinggir jalan. Warung itu udah mulai ramai sama orang-orang yang mampir buat ngopi sore. Farel ngerasa haus, jadi dia memutuskan buat duduk di salah satu kursi plastik di sana dan memesan es teh manis.

Sambil nunggu minumannya datang, Farel termenung. Dia berusaha nyari jawaban, tapi semuanya nggak masuk akal. Setiap kali dia ngeliat bayangan dirinya di kaca jendela warung, dia merasa aneh. Wajahnya sama, tapi kenapa perasaannya berubah? Farel mencoba untuk inget-inget lagi kejadian beberapa hari terakhir. Sejak kapan semua ini mulai terasa beda?

"Mas, es teh manisnya," kata pelayan warung sambil nyodorin gelas plastik bening. Farel mengangguk tanpa banyak bicara, lalu mengaduk-aduk es teh itu dengan sedotan. Tangannya masih sedikit gemetaran.

Sambil nyeruput es teh, pikirannya kembali ke Lila. Dia ngerasa nggak enak sama cewek itu, tapi juga bingung kenapa Lila tiba-tiba berubah jadi kayak gitu. Sejak kapan Lila mulai dorong dia buat jadi lebih... feminin? Kenapa Lila terus-terusan maksa dia buat nyoba hal-hal yang dia nggak suka? Farel ngerasa aneh, tapi juga bingung kenapa dia nggak bisa nolak.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar di saku jaket. Farel merogoh saku dan ngeliat layar. Pesan dari Lila.

"Gimana rasanya tadi? Lo makin cute loh, hehe."

Farel menghela napas panjang sambil menatap layar. Pesan itu bikin perasaannya makin nggak karuan. Kenapa Lila ngerasa dia “cute”? Farel nggak pernah ngerasa dirinya kayak gitu. Tapi... kenapa dia nggak bisa marah? Kenapa justru ada bagian kecil dari dirinya yang kayak tersanjung baca pesan itu?

"Gue nggak ngerti..." bisik Farel pada dirinya sendiri. Dia mencoba balas pesan Lila, tapi tangannya terhenti di tengah-tengah kata. Apa yang harus dia bilang? Ngomong jujur kalau dia ngerasa aneh? Atau pura-pura aja kayak semuanya baik-baik aja?

Setelah beberapa detik yang terasa lama, akhirnya Farel cuma ngetik singkat, _"Biasa aja."_ Lalu dia simpan lagi ponselnya ke saku.

Udah hampir maghrib, dan Farel merasa lelah. Bukan karena fisik, tapi lebih karena pikiran yang terus menerus menghantuinya. Setelah ngabisin es tehnya, dia bangkit dari kursi dan memutuskan buat pulang. Dia harus tenangin pikirannya sebelum semuanya jadi makin parah. Tapi di dalam hati, Farel tau bahwa masalah ini nggak bakal selesai begitu aja.

Jalanan udah mulai sepi ketika Farel sampai di rumahnya. Lampu-lampu jalan mulai menyala, dan suasana kota yang tadinya ramai berubah jadi tenang. Farel melangkah pelan masuk ke dalam rumah, berharap nggak ada siapa-siapa yang ngeliat wajahnya yang masih kebingungan.

Di dalam rumah, suasana sepi. Orang tuanya belum pulang dari kerja, jadi dia punya waktu buat sendiri. Farel langsung naik ke kamarnya di lantai dua dan menutup pintu rapat-rapat. Dia duduk di atas tempat tidurnya, menarik napas dalam-dalam, dan mencoba menenangkan pikirannya.

Di kamar, dia ngeliat baju-baju yang biasa dia pake tergantung rapi di lemari. Kaos oblong, celana jeans, jaket yang selalu jadi andalan buat nongkrong. Tapi sekarang, setiap kali dia ngeliat baju-baju itu, ada perasaan aneh yang nggak bisa dia jelasin. Pakaian itu terasa asing, nggak cocok lagi sama dirinya yang sekarang.

Farel berdiri di depan cermin besar di sudut kamar. Dia ngeliatin refleksinya dengan seksama. Ini dia, cowok biasa, pake kaos oblong dan celana jeans. Tapi di dalam hatinya, dia tau ada yang berubah. Tangannya perlahan menyentuh wajahnya, mencoba ngerasain sesuatu yang mungkin nggak keliatan dari luar.

"Kenapa gue ngerasa kayak gini?" Farel bertanya lagi dalam hati, tapi jawabannya nggak ada. Yang ada cuma perasaan bingung dan campur aduk.

Malam semakin larut, dan Farel akhirnya menyerah buat mikirin semuanya. Dia lepas kaosnya dan tiduran di atas kasur. Tubuhnya lelah, pikirannya makin kacau, dan dia nggak tau gimana caranya buat keluar dari situasi ini. Mungkin besok semuanya bakal lebih jelas, pikirnya.

Tapi di dalam hati, Farel tau kalau masalah ini nggak bakal selesai dalam semalam. Ada sesuatu yang lebih besar lagi yang bakal datang, dan dia nggak tau gimana caranya buat ngadepin itu semua.

Ponselnya kembali bergetar. Satu pesan lagi dari Lila.

"Besok kita ke toko lagi, ya. Ada yang lebih cute buat lo cobain."

Farel menatap layar ponselnya lama. Ada rasa marah, tapi juga ada rasa penasaran. Dan itu yang bikin dia takut.

Sambil memejamkan mata, Farel bergumam pelan, "Gue nggak mau jadi femboy..." Tapi di dalam hati, dia nggak yakin bisa menghentikan semuanya.

-Nah Segitu Dulu Ya Admin Lagi banyak banget kerjaan🙂

Gue Gak Mau Jadi FemboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang