18 - Agni - A small boat

2 0 0
                                    

Selamat datang.

Comment emot 🥀 ?

*

Jangan lupa vote, menyemangati saya dalam menulis. 😘

*

*


 Kunang-kunang mengitari pelipis mataku, ketika kubuka mata, ternyata cahaya pantai dari luar yang menelusuri jendela rumah yang melintasi sofa lebar ini, ku tengok kiri dan kanan, ketika kusadari sebuah gundukan besar menggulung di bawah lantai.

Ren tertidur telungkup di bawah sofa ini.

"Kasihan.. Ren yang malang." Ku elus kepalanya, itu membuatnya perlahan membuka mata, terdapat air mata kering di pipinya, dengan pakaiannya yang kotor oleh tangan.

"Kakak." Dia mengendus, seolah semalaman penuh kenyang menangis. Kuangkat tubuhnya sehingga dia duduk di pangkuanku untuk kupeluk.

"Kenapa tidak membangunkanku?" Aku menepuk-nepuk ujung gaunnya agak kotoran tanah setidaknya menghilang, Ren malang, dia pasti ketakutan ketika berlari tadi, padahal sekuat tenaga kami mencoba untuk menghapus memorinya tentang kejadian-kejadian masa lalu, dan malah terulang lagi terlebih yang mengejar adalah manusia.

"Kakak tertidur pulas, Ren juga ngantuk.." Dia mengendus lagi dan berbalik badan untuk memeluk, itu membuatku menepuk-nepuk punggungnya.

"Maaf ya, seharusnya aku tidak meninggalkanmu semalam, kau pasti takut sekali."

Dia menggeleng, "Tidak takut! Mereka lemah, setelah kugigit aku bisa lari cepat kesini, hehe!"

Tangisannya berhenti, "Kau hebat, menggigit tangan penjaga dan bisa membuat mereka berhenti mengejar."

"Yang kugigit leher kak, mereka langsung tidur."

"Hah?" Aku menatap turun sementara senyum Ren terbit, "Tunggu.. mereka tidur? Seperti di sihir?"

"Bukan, pokoknya mereka tidur. Mama bilang aku cuma bisa rasain sihir aja," Raut wajah lugunya membuatku semakin linglung, bagaimana dia bisa menidurkan seseorang dari gigitan, "Tidurnya sampai miring-miring."

Jangan bilang anak lima tahun mampu mematahkan leher seseorang dengan gigitan?

"Ah ya.." Mungkin imajinasiku terlalu berlebihan, "Mereka tidur nyenyak sekali."

Seakan bangga karena menjadi anak yang dipuji, senyum Ren semakin lebar, lalu dia melihat leherku dia menyentuh liontin kalung milik Mama dan mengendus, "Punya Mama, Kak." Wajahnya sedih lagi, "Ren mau Mama."

"Dengan ini kita bisa menemukan Mama." Karena seperti ini, aku tidak bisa meninggalkan Ren maupun membawanya pada petualangan mencari Rhosadaiona, aku harus apa?

"Ren tahu Mama dimana!" Ketika dia berkata seperti itu kepalaku menunduk padanya, menatap bola mata sipit berwarna hitamnya, seakan berubah warnanya sedikit kemerahan.

"Bagaimana bisa?"

"Aroma sama ada warna merah Mama." Dia langsung turun, lalu berjalan berputar mengelilingi ruangan, "Ini Mama kesini, Mama kesini.. bau Mama.. warna merah Mama kesini.." Dia berhenti berdiri di depan pintu, "Mama keluar kesana!"

'Apa ada yang bisa bahasa bocah? Aku tidak paham maksudnya.. tunggu..'

Mama berkata kalau Ren bisa merasakan aura.

Dia bukan hanya bisa merasakan, dia bisa melihat dan mencium aromanya.

"Bagaimana dengan Kak Iskra?"

"Kembali pulang.." Matanya naik padaku ketika aku berjalan ke arah pintu, kusadari ketika terbiar cahaya, rona merah pada mata hitamnya berpendar.

"Ren, kita cari Mama bersama ya, tapi janji untuk selalu di samping-"

BRAKK

Suara dobrakan di depan pintu membuat kami tersentak, aku mendekap mulut adikku demi menyembunyikan suara sekecil apapun. "Stt.." Aku memundurkan tubuh Ren sedikit.

"Tuan Putri! Kembalilah, ini demi keselamatan kalian! Tuan Putri, kami tahu kalian di dalam sini."

Ketika aku melihat sekeliling, tidak ada benda apapun untuk melawan, belati pun tidak mungkin aku gunakan karena Ren kecil ada di sampingku, dan jujur saja aku takut darah.

Jadi kami terus mundur dan membuka jendela dari arah lain, jendela tepat di belakang pintu masuknya, beruntung belum ada yang sadar ketika kami keluar dari rumah pantai.

Kami mengendap-endap hingga sisi rumah, sementara para penjaga itu masih mengetuk-ngetuk pintu dengan ketukan yang lebih seperti gebrakan, kulihat perahu sekoci kayu di seberang dek pantai, cukup jauh dan terekspos mata mereka.

"Ren, bisa berlari?" Bisikku.

Dia mengangguk.

"Dalam hitungan tiga ya-"

Anak itu langsung berlari sangat kencang, membuatku melongo sekali lagi.

"HEI!" Suara sahutan itu membuatku tersadar akan kekaguman adikku pada seberapa cepatnya dia berlari, aku menyusulnya dengan lari yang lebih cepat dibanding para penjaga hingga berdiri dan melepas tali perahu yang mengikat pada kayu. Ren telah mengerti apa yang harus dia lakukan, yaitu duduk di atas perahu yang di ikuti kami. Lalu perahu ini melaju ke lepasnya laut.

Ren melambaikan tangan pada para penjaga ketika mereka berhenti di atas ujung dok dengan raut kecewa juga linglung, tidak dapat mengejar kami yang sudah jauh semakin ke tengah lautan, sementara aku menahan rasa ragu akan kemana kapal ini berlabuh, tidak ada persiapan makanan, tidak ada selimut hingga penutup sekoci agar kami tidak kepanasan di laut lepas ini membuatku khawatir akan keselamatan Ren, namun senyumnya kian lebar seakan merubah matahari, dia memang sosok mentari terbit.

Aku harus berani karena Ren bergantung padaku, aku harus berani demi bertemu Mama.

Tunggu kami, aku yakin perahu kecil ini akan membawaku padamu, Ma.


*

*

Jangan lupa follow agar mendapat info kelanjutan ceritanya! Terimakasih sudah membaca!

🥰

Cozyrinn 28/10/2024

*

Setelah, selamanya. - cozyrinnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang