Bitha ngambek. Dua kata yang terdengar menyeramkan untuk Galen. Selama perjalanan mengantar Bitha pulang, tidak ada suara yang keluar dari mulu perempuan yang duduk di sebelahnya. Bitha lebih tertarik membuang pandangan ke samping dan tidak menatap ke arahnya sama sekali.
"Bitha," panggil Galen untuk kesekian kalinya.
Dan untuk kesekian kalinya juga Galen tidak mendapat respon dari Bitha.
"Beneran ngambek, ya?" tanya Gaen mencolek pundak Bitha.
Bitha bertahan untuk tidak menatap Galen.
"Gimana kalo kita jalan-jalan dulu? Kamu mau belanja nggak?"
Bitha menguatkan pertahanan dirinya meski tawaran Galen terdengar menggiurkan.
"Kamu beneran mau langsung aku antar pulang?"
Bitha menghela napas kuat. Kemudian ia menoleh, menatap Galen dengan tatapan sebal. "Mas Galen nyebelin banget," ucapnya merajuk.
Galen lega karena akhirnya bisa mendengar suara Bitha. "Masih jam tujuh. Kalo kamu mau, kita jalan-jalan sebentar sebelum aku antar pulang."
"Mau," jawab Bitha tanpa berpikir.
Galen mengulum senyum. "Oke, kita ke mall yang searah aja."
Bitha mengangguk setuju.
Begitu tiba di parkiran mall, Galen memarkirkan mobilnya di tempat yang kosong. Galen turun dari mobil lebih dulu dan membukakan pintu untuk Bitha.
"Kita jalan-jalan sekalian belanja, kan?"
Galen mengangguk. Tangan kirinya meraih tangan Bitha untuk digandeng. "Jangan marah lagi ya."
"Hmmm...."
"Aku kan udah minta maaf."
"Hmmm...."
Meski hanya direspon dengan gumaman tidak jelas, yang terpenting Bitha tidak melepaskan genggaman tangan mereka. Satu persatu toko mereka lewati begitu saja. Sepertinya belum ada toko yang menarik minat Bitha untuk berbelanja.
Sebenarnya Bitha tidak ingin berbelanja. Dia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Galen. Kalau dia bilang tidak ingin berbelanja, sudah pasti Galen akan langsung mengajak pulang.
"Kamu nggak pengin beli sesuatu?"
Ditanya seperti itu, Bitha melangkahkan kakinya menuju salah satu toko perhiasan. Toko yang paling dekat dengannya. Begitu masuk, tatapannya langsung tertuju pada etalase yang berisi berbagai macam perhiasan.
"Kamu mau beli kalung?"
Bitha menoleh ke Galen. "Belum tau mau beli apa," jawabnya jujur. Awalnya, dia memang tidak berniat masuk ke toko perhiasan ini.
"Yang di sebelah sini model terbaru, Kak. Ada anting, gelang, kalung sama cincin. Kakanya mau cari apa dan model yang kayak gimana?"
Tiba-tiba tatapan mata Galen tertuju pada sebuah kalung. Tangannya otomatis menunjuk kalung dari balik etalase. "Yang ini bagus buat kamu."
Bitha menatap Galen dengan raut wajah terkejut. Melihat laki-laki itu tersenyum, akhirnya ia meminta pegawai untuk mengeluarkan kalung yang baru ditunjuk oleh Galen.
"Menurutku itu bagus kalo kamu pakai," bisik Galen.
Bitha mengamati kalung yang sudah ada di tangannya. Model kalungnya cukup sederhana. Ketika dipasang di lehernya, Bitha merasa perkataan Galen memang benar. Tanpa berpikir panjang, Bitha memilih kalung itu untuk dibeli. Ketika ia mengeluarkan kartu dari dalam dompetnya untuk membayar, tapi tiba-tiba tangan Galen mencegahnya. Laki-laki itu malah mengeluarkan kartu dari dompetnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitha for the Beast
ChickLitMenjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas. Perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Bitha selalu memiliki pengawal yang selalu mengikutinya, mencegah dirinya a...