"TerKadang, jalan pulang yang paling menyakitkan adalah menuju tempat yang tidak lagi menerimamu." - Liamendra Madaharsa
***
Di malam Liam kabur dari rumah, di pagi harinya Jenita histeris saat melihat kamar sang anak kosong, Liam tidak ada di sana, bersama dengan baju-baju yang hilang dari lemari. Wanita itu tentu saja panik, menangis, dan memohon kepada sang suami untuk segara menemukan anak mereka.
Hendrick pun berusaha mencari sang anak yang tiba-tiba saja menghilang tersebut, hingga pada akhirnya ia tahu keberadaan sang anak. Liam mengikuti audisi menyanyi, anak itu rela kabur dari rumah hanya untuk mengikuti audisi tersebut.
Rasa kecewa dan marah pun tak dapat Hendrick dan Jenita sembunyikan saat tahu kebenarannya, jika Liam sudah berani melanggar, itu sama saja sudah berkhianat kepada mereka. Maka sejak saat itu, mereka berjanji tidak akan menerima hidup Liam di hidup mereka lagi.
"Jangan lama-lama, setelah ini pergilah," kata Jenita sarkas. Jika tidak melihat si bungsu yang memohon kepadanya untuk membiarkan Liam masuk, Jenita tidak akan mau.
Liam hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya, kini ia seperti orang asing yang datang. "Boleh nggak aku nginep satu malam aja di sini, Bunda? Aku ... aku kangen rumah."
Jenita mendengus. "Jangan melampaui batas, sudah untung kamu Bunda izinkan masuk. Jadi, jangan banyak mau."
"Bunda, bolehin Kakak nginep. Kasian Kakak baru dateng, pasti capek," sahut Wira. Ia tahu seberapa besar kekecewaan sang ibu kepada Liam, tetapi ia tidak bisa membiarkan begitu saja sang kakak pergi karena diusir oleh sang ibu.
"Wira," tutur Jenita yang menyiratkan ketidaksukaan terhadap permintaan si bungsu.
"Aku mohon Bunda." Wira memasang wajah memelas, berusaha membuat hati sang bunda luluh, sehingga bisa membuat sang kakak tetap berada di sini.
Liam hanya bisa menunduk, dalam hati ia merasa terharu dengan sang adik yang berusaha mempertahankan dirinya di sini. Sementara itu, lagi-lagi Jenita merasa tak mampu untuk menolak permintaan Wira. Akan tetapi, sebelum Jenita mengeluarkan suaranya, tiba-tiba saja Hendrick datang dan menarik kerah baju Liam, membuat orang-orang di sana terkejut.
"A-ayah," ucap Liam gagap, ia terkejut akan kedatangan sang ayah yang kini memandang tajam padanya.
"Siapa yang mengizinkan kamu masuk ke sini, hah!" bentaknya, amarah pria itu langsung membuncah saat melihat anak yang sudah mengecewakan dirinya ini tiba-tiba ada dalam rumahnya.
"Pergi kamu! Pergi!" bentak Hendrick lagi, ia tidak segan-segan menarik sang anak secara paksa agar pergi dari sana.
"Yah, a-aku minta maaf. Tolong kasih kesempatan," ujar Liam, berusaha melepaskan tangan sang ayah yang masih bertengger di kerah bajunya. Jujur saja, detak jantungnya terpacu lebih cepat dan terasa nyeri karena terkejut akan perlakuan Hendrick. Akan tetapi, yang lebih penting saat ini adalah usahanya meluluhkan sang ayah.
"Nggak ada maaf buat kamu! Keluar!" Hendrick tak memedulikan Liam yang memohon, dengan tega dirinya pun mendorong Liam hingga anak itu terjatuh di lantai yang dingin.
"A-ayah," lirih Liam. Ini pertama kalinya ia melihat sang ayah marah besar, bahkan sampai tega seperti ini kepadanya. Itu artinya, kesalahan yang ia buat memang sangat fatal.
"Kakak." Wira maju, berniat untuk menolong sang kakak. Namun, ia dicegah oleh Hendrick yang menentukan anak tersebut.
"Jangan sekali-kali kamu deket sama pengkhianat kayak dia! Masuk kamarmu!" titah Hendrick dengan tegas, wajahnya masih terlihat memancarkan kemarahan yang membara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagu Terakhir untuk Pulang
Teen FictionLiam adalah seorang pemuda berbakat yang sejak kecil bermimpi menjadi penyanyi. Namun, impiannya itu ditentang keras oleh kedua orang tuanya yang menganggap bahwa musik tidak akan memberinya masa depan. Tak tahan dengan penolakan dan tekanan dari ke...