12. Tinggal Bersama

227 30 0
                                    


"Aku terbiasa berdiri sendiri, namun denganmu di sini, aku tahu aku tak perlu melakukannya lagi."

"Meski aku tak pandai berbicara, aku harap kau tahu... aku akan selalu ada untukmu, meski dalam keheningan."

~~

Tiga hari berlalu sejak Nael dan Zephyr menjalani perawatan di rumah sakit. Luka-luka Nael, meski sudah mulai mengering, masih meninggalkan bekas memar yang membuatnya tampak kontras dengan kulitnya. Zephyr, yang sejak kejadian itu selalu berada di sisinya, mulai terbiasa dengan sikap dingin tapi lembut dari Nael.

Di pintu keluar rumah sakit, Alastair berdiri dengan tenang, matanya tetap waspada mengawasi kerumunan wartawan yang berkumpul di depan. Wartawan-wartawan itu datang membawa berbagai pertanyaan tentang kenapa ia ada disini, siapa anak yang ada di gendongannya, namun ia menhiraukan itu semua. Nael, yang mengenakan mantel panjang, digendong oleh Alastair. Sementara itu, Victor, dengan tubuh besarnya, menggendong Zephyr, menutupi wajah mereka dengan hati-hati.

Para bodyguard yang ditugaskan juga mencoba menyingkirkan wartawan demi kenyamanan Tuan mereka.

Suara kamera terus berbunyi. Pertanyaan-pertanyaan itu terus dilontarkan tanpa henti. Alastair tidak menoleh. Wajahnya tetap tegas, menembus kerumunan dengan tatapan dingin yang membuat siapa pun terdiam.

Ketika mereka sampai di mobil yang sudah menunggu. Alastair menurunkan Nael dengan lembut, mengusap rambutnya dengan perhatian yang sangat jarang ia tunjukkan di depan orang lain. Nael tetap diam.

Di dalam mobil, suasana tenang. Zephyr sesekali melirik ke arah Nael, mencoba mencari tahu apa yang dipikirkan sahabat barunya itu. Namun, seperti biasa, Nael tidak memberikan petunjuk apa pun. Hanya keheningan yang menyelimuti mereka.

~~~~

Ketika mereka tiba di rumah, Alastair menurunkan Nael dari gendongannya, membiarkan anak itu berdiri dengan kakinya sendiri. Nael, yang tubuhnya masih sedikit lemas, berjalan perlahan ke arah Zephyr.

"Zephyr," Nael akhirnya berbicara, suaranya pelan tapi tegas. "Tinggallah di sini selama satu bulan."

Zephyr menatapnya, bingung. "Kenapa?" tanyanya, meskipun dalam hati, ia sudah tahu bahwa Nael tidak akan menjawab dengan detail.

Nael menghela napas pelan. "Aku sudah tahu tentang masa lalumu dan masalah yang kau hadapi. Aku ingin memastikan kau aman, setidaknya selama satu bulan ini."

"Bagaimana...bagaimana kau tau?"

"Tidak perlu tau, apa kau mau?"

Alastair, yang mendengar percakapan mereka, melipat tangannya di dada. “Jika itu keinginan Nael, aku tidak keberatan. Tinggallah di sini. Rumah ini juga rumahmu sekarang.”

"Baiklah, Terimakasih" Ucapnya tersenyum cerah.

Zephyr merasa dadanya menghangat. Kata-kata itu, meski sederhana, menyentuh hatinya yang sudah lama merasa dingin. Di rumah ini, dia merasakan kehangatan yang berbeda, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

~~~~

Satu minggu kemudian, Alastair menerima panggilan mendesak untuk kembali ke pekerjaannya di luar negeri, yang sempat tertunda.

Mereka mengantar Als ke bandara seperti kemarin.

Nael berdiri di depan Alastair, menatap ayah angkatnya dengan mata yang tenang. Alastair berlutut, menatap Nael dengan penuh kasih. "Aku harus pergi lagi," katanya dengan nada berat. "Tapi sebelum itu, aku ingin kau ingat sesuatu."

ALTRUIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang