Chapture 11

889 72 10
                                    

Argas di buat khawatir dan kebingungan tiba-tiba saja hujan turun dengan lebatnya disertai gemuruh yang kuat membuat suara yang menakutkan. Sudah 2 jam lebih Aven di luar, meminta ijin kepadanya untuk pergi ke rumah Ibra menyelesaikan tugas kerkom yang akan di presentasi besok pagi dan laki-laki itu bergegas pergi.

Pulang sekolah Argas langsung saja memarahi Aven terkait ia yang tiba-tiba saja merasa cemburu karena laki-laki itu berbicara dengan Rehan. Memang boleh seperti ini? Jika Argas boleh bersama Lilly lantas mengapa Aven tidak di perbolehkan bersama dengan Rehan?

Ting

Lilly
|Ay, bisa jemput aku?

Argas
gue pesen Go-Car aja?|
lgi urgent|

Bodoamat.

Argas melajukan mobilnya menuju arah rumah Ibra yang bermodal pada maps saja berharap tidak tersasar. Mata elang milik Argas melirik dengan teliti pada setiap jam yang di laluinya berharap saja menemukan Aven.

"Aven." Gumamnya melihat istrinya berlari ketakutan seperti di kejar oleh seseorang.

Dengan cepat Argas keluar dari mobil dan langsung saja menarik Aven untuk bersembunyi di dalam dekapannya. Tubuh manusia kecil begitu terasa dingin dan bergetar antara ketakutan atau malah kedinginan yang melanda. Orang-orang yang mengajar perlahan berbalik pergi meninggalkan Aven masih senantiasa bersembunyi di dalam hangatnya dekapan Argas.

Pandangan keduanya bertemu dengan sedikit kendali, Argas memberikan kecupan pada bibir plum yang sayangnya selalu menggoda di mata Argas.

"Lo dari mana aja? Hah?! Gilak malam-malam gini keluyuran kenapa ga minta jemput?"

Suara napas Aven terdengar tersenggal. "Maaf, mas. A-aku lupa bawa HP." SIALAN!!! Beruntung Argas memutuskan untuk mencari Aven jika tidak mungkin laki-laki mantan OSIS ini akan terjebak dalam masalah.

Jika Aven di perkosa, bagaimana?!

Bangsat! Argas yang sudah memikirkan saja sudah ingin memukul oknum-oknum yang mengejar istrinya. Dengan perlahan Argas menggendong tubuh kecil Aven dan masuk ke dalam mobil. AC mobil tidak di nyalakan agar laki-laki itu tidak semakin kedinginan.

"Dari jam berapa selesai kerkom?"

"Sekitar jam set7 kurang. A-aku udah nelpon kamu pake HP Karla tapi ga di angkat."

Argas ingat memang ada nomor asing yang menelpon namun di tolak karena menurutnya tidak penting. Yang bisa keduanya ambil dari kejadian hari ini adalah hikmahnya saja tidak mungkin menyalahkan satu sama lainnya.

"Pake jaket gue di belakang sana."

"Engga usah kita dekat lagi nyampe." Balas Aven menatap luar mobil masih terlihat hujan senantiasa turun dengan derasnya sendiri.

"Ven." Panggil Argas pelan. Mungkin Avan masih sensitif akibat Argas yang membentak laki-laki ini. "Oke! Gue salah gara-gara ngebentak lo tadi sore tapi please Ven! Gue ga tau salah gue apaan. Jangan ngebuat gue emosi sama lo lagi."

"Mas tuh emang ga mau terima salah, ya."

"Ga teriman gimana? Emang gue gak salah."

Aven malas jika berdebat dengan orang seperti Argas. "Cerai ajalah."

Tatapan Argas yang semulanya santai tiba-tiba berubah semakin tajam. "Congor lo kalau ga mau gue robek mending ga usah ngomong sembarangan!" Bentak nya dengan kesadaran. Menurut Argas perkataan Aven barusan benar-benar sangatlah menyebalkan.

𝗔𝗿𝗴𝗮𝘀 [𝗼𝗻𝗴𝗼𝗶𝗻𝗴]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang