"Rindu paling berat itu ketika hanya bisa mendoakan dari kejauhan tanpa pernah tahu kabar masing-masing,"-Rayna-
Rayna menatap pemandangan di luar jendela, embun pagi mengalir lembut di kaca. Angin sepoi-sepoi berbisik, menyampaikan rindu yang terpendam di relung hatinya. Sudah satu bulan berlalu sejak dia terakhir bertemu Bryan, tanpa sapaan, tanpa senyuman hangat, tanpa tawanya yang selalu mampu membuatnya terkesan. Kenangan itu kini hanya tersisa dalam bayang-bayang, momen-momen indah yang terus menghantui pikirannya. Bryan, yang selalu ada, kini entah di mana.
Ketidakpastian itu melahirkan kerinduan yang semakin menyiksa. Dia mengalihkan pandangan dari jendela dan melihat sekeliling ruangan. Perasaannya terasa sesak, seperti ada sesuatu yang mengikatnya.
“Rayna!” panggil suara lembut dari arah pintu.
Rayna berbalik dan melihat Erlina berdiri dengan senyum yang dipaksakan. “Sudah sarapan?”
“Belum,” jawabnya singkat, merasa tidak ingin berbicara lebih jauh.
Erlina menghela napas. “Ayo, kita harus cepat. Ada janji sama keluarga Julian.”
Rayna mengerutkan dahi, wajahnya seketika suram. Keluarga Julian adalah orang yang paling tidak ingin dia temui saat ini. Julian, pria yang selalu berusaha mendekatinya, diharapkan oleh kedua orang tua mereka untuk bersatu. Namun, Rayna tidak pernah merasakan ketertarikan sama sekali. Justru Rayna membenci Julian, karenanya Bryan terluka dan kini menjauhinya.
“Ma, aku nggak mau,” kata Rayna pelan, nada suaranya penuh keraguan.
“Rayna, ini penting. Kita perlu menjaga hubungan baik antara keluarga. Keluarga Julian sangat membantu kita selama ini,” balas ibunya, nada sedikit tegas.
“Bukan berarti aku harus berjodoh sama Julian!” serunya, suaranya meninggi.
Erlina menghela napas lagi. “Mama tahu ini sulit, sayang. Tapi kamu harus ngerti kalau ini demi masa depanmu. Julian adalah pilihan yang terbaik.”
Rayna tidak menjawab. Hatinya berontak. Dia merasa terjebak, seperti dalam sebuah permainan di mana dia tidak memiliki kendali. Semua orang mengharapkannya untuk memilih, tetapi hatinya hanya terpaut pada Bryan. Ia merindukan saat-saat mereka bersama, berbagi mimpi dan tawa. Dia ingin Bryan di sisinya, bukan Julian.
Hari itu terasa semakin kelam. Mereka sudah sampai di rumah Julian. Rayna berusaha menekan rasa enggan dalam hatinya. Dia tidak ingin menghadapi senyum manis Julian yang penuh harapan.
“Rayna! Gue seneng liat lo!” Julian melambai dengan ceria, senyumnya lebar.
Ia hanya bisa membalas dengan senyuman yang dipaksakan. “Iya.”
Mereka masuk ke dalam rumah, di mana kedua keluarga sudah berkumpul. Suasana hangat menyelimuti ruang tamu, tetapi hatinya justru semakin dingin.
“Rayna, bagaimana denganmu dan Julian?” tanya Yura dengan nada penuh harap.
“Belum ada apa-apa, Tante,” jawab Rayna pelan.
“Ayo, Rayna! Julian itu baik, Nak. Nggak kalah ganteng sama cowok korea!” kata Erlina menambahi.
Kedua orang tua Rayna saling bertukar pandang, sepakat untuk berencana menjodohkan anak-anak mereka. Rasa tertekan semakin membebani pikirannya. Apakah dia benar-benar harus melakukannya? Setiap kali Julian menyentuhnya, dia merasakan getaran yang aneh. Tidak ada cinta, tidak ada perasaan yang menggebu. Semuanya terasa hampa. Tidak seperti saat Rayna bersama Bryan.
![](https://img.wattpad.com/cover/297842247-288-k945832.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Be Yours? [TERBIT]
Genç Kurgu[CERITA LENGKAP] Terbit di Teori Kata Publishing Adelia Rayna Putri, mahasiswi cantik Desain Komunikasi Visual dan Arsenio Bryan Adhitama, mahasiswa Sastra yang dipertemukan Tuhan di Pekan Seni Kampus. Karya seni mereka, lukisan Rayna dan puisi Brya...