Chapture 10

938 74 8
                                    

Gara-gara kejadian semalam, hidup Aven langsung mampet karena terkena flu dan batuk. Memang, ya kesehatan manusia itu tergantung pada perasaan manusia itu sendiri. Walau sedang dalam kondisi yang tidak baik Aven masih memaksa membuat sarapan pagi untuk Argas mungkin masih tertidur.

Entah jam berapa laki-laki itu pulang, intinya Aven sudah tertidur dan tidak memperdulikan ada Argas. Bekal untuk Argas juga sudah di siapkan tinggal menunggu laki-laki jangkung itu bangun dari mimpi indahnya saja.

"Good morning, Ven."

"Morning."

Ada, ya. Orang seperti Aven dalam keadaan hati yang tidak baik-baik saja tetapi tetap tersenyum dan bersikap biasa-biasa tanpa terjadi sesuatu. Sedangkan Argas malah merasa tidak enak dengan Aven seharusnya ia jujur saja dari awal tentang hubungan bersama dengan Lilly.

Sarapan kali ini tidak seperti biasanya. Argas akan bersikap romantis terhadap Aven tetapi semenjak kejadian semalam ia tidak mau berbohong lebih dalam terhadap Aven. Cukup semalam saja membuat laki-laki kecil ini sakit hati atas ulahnya.

Sikap Aven terhadap Argas semakin berubah. Dahulu menunjukkan kepedulian memang sebagai pasangan sekarang malah terlihat begitu tidak memperdulikan keadaan laki-laki tinggi ini. Mereka seperti awal bertemu, awal tanpa ada kata perjodohan yang membuat salah satu sakit hati. Tidak ada lagi Aven yang bermanja-manja dengan Argas dan tidak ada lagi Aven yang mengantarkan cemilan siang hari pada saat Argas nongkrong dengan Dimas, Juna, dan Arthur.

Segalanya Argas ceritakan pada sahabatnya. Mereka tidak bisa mengalahkan Argas, Lilly maupun Aven semuanya terjadi tanpa keinginan masing-masing di antara mereka. Hubungan rumit yang tercipta karena rasa balas budi malah membuat anak-anak mereka terkubur dalam lubang sakit hati.

"Gue ga bisa ngasih saran, Gas. Bukannya apa gue takut salah nantinya, semua keputusan itu ada di lo sendiri." Ucap Cris membenarkan posisi duduknya karena merasakan ketidaknyamanannya di antara mereka. "Gue tau lo ada curiga sama gue kan? Lo pikir gue naksir sama Aven." Tatapan Argas langsung mengarah langsung pada Cris membenarkan perkataan barusan. "Aven emang manis tapi gue ga naksir sama istri sahabat gue sendiri. Gue juga udah punya pacar."

"Sorry, bro."

"Kagak masalah. Tapi buat problem lo kali ini yang bisa gue bilang lo harus mikir baik-baik."

Rehan dan Oky saling pandang. Mereka jelas tahu berapa lama Argas menjalin hubungan dengan Lilly itu sudah berjalan 2 tahun lamanya, berarti lebih dahulu Lilly mengana Argas di bandingkan dengan Aven. Dan Lilly itu mantan alumni SMANSA tempat mereka bersekolah. Dan selisih umur keduanya hanya satu tahun saja.

Maaf saja jika Oky egois. Tetapi ia lebih setuju jika Argas lebih mempertahankan Aven di bandingkan dengan Lilly karena hubungan hanya berlandaskan komitmen tanpa status itu juga sangatlah berbahaya. Bisa saja itu cara bagi Lilly untuk bisa dekat dengan siapa saja tanpa harus memiliki hubungan yang jelas.

"Sakit ga jadi Aven?"

Pake nanya lagi si Bargas.

Rehan membuang pandangannya dan sialnya malah melihat Aven yang kesusahan membawa setumpuk lembaran cukup banyak. Laki-laki itu terlihat sibuk dan itu di buktikan dengan raut kelelahan yang terlihat begitu jelas di wajahnya.

Kenapa malah Rehan yang terenyuh dengan keadaan Aven? Sebenarnya Rehan pernah melihat Aven yang menjual kalung emas berbandulkan bulat sabit. Jika Argas memilih Lilly lalu bagaimana dengan pengorbanan Aven? Memang hubungan keduanya baru berjalan 3 minggu tetapi pengorbanan Aven itu lebih besar di bandingkan waktu 3 minggu itu sendiri.

"Jadi lo sama Aven sekarang gimana?"

"Ya gitu aja, Han. Dia masih tanggung jawab sama tugasnya tapi kita ga ada ngobrol sepanjang sebelumnya."

𝗔𝗿𝗴𝗮𝘀 [𝗼𝗻𝗴𝗼𝗶𝗻𝗴]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang