BAB 7

1.4K 18 0
                                    

⭐Peringatan nih! Jangan sampai novel ini di-copas atau diperjualbelikan ulang, ya. Kalo ada yang berani, langsung DM ke admin aja biar diurus. Jangan main-main deh!⭐

Tiap hari bakal di-upload 1 sampai 2 chapter, jadi stay tuned! Selamat menikmati ceritanya! 😎
------
Farel masih duduk di depan cermin di kamarnya, memandangi dirinya sendiri sambil menghela napas. Sudah berminggu-minggu sejak dia pertama kali mulai mengikuti apa yang Lila inginkan. Dari pakaian, cara bicara, sampai gerak-geriknya, semua perlahan berubah. Dia dulu adalah cowok cuek yang nggak pernah peduli sama apa kata orang, tapi sekarang, entah kenapa, dia jadi lebih peduli sama hal-hal yang sebelumnya dia anggap nggak penting.

Tiap kali ngaca, Farel mulai nggak kenal siapa yang dia lihat. Dulu dia nggak peduli soal penampilan-asal rapi, udah cukup. Tapi sekarang? Dia mulai mikirin soal make-up, gaya rambut, bahkan aksesoris yang Lila sering bawa tiap kali mereka ketemuan. Rasanya kayak ada dua sisi yang bertarung di dalam dirinya, satu sisi yang ngotot buat bertahan jadi diri sendiri, dan satu lagi yang pelan-pelan menyerah.

Lila, di sisi lain, makin dominan. Setiap hari, dia selalu muncul dengan ide-ide baru yang nggak habis-habis. "Rel, coba pakai ini deh. Gue yakin lo bakal cocok banget!" atau "Rel, rambut lo kalo digerai lebih bagus deh, lo kelihatan lebih soft." Kata-kata Lila selalu berhasil ngebuat Farel goyah, meski di dalam hati dia tahu ada yang salah. Tapi anehnya, meski dia tahu itu salah, dia nggak bisa nolak. Rasa penasaran dan kenyamanan aneh yang dia rasain tiap kali ngikutin Lila, bikin dia makin tenggelam ke dalam dunia yang Lila ciptain buat dia.

Pagi itu, Lila datang lagi ke rumah Farel. Bawaannya seperti biasa-tas belanjaan penuh baju baru dan aksesoris. "Rel, gue bawa sesuatu yang spesial banget hari ini. Lo harus coba," katanya dengan senyum lebar.

Farel, yang biasanya masih berusaha nolak di awal, kali ini cuma bisa pasrah. Entah kenapa, tiap kali Lila ngomong kayak gitu, dia ngerasa nggak punya pilihan lain selain nurut. "Apa lagi sekarang?" Farel nanya, nada suaranya terdengar lelah tapi nggak ada perlawanan.

Lila ngeluarin gaun berwarna hitam simpel tapi elegan dari kantong belanjaannya. "Gue nemu ini di toko kemarin, langsung kepikiran lo pas ngeliatnya. Lo harus banget coba, Rel!"

Tanpa banyak mikir, Farel cuma ngangguk dan ngambil gaun itu dari tangan Lila. Rasanya absurd, tapi dia udah nggak peduli lagi. Perlahan-lahan dia mulai ganti bajunya, sementara Lila duduk di pinggir kasur, memperhatikan tiap gerakannya.

Pas gaun itu udah nempel di tubuhnya, Farel ngeliat cermin sekali lagi. Dia nggak tahu harus ngerasain apa. Di satu sisi, gaun itu terasa nyaman dan pas, tapi di sisi lain, dia bener-bener ngerasa jauh dari siapa dirinya yang dulu. "Gue jadi kayak apaan sih, Lil?" dia nanya pelan, suaranya nyaris nggak kedengeran.

Lila bangkit dan mendekat ke cermin, berdiri di belakang Farel sambil ngelirik penampilan barunya. "Lo keliatan cantik, Rel. Serius. Lo harus percaya diri, lo tuh punya sesuatu yang gue nggak pernah liat di cowok lain."

Farel cuma bisa diem. Kata-kata Lila, meski terdengar tulus, bikin dia makin bimbang. Apa yang sebenernya Lila mau dari dia? Apa Lila cuma sekadar main-main, atau ada sesuatu yang lebih dari ini semua?

Seiring waktu, Farel mulai ngerasa semakin nggak bisa ngendaliin perasaannya sendiri. Dia jadi lebih sensitif, lebih gampang tersinggung, dan lebih emosional. Sifatnya yang dulu cuek, pelan-pelan berubah jadi lebih lembut. Dia mulai suka dandan, mulai suka nyobain baju-baju baru, dan bahkan mulai suka perhatian yang dia dapet dari orang-orang di sekitar, terutama dari Lila. Ada kepuasan tersendiri setiap kali Lila ngasih pujian atau bilang kalau dia cocok pake baju tertentu.

Tapi di balik itu semua, ada rasa takut yang nggak bisa Farel hilangin. Dia takut kalau dia terlalu jauh tenggelam dalam dunia yang Lila buat, dia nggak bakal bisa balik lagi jadi dirinya yang dulu. Rasa takut itu muncul tiap malam, waktu dia sendirian di kamarnya, berdiri di depan cermin dan ngerasa asing dengan dirinya sendiri. Setiap kali dia liat refleksi di cermin, ada perasaan aneh yang terus muncul. Dia udah berubah, dan perubahan itu makin nggak bisa dia kendaliin.

Gue Gak Mau Jadi FemboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang