Heeseung menghela napas berat di tengah malam yang sunyi, duduk di ruang kerjanya dengan tangan yang sudah terasa kaku karena terlalu lama mengetik. Pekerjaan yang seolah tidak ada habisnya terus menumpuk di meja, membuat kepalanya pusing dan pikirannya terasa berat. Di saat yang sama, bayangan wajah ayahnya muncul di benak Heeseung, mengingatkan akan tuntutan yang tinggi dan kritik tajam jika Heeseung melakukan kesalahan sedikit saja.
Ayahnya bukan orang yang mudah memaafkan; ia mengharapkan kesempurnaan dari Heeseung, seakan-akan satu kesalahan kecil pun dapat merusak citra keluarga mereka. Sebagai anak pertama, Heeseung merasa beban itu semakin menghimpitnya setiap hari. Ia dituntut untuk menjadi sempurna dalam segala hal. Baik di pekerjaan maupun dalam hubungan keluarganya, setiap keputusan yang diambilnya seolah selalu diawasi, setiap langkahnya ditimbang seakan ia tak boleh keliru sedikit pun.
Heeseung bangkit dan berjalan menuju jendela yang menghadap ke kota yang terang benderang. Namun, dalam pancaran cahaya, dia justru merasakan kehampaan yang menyelimuti.
Dia bertanya pada dirinya sendiri: berapa lama dia harus terus menanggung tekanan ini? Terkadang ia merasa lelah tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental dan emosional. Ia mendambakan kebebasan yang belum pernah dirasakannya , kebebasan menjadi dirinya sendiri tanpa dihantui bayang-bayang tuntutan.
Seiring waktu berlalu, Heeseung mulai merasakan gejala fisik dari stres yang terus menumpuk. Tidur yang tidak berkualitas dan pola makan yang tidak teratur membuatnya semakin lelah. Heeseung mencoba untuk berbagi perasaannya dengan teman-temannya, tetapi sering kali kata-katanya terhenti di tenggorokannya. Tak ada yang bisa mengerti beban emosional yang ia rasakan, dan semakin sulit baginya untuk menunjukkan sisi rapuhnya.
Heeseung merasa terasing, seolah hidup dalam dunia di mana hanya ada dirinya dan tuntutan yang tak pernah berujung. Keberanian untuk mengungkapkan kesedihan itu seperti hilang ditelan rasa takut akan penilaian.
Namun, pada satu malam ketika Heeseung beristirahat di sofa, suara pintu terbuka dan Jay, adiknya, masuk dengan ekspresi khawatir. Tanpa ragu, Jay mendekati Heeseung dan menatapnya dalam-dalam. "Hyung, kamu terlihat sangat lelah. Apa ada yang salah?" tanyanya, penuh keprihatinan. Pertanyaan sederhana itu membuka pintu bagi Heeseung untuk berbagi, dan ia menemukan bahwa adiknya justru bisa memberikan rasa tenang yang tidak ia duga.
Dalam percakapan yang mengalir, Heeseung merasakan beban di hatinya sedikit terangkat. Jay mendengarkan tanpa menghakimi, dan dengan kata-kata yang tulus, ia membantu Heeseung menyadari bahwa tidak ada salahnya untuk mengakui kelemahan dan mencari dukungan. Momen itu membuat Heeseung menyadari bahwa terkadang, untuk bisa kuat, ia perlu membiarkan orang lain masuk dan berbagi beban yang selama ini ia sembunyikan.
Setelah malam itu, Heeseung merasa sedikit lebih ringan. Perbincangan dengan Jay membuka matanya akan pentingnya berbagi beban dengan orang yang dicintainya. Ia mulai mencoba untuk lebih terbuka, meskipun dalam hati ia masih merasa ragu. Setiap kali tekanan dari pekerjaan dan tuntutan ayahnya datang menghimpit, Heeseung berusaha mengingat kembali momen itu, di mana adiknya memberikan pengertian dan dukungan tanpa pamrih.
Sementara itu, suasana di rumah pun berubah sedikit demi sedikit. Melihat Hyung nya yang lebih terbuka membuat Jay merasa lebih dekat dan berani untuk mengungkapkan perasaannya sendiri. Mereka mulai berbagi cerita dan harapan, menciptakan ruang di mana keduanya bisa saling mendukung satu sama lain. Heeseung menyadari bahwa meskipun tekanan dari ayahnya tetap ada, dukungan dari keluarga bisa memberikan rasa nyaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Perlahan, ia belajar bahwa untuk menjadi sempurna tidak berarti harus menanggung semuanya sendiri. Dengan bantuan Jay dan dukungan dari orang-orang terdekat, Heeseung mulai berani untuk menjalin komunikasi yang lebih baik dengan ayahnya, berharap dapat menciptakan pengertian yang lebih dalam antara mereka.
to be continue
31 Oktober 2024Thank you for your vote 🫶
untuk anak pertama, relate gak sama Heeseung? 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG | ON GOING
FanfictionTujuh bersaudara tinggal dalam satu rumah, tetapi masing-masing menyimpan luka batin yang tidak terlihat. Mereka tumbuh dengan cara yang berbeda dalam menghadapi tuntutan dan harapan dari keluarga. Kakak tertua merasa harus selalu sempurna, yang lai...