“Halo semuanya! Ni-ki sudah pulang!” Teriakan nyaring Ni-ki menggema di seluruh sudut rumah mewah itu, memecah keheningan yang tadi hanya diisi suara dentingan sendok dan sumpit. Sunghoon yang sedang menikmati ramen pedas sampai tersedak mendengar suara Ni-ki, membuat tenggorokannya panas terbakar. “Si pembuat onar sudah sembuh,” gumamnya sambil meraih segelas air putih. Dengan cepat, ia meninggalkan sisa makanannya dan berjalan menuju ruang tamu, penasaran dengan kelanjutan cerita Ni-ki.
Di sana, Sunghoon mendapati Ni-ki sedang duduk bersama Sunoo, yang tampak memeluknya dengan penuh kasih. Ni-ki mulai bercerita dengan semangat, menunjuk-nunjuk tangannya yang masih meninggalkan bekas lebam dari infus. "Lihat ini! Tangan adek sampai bengkak karena diinfus, belum lagi perawat yang selalu memaksa untuk makan," keluhnya sambil menampilkan ekspresi lucu yang mengundang tawa kecil dari Sunoo. Sunghoon yang berdiri tak jauh dari mereka hanya tersenyum geli, diam-diam merasa lega melihat Ni-ki kembali ceria setelah berhari-hari di rumah sakit.
Sunghoon mendekat dan duduk di samping mereka, matanya tertuju pada Ni-ki yang masih asyik bercerita. “Jadi… Ni-ki benar-benar bikin ribut di sana, ya?” godanya dengan senyum jahil. Ni-ki langsung mengerucutkan bibirnya, berpura-pura kesal. “Adek kan pasien paling baik di sana! Sunoo Hyung, bilang ke dia kalau Ni-ki tidak bikin ribut,” katanya sambil menggelayut manja di lengan Sunoo, yang hanya tertawa sambil menepuk punggungnya.
Sunghoon menggeleng-gelengkan kepala, tak bisa menyembunyikan senyum hangatnya. “Yah, Hyung cuma mau bilang, selamat datang kembali, si pembuat onar,” katanya sambil mengacak pelan rambut Ni-ki. Ni-ki memutar matanya, tapi senyum kecil tersungging di bibirnya. Rumah yang tadinya terasa sepi kini kembali hidup dengan canda dan tawa mereka. Sunoo, yang merasa senang melihat Ni-ki kembali ceria, tak henti-hentinya bertanya tentang pengalaman konyolnya di rumah sakit, sementara Sunghoon terus memerhatikan dengan tatapan lembut, bahagia melihat Ni-ki kembali di rumah.
“Ah, Ni-ki hampir lupa!” seru Ni-ki tiba-tiba, membuat Sunoo dan Sunghoon terkejut. “Adek bawa hadiah buat kalian,” lanjutnya dengan senyum penuh rahasia. Ni-ki mengeluarkan dua gelang kecil dari tasnya, masing-masing berwarna biru dan hijau dengan ukiran nama mereka di permukaannya. Sunoo langsung berseru kegirangan sambil menerima gelang birunya. “Ini keren banget, Ni-ki! Makasih!” katanya sambil memamerkan gelang di pergelangan tangannya.
Sunghoon, yang menerima gelang hijau, hanya tersenyum kecil. “Adek sempat-sempatnya bikin ini saat tengah dirawat?” tanyanya heran. Ni-ki mengangkat bahu, memasang wajah bangga. “Ya iyalah! Ni-ki memang hebat, kan?” godanya, sambil terkekeh. Sunghoon menggelengkan kepala, tak bisa menahan senyum. Sekali lagi, ia merasa kehadiran Ni-ki membawa suasana hangat dan ceria dalam rumah ini. Meski sering membuat keributan kecil, Ni-ki adalah energi yang membuat mereka semua merasa lengkap.
Ni-ki menatap ke sekeliling, mencari-cari sosok yang tak juga terlihat sejak ia pulang. “Tapi Jungwon Hyung ke mana? Tinggal dia yang belum dikasih gelangnya,” katanya sambil mengangkat gelang berwarna putih yang dikhususkan untuk Jungwon. Ada rona rindu di wajahnya, mengisyaratkan betapa ia ingin menyatukan semua orang dengan gelang-gelang itu.
Sunoo dan Sunghoon saling berpandangan sebelum Sunghoon angkat bicara. “Tadi pagi Hyung dengar dia bilang ada urusan mendadak, tapi nggak tahu pasti di mana,” jelasnya sambil mengangkat bahu. Namun, di sela keheningan itu, pintu depan tiba-tiba terbuka, menampakkan Jungwon yang membawa sekantong plastik penuh belanjaan. “Hyung dengar ada yang kangen nih?” katanya sambil tersenyum jahil. Ni-ki langsung berlari menghampiri Jungwon dan menyodorkan gelang putih itu dengan antusias. “Ini buat Hyung! Supaya kita semua punya gelang yang sama,” ujar Ni-ki dengan mata berbinar. Jungwon tersenyum lembut, memasangkan gelang di tangannya sambil melirik yang lain. Seketika, suasana terasa lebih hangat, seolah mereka semua dipersatukan oleh ikatan yang lebih dari sekadar seutas gelang.
____________________________________________________________
Malam itu, suasana makan malam di rumah terasa hangat dan penuh tawa. Ni-ki tak pernah kehabisan celotehan, berbagi cerita tentang betapa ia merindukan masakan rumah yang penuh rasa, sambil mengeluh tentang makanan rumah sakit yang sangat hambar. “Serius deh, bahkan bubur pun rasanya kayak air putih,” keluhnya dengan nada lirih. Semua yang ada di meja makan tertawa, terhibur dengan keluhannya. Tak lama, Ni-ki dengan nakalnya mulai menjahili Sunoo, mengambil potongan makanan dari piringnya dan cepat-cepat memasukkannya ke mulutnya sendiri. “Sampai jumpa di mulutku, Sunoo Hyung!” teriaknya sambil tertawa.
Heeseung, yang duduk di sisi Ni-ki, hanya bisa tersenyum melihat kejahilan adiknya. Dia merasa senang melihat semangat hidup Ni-ki, meskipun kondisi kesehatannya masih lemah.
Melihat Ni-ki yang terus menerus menjahili, Sunoo tak mau kalah dan memutuskan untuk membalas dengan cara yang lebih menggemaskan. Dia mendekatkan wajahnya ke Ni-ki dan dengan perlahan menggigit pipi Ni-ki, mengunyahnya dengan lembut sambil tertawa. "Hah! Rasanya lebih enak dari makanan rumah sakit, kan?" ujarnya dengan nada bercanda. Ni-ki terkejut sejenak, lalu tertawa terbahak-bahak, merasakan kehangatan dan kasih sayang dari kakaknya itu.
“Yah, Hyung! Itu tidak adil!” teriak Ni-ki sambil berusaha menghindar, tetapi tak bisa menahan senyum di wajahnya. Sunoo terus menggigit pipi Ni-ki dengan gemas, sementara Ni-ki balas melawan dengan menggoyangkan tubuhnya, menciptakan permainan sederhana yang membuat semua orang merasa senang dan tertawa heboh.
to be continue
28 Oktober 2024Thank you for your vote 🫶
maaf, pendek2 banget beberapa part terakhir, author gak kuat nulis yang fluffy² 😭👍 gemes sendiri 🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG | ON GOING
FanfictionTujuh bersaudara tinggal dalam satu rumah, tetapi masing-masing menyimpan luka batin yang tidak terlihat. Mereka tumbuh dengan cara yang berbeda dalam menghadapi tuntutan dan harapan dari keluarga. Kakak tertua merasa harus selalu sempurna, yang lai...