Gadis keras kepala

41 17 9
                                    

☺︎☺︎☺︎happy reading☺︎☺︎☺︎

◦•●◉✿✿◉●•◦

"Terima kasih untuk hari ini, jangan lupa untuk belajar, minggu depan ulangan harian. Dan selama beristirahat." Ucap Aryan sebagai kata terakhir untuk mengajar hari ini.

Lalu guru muda itu keluar kelas, diikuti oleh semua murid yang berbondong-bondong menuju kantin, begitu pula dengan Jihan dan Laura, mereka saling merangkul sambil sesekali melempar candaan.

Langkah keduanya berhenti, saat Vano berdiri di depan mereka, menyodorkan sebuah tepak makan pada Jihan, membuat gadis itu mengerutkan keningnya.

"Ini sandwich buat kamu, Jihan" Ucap Vano.

Jihan menghela nafasnya, "gak usah repot-repot, Van. Lo gak perlu ngelakuin ini ke gue."

Tiba-tiba Laura menerima pemberian dari Vano, "oke makasih, Van. Nanti gue nyuruh Jihan buat makan." Pungkas gadis itu kemudian menarik lengan Jihan untuk pergi dari hadapan Vano.

Jihan melepaskan cekalan Laura, "apaan sih, Lau. Asal nerima aja, nanti Vano salah paham."

"Gak baik menolak pemberian orang lain, Jihan." Jawab Laura. Sebenarnya Laura cuman kasihan sama Vano yang selalu ditolak oleh Jihan.

Sesampainya dikantin, Jihan memasang wajah kesal karena melihat Aryan tengah duduk berduaan dengan Bu Cyntia, dengan kesadaran penuh Jihan langsung menghampiri mereka, tak akan Jihan biarkan orang lain merebut perhatian dari Aryan.

"Lau, gue pinjem." Tukas Jihan sambil merebut paksa tepak makan pemberian Vano ditangan Laura.

Jihan duduk dengan percaya diri di depan Aryan, menatap tajam pada Bu Cyntia, sedangkan wanita cantik itu terheran-heran dengan salah satu muridnya itu. Aryan yang sudah tau sikap Jihan, hanya menghela nafas lelah, bahkan saat jam istirahat pun, Aryan masih diganggu oleh Jihan.

"Bu, saya ada perlu sama Om Aryan." Ceplos Jihan begitu saja.

Bu Cyntia menatap Aryan, "dia keponakan kamu, Pak Aryan?"

"Saya calon istri Om Aryan." Sahut Jihan, membuat wanita disamping Aryan menutup mulutnya tak percaya.

Aryan menatap sinis Jihan, sungguh jawaban yang keluar dari mulut Jihan, sangat di luar dugaannya.

"Jangan di anggap serius, Bu. Saya cuman wali kelas dia." Jelas Aryan, Bu Cyntia mangut-mangut saja, kemudian meninggalkan mereka, membuat Jihan tersenyum lebar.

Jihan menopang dagunya, mengamati wajah Aryan dengan lekat, dia tampak sempurna di mata Jihan, mungkin Tuhan sedang berbahagia ketika menciptakannya. Aryan yang menyadari Jihan sedari tadi menatapnya tanpa berkedip sedikit pun, membuat Aryan frustasi sendiri, entah apa yang harus dia lakukan lagi, untuk menghentikan Jihan memanggilnya dengan sebuatan Om.

Detik selanjutnya, Jihan memberikan sebuah tepak makan di depan Aryan, "Om suka sandwich, gak?"

"Saya gak suka sayuran." Jawab Aryan apa adanya.

"kalau gitu, udah suka sama saya belum?" Tanya Jihan dengan kesadaran penuh.

Aryan meletakkan sendok dipiringanya, kemudian menatap Jihan, "saya suka sama kamu karena kamu murid yang pintar. Tapi saya gak suka sama sikap kamu yang kurang sopan."

"Kok gitu sih, padahal saya suka semua yang ada dalam diri Om Aryan."

"Kamu yakin sudah mengenal saya?"

Jihan menganggukan kepalanya tanpa ragu, dia rasa sudah cukup untuk mengenal Aryan, meski sebenarnya, Jihan belum tau sifat Aryan seperti apa selain menjadi seorang guru.

Om, Ayo Nikah! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang