#11. Het Park

139 23 13
                                        

Dialog diaspora kini sudah memasuki sesi terakhir. Tanggung jawab Naya sebagai moderator akan segera selesai. Tak terbayang oleh Naya, bahwa sosok Damar sungguh berbeda saat berkaitan dengan pekerjaan. Penuh wibawa dan karismatik, itu kesan Naya selama memimpin jalannya acara forum dialog ini. Damar pun sukses membuat suasana menjadi santai meski topiknya serius, kemampuannya menjelaskan hal yang rumit menjadi sederhana sungguh membuat Naya terkesima.

Agenda forum dialog pun diakhiri dengan sesi foto bersama para pembicara dan moderator serta Bapak Dubes dan Ibu Mouly. Damar sengaja menarik Naya untuk berdiri di sampingnya, lalu merangkul kecil pinggang perempuan itu. Hal ini tak sengaja jatuh ke dalam pandangan Mouly.

Saat makan malam setelah acara pembukaan dan pameran kain wastra nusantara pun, Damar meminta Naya untuk duduk di sampingnya dan berdekatan dengan Mouly. Meski pria itu sudah memperkenalkan Naya sebagai teman kerjanya, tentu Mouly paham betul sifat anak bungsunya itu. Terlebih membaca gelagat saat putranya membelai lembut lutut Naya saat perempuan itu terlihat gugup selama makan malam. Pasti bukan sekedar teman kerja.

🍒 ----------- 🍒

Besoknya, Damar berjanji akan mengunjungi Naya di Rotterdam setelah office hour. Beruntung hari ini  adalah jadwal WFA untuk tim Naya, sehingga ia bisa pulang lebih awal. Pukul 3 sore Damar sudah duduk di lobby De Rotterdam, meski mereka baru akan bertemu satu jam lagi. Ia sengaja bermaksud menunggunya lebih awal. 

Tak lama setelah pukul 4 sore, Naya segera turun dari lantai 42 De Rotterdam. "Doei!" Salam perpisahan diucapkan pada Naya pada seluruh penghuni lift yang membawanya turun. Selesai me-tap kartunya pada gerbang akses masuk-keluar. Ia langsung melihat Damar yang sudah duduk di bangku lobby sambil menikmati minuman dari coffee shop yang tak jauh dari sini.

"Udah dari tadi nyampe?" sapa Naya seraya menghampiri Damar.

"Enggak kok, 10 menit yang lalu lah," dusta Damar diikuti dengan sodoran segelas minuman kepada Naya.

"Gw kan gak ngopi."

"Aku tau ... ini Yuzu and Rosemary Tea," jelas Damar. "Pas banget buat ngangetin badan kamu. Ini summer tapi kok Rotterdam breezing banget hari ini."

Naya hanya bisa tertawa menanggapi keluhan Damar, seraya meledeknya, "Welcome to Rotterdam! A typical maritime climate"

Damar segera beranjak dari kursinya, dan langsung membelai lembut rambut Naya. "Jadi aku mau diajak kemana nih, tour guide?"

"Lo dah makan?" tanya Naya yang disertai anggukan Damar. "Gw laper, take out aja deh terus kita ke Het Park."

🍒 ----------- 🍒

Tangan kiri Damar sibuk memegang satu tas makanan berlabel Noonchi berisi bibimbap bulgogi, korean fried chicken mix, dan mandu. Tangan kanannya yang berdampingan dengan tangan Naya, sibuk ia pandangi, ragu untuk melakukan sesuatu.

"Gw tuh tadi belum sarapan, dan pas makan siang cuma makan roti, keju sama omelette aja." ... "Kalau hari Jumat gini gak banyak karyawan masuk, jadi ya udah menu kantinnya gak seru. Mau makan keluar malas, gak ada temennya." Naya sibuk mengeluh tentang urusan perutnya hari ini, memecah konsentrasi Damar. "Jadi lo jangan suudzon klo gw tadi pesen makannya banyak."

Perempuan yang disamping Damar itu mengulum kedua bibirnya, menarik sudut-sudut bibirnya dan memandang curiga kepada Damar. Namun  dibalas dengan ibu jari dan telunjuk Damar yang mencubit lembut kedua pipi Naya. "Aku gak nuduh apa-apa kok. Lagian emang kamu gak mau ngajak aku ngabisin ini semua?" Bergantian Damar yang memberikan mata penuh curiga.

City of EchoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang