Nafas Naya terengah-engah setelah menyelesaikan 3 set Russian Step-Up dengan Kettlebel 12 kg-nya. Rasanya ingin menangis akibat beban latihan hari ini dan tatapan maut Coach Abel. Seperti biasa, ia menjadi terakhir yang bisa menyelesaikan set-menu latihan hari ini.
Ketiga teman-temannya bertepuk tangan dengan riuh. Bukan karena menyelamati Naya. Mereka senang karena akhirnya sudah bisa makan traktiran, Roti John Tuna Keju dan Papaya Milk yang sudah dipesan Naya saat jeda istirahat tadi.
"Lo jangan skip latihan yah Nay, disana ... banyakin jalan kaki. Kan disana enak tuh buat jalan," pesan Coach Abel.
"Lumayan juga yah lo bakalan 3 bulan disana, Nay? Liburan dong!" seru Berto sambil menyeruput papaya milk.
"Enak aja lo, kerja gw!" protes Naya sambil membayangkan 3 bulan kedepan akan berat kerjanya. Ia diminta mendampingi beberapa peserta yang akan magang di Belanda namun juga ia sendiri juga diminta menyelesaikan beberapa proyek dengan Gemeente Rotterdam.
"Sambil menyelam, sekalian mandi Nay," jawab Berto tak mau kalah.
Naya segera menghabiskan makanannya, ia ada jadwal meeting daring pukul 9 pagi ini. Lalu bergegas menuju kamar mandi, namun dicegat Kika.
"Penuh banget Nay, kamar mandinya. Antri," jelas Kika yang baru kembali dari kamar mandi.
Merasa tak banyak waktu, Naya langsung membuka kaosnya, menyisakan hanya sport-bra yang menempel di badan. Badannya cepat ia tutupi kembali dengan jaket oversized-nya, memakai masker dan berpamitan dengan semua temannya dan Coach Abel.
"Coach jangan lupa kirimin set-menu latihan gw buat selama disana yah?" pinta Naya sambil melambaikan tangan dan berjalan keluar Grandia.
Naya bergegas ke gerbang keluar, melewati Twelve sambil memperhatikan para pengunjungnya. Seorang pria yang ia lihat beberapa hari lalu berjalan ke arahnya, memanggil nama yang ia kenal. "Kak Kika -- apa kabar? bawa korek gak?". Naya mendengar perkataan pria itu.
Dia senyum ke gw gak sih barusan? Daritadi juga ngeliatin gw. Apalagi pas gw buka kaos, kok kayak gak suka. GR nih, batin Naya namun lekas ditepis pemikiran itu. Ia berjalan cepat menuju stasiun MRT Istora.
🎀 ----------- 🎀
Damar sudah menyelesaikan jadwal larinya hari ini, 21.3 km dengan pace 5:29. Yuan kini sudah bersama mereka, meski rute larinya berbeda hari ini. Tiga sekawan itu memutuskan untuk beristirahat di Twelve, tentu atas usulan Damar. Ia penasaran apakah pagi ini perempuan itu ikut kelas atau tidak? Yes, dia ada.
"Mar, lo kemarin nyari kacamata lari? Ada nih produk US baru, Brooder! ... Enak kalau dipake, gak goyang2. Dia baru masuk Indo, gw ada stock endorse-an. Lo mau?" tanya Coach Yudha namun yang ditanya tidak menjawab. "Woi Mar, bengong lo?"
"Hah -- hah, gimana Coach? Blunder?" jawab Damar asal, otaknya nge-blank.
"Lu ngeliatin apaan sih? Daritadi gw perhatiin mata lo ke arah tempat fitness. Kurang latihan lo pagi ini? Gak usah ngide," protes Yuan pada sahabatnya itu.
"Sorry Coach, lagi ada kasus yang gw pikirin." Damar panik dan mencari alasan yang dibuat-buat.
Perempuan itu kini ada di pandangan Damar dari sejak ia tiba di Twelve. Membuat Damar asyik memperhatikan segala bentuk ekspresi atas respon gerakan menu latihannya.
Hahaha, bibirnya manyun sambil jumping jack. Lah kenapa selalu meluk-meluk tiang sih. Ya ampun kenapa narik nafas engap-engapannya harus sambil miting daun. Hapus air mata apa hapus keringat sih dia? Pikiran Damar penuh dengan responnya atas setiap aksi perempuan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
City of Echoes
RomanceHai, aku Odin, dan ini cerita pertamaku.. Cerita tentang Damar dan Naya yang sama-sama menyimpan kecewa pada cinta, dan juga trauma pada keluarga. Dalam diri satu sama lain mereka menemukan jalan atas pertanyaan-pertanyaan ketakutan yang mereka alam...