Jika ada satu hal yang benar-benar tidak disukai George, itu disebut jam lembur. Dia sangat membencinya, dan sialnya hari ini adalah salah satu hari di mana dia harus bekerja sampai larut malam, melewati waktu biasanya.
Saat dia kembali ke rumah, lampu masih mati. Dia menggeledah di seluruh rumah, berjalan di kamar tidur. Dia mendapati Yelena yang berbaring di sofa, mengantuk tetapi masih terjaga, menggosok matanya saat George menatapnya. Wanita itu hampir tertidur saat dia menunggu George pulang, berbaring di sofa kamar.
"Kau sudah pulang, " Sapanya lembut, namun tidak mendapat balasan dari George.
Dan dari kerutan dahinya dan bibirnya yang melengkung ke bawah, Yelena segera menyadari bahwa George sedang dalam suasana hati yang buruk. Dia duduk dengan jantung berdebar, bertanya-tanya apa yang akan dilakukan George.
"Buka bajumu. Jangan membuatku mengulanginya malam ini, mengerti?"
Nada suara pria itu masih lembut meskipun dia sangat kesal karena harinya yang panjang. George mulai membuka ikat pinggangnya dan melepas dasinya, dia sama sekali tidak berencana untuk bersikap lembut malam ini. Kebiasaan nya setelah dia menjalani hari yang menyebalkan- melampiaskannya ke seks yang kasar pada wanitanya, Yelena, dan wanitanya pun tahu.
"Ya...," Yelena membalas dengan suaranya yang lembut dan patuh, menanggalkan pakaiannya.
Dia melepas gaun tidur satin putihnya, melepas bra dan celana dalamnya dengan perlahan. Jantungnya berdebar dengan antisipasi, ini akan menjadi malam yang panjang, pikirnya.
Mendengus, George dengan cepat menanggalkan kemeja dan celana kantorannya, memperlihatkan dadanya yang berotot, lebar, dan penisnya yang berurat menonjol yang sudah setengah keras karena nafsu.
Dia melempar pakaiannya ke samping dengan ceroboh, tidak repot-repot melipatnya dengan rapi seperti biasanya.
"Naik ke tempat tidur," perintahnya dengan kasar sambil menunjuk ke tengah kasur.
Yelena mengangguk patuh, meletakkan pakaiannya ke sofa lalu beranjak ke kasur, merebahkan tubuhnya dengan jantung berdebar.
Kesabaran pria itu menipis dan ia ingin meredakan ketegangan. Begitu Yelena berbaring, ia naik ke tempat tidur, menjulang di atasnya dengan ekspresi tegas.
"Kau tahu aku tidak ingin bermain-main malam ini, sayang. Berbaring saja dan biarkan aku yang mengurus semuanya," Suaranya tidak menoleransi argumen saat ia mulai melepas kacamatanya, menaruhnya di meja samping tempat tidur.
Mata tajamnya menatap Yelena, membuatnya jelas bahwa ia mengharapkan kepatuhan segera. Geraman rendah bergemuruh di dada George saat ia melihat Yelena berbaring dibawahnya, sangat manis dan patuh, menggairahkan.
Tangannya bergerak cepat mencengkeram pinggul Yelena, jari-jarinya menggali daging wanitanya dengan posesif. Dia menarik Yelena ke tubuhnya, panas gairahnya terlihat jelas tanpa kain yang memisahkan.
"Bagus," bisiknya, menggigit cuping telinga Yelena sebelum mengecup sisi lehernya dengan hangat, membuat Yelena mengerang pelan.
"Hng.. "
Satu tangan meluncur ke atas untuk menjerat rambut Yelena dan memiringkan kepalanya. menarik kepalanya ke samping dengan kuat dan memperlihatkan lebih banyak kulitnya yang rentan pada perhatiannya.
"Semua stresku adalah milikmu malam ini, Yelena. Kau sebaiknya mengingat itu," ia memperingatkan, menekankan kata-katanya dengan meremas pinggul Yelena dengan kuat.
Kemudian, dengan gerakan tiba-tiba, ia memutar Yelena untuk menghadap ranjang, menekuknya hingga ke tepi ranjang.
"Ouch..," Rintihan pelan keluar dari bibir Yelena, kakinya sedikit gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drunk in Lust [Oneshots]
RomantizmAdult oneshots stories [18+] Contain; vulgarity, sex, mature content. Please be wise of what you read. Mengandung; vulgaritas, sex, adegan dewasa. Mohon kebijakan dalam membaca. Minor do not interact 🔞⚠️ ©lemonadencat