BAB5

671 15 0
                                    

⭐Peringatan nih! Jangan sampai novel ini di-copas atau diperjualbelikan ulang, ya. Kalo ada yang berani, langsung DM ke admin aja biar diurus. Jangan main-main deh!⭐

Tiap hari bakal di-upload 1 sampai 2 chapter, jadi stay tuned! Selamat menikmati ceritanya! 😎

----------

Setelah menghabiskan waktu cukup lama di rumah Lila, Farel akhirnya mengalah dengan ajakan sahabatnya untuk keluar malam itu. Suasana di kamar Lila yang penuh dengan percakapan seru tentang tren terbaru dan gaya fashion perlahan-lahan beralih menjadi obrolan ringan tentang tempat nongkrong yang sedang populer di kota. Lila dengan antusias mengajak Farel untuk pergi ke kafe favorit mereka, dan meskipun ragu, Farel mengiyakan dengan anggukan pelan.

"Yuk, kita jalan sekarang. Udah malam, tapi anginnya enak banget. Bawa jaket, Rel, biar nggak kedinginan," ucap Lila sambil bergegas merapikan barang-barangnya. Dia tersenyum penuh semangat saat melihat Farel perlahan berdiri dari sofa, wajahnya masih menunjukkan tanda-tanda keraguan yang sama seperti sebelumnya.

Mereka meninggalkan rumah Lila dengan langkah santai. Jalan setapak menuju taman di ujung jalan diterangi lampu-lampu kecil yang memberikan suasana hangat. Namun, dalam hati Farel, tidak ada kehangatan yang bisa mengusir rasa aneh yang semakin menekan. Dia melirik ke arah Lila yang terlihat begitu riang, seakan malam itu adalah petualangan yang menyenangkan. Sementara itu, Farel merasa sebaliknya—seperti terjebak dalam situasi yang perlahan menggiringnya menuju sesuatu yang tidak dia pahami.

Mereka tiba di taman, dan Farel memutuskan untuk berhenti sejenak. Ia menghirup udara malam yang segar, mencoba menenangkan pikirannya. Di tengah kesunyian taman yang hanya diiringi oleh suara angin yang berdesir pelan, Farel menatap langit. Bintang-bintang bersinar redup, tetapi tidak cukup untuk membuatnya merasa tenang.

"Lil, bentar, gue pengen duduk dulu di sini," kata Farel, menunjuk bangku taman yang kosong. Lila menoleh dan mengangguk. Mereka duduk berdua dalam keheningan sejenak, hanya suara dedaunan yang bergesekan diterpa angin yang mengisi udara di sekitar mereka.

"Loh, kenapa jadi diem, Rel? Tadi semangat kan buat keluar?" tanya Lila, matanya menatap Farel dengan sorot penuh rasa ingin tahu. Farel hanya mengangkat bahu, tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaan ganjil yang menghantuinya sejak tadi.

"Nggak apa-apa, cuma butuh sedikit waktu aja. Malam ini... rasanya beda aja," jawab Farel pelan, lebih pada dirinya sendiri daripada untuk Lila.

Lila tersenyum kecil. "Itu biasa, Rel. Kadang kita ngerasa kayak gitu, tapi yang penting adalah jalan terus dan nikmati aja. Lagian, kita mau nongkrong di kafe favorit kita. Siapa tahu perasaan lo bakal membaik setelah sampai sana."

Farel hanya mengangguk. Tanpa banyak bicara lagi, mereka melanjutkan perjalanan menuju kafe yang hanya berjarak beberapa blok dari taman. Hati Farel masih dipenuhi kebingungan, namun ia mengikuti langkah Lila, seperti biasa, tak sanggup untuk menolak. Malam itu terasa begitu panjang, dan Farel tahu, ada sesuatu yang berubah—sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya, tetapi semakin sulit diabaikan.

Malam itu terasa begitu berbeda. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Farel ketika dia berjalan bersama Lila menuju kafe favorit mereka. Meski udara malam cukup sejuk, Farel merasa panas, tapi bukan karena cuaca. Perasaan aneh yang selama ini menekan batinnya semakin menyesakkan, terutama setelah Lila sekali lagi memaksa Farel untuk berdandan lebih feminin.

"Kali ini lo harus nyoba yang lebih berani, Rel. Rok pendek ini bakal bikin lo lebih keren!" kata Lila penuh semangat, menyerahkan sebuah rok mini berwarna hitam dan tank top putih ketat. Farel menatap pakaian itu dengan ragu, seluruh tubuhnya menolak. Tapi seperti biasa, ada sesuatu yang menahan mulutnya untuk berkata tidak. Pikirannya seolah beku setiap kali Lila berbicara dengan nada perintah.

Gue Gak Mau Jadi FemboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang