50. sedih gak sedih

126 27 4
                                    

Elvan terus membuntuti Jaevan yang mengendarai motornya seperti ingin segera menemui Tuhan. Dirinya pun hampir kewalahan mengejar kakaknya itu, kalimat doa dan istigfar serta kata 'monyet' terus ia ucapkan dari balik helm fullface nya,  beruntung hari sudah malam jadi kendaraan tidak terlalu ramai berlalu lalang. Jaevan memang dikenal raja jalanan sebelum dirinya, tapi tetap saja karena kecelakaan setahun lalu Elvan jadi was was jika melihat kakaknya itu kebut-kebutan. Setelah aksi kejar-kejaran selama tiga puluh menit yang terasa seperti di sirkuit itu akhirnya mereka berhenti di sebuah kawasan apartment. Elvan memarkirkan motornya di samping motor Jaevan. Jaevan tidak banyak bicara, ia hanya berjalan melenggang menuju lift diikuti Elvan dibelakangnya.

Elvan tidak banyak bertanya, ia hanya mengikuti kemana langkah kaki Jaevan. Keduanya pun sampai di lantai sepuluh apartment itu, setelah berjalan sedikit Jaevan lantas memasuki satu unit apartment yang membuat Elvan bertanya.

"ini apartment siapa?" tanya Elvan

"punya gue lah" jawab Jaevan, Elvan kaget.

"serius??? Demi apa???"

Jaevan menunjukkan bukti pembelian apartment itu di handphonenya pada Elvan yang membuat anak itu melongo,

"jev.. Lu? Duit darimana?"

"ngelonte" sahut Jaevan asal

"Anjing jev lu yang bener"

"ya lo pikir hasil taruhan balapan gue selama ini dikemanain? Ya gue beliin unit ini lah"

"orgil" ucap Elvan sembari menggelengkan kepalanya tidak percaya
"papa tau?"

"tau, ditambahin duit yang jual motor soalnya, trus papa juga ikut nambahin"

"anjirrr jadi lo jual motor tuh buat nambahin beli ini???"

Jaevan tidak menjawab, ia memilih merebahkan dirinya di sofa panjang kemudian memejamkan matanya. Elvan takjub, apartment ini cukup luas dengan furniture yang lengkap. Memang setelah kecelakaan Jaevan menjual salah satu motornya itu karena disuruh papa, takut membawa sial katanya, dan Elvan percaya saja tanpa bertanya kemana uang hasil penjualan motor itu. Tapi ternyata Jaevan membeli satu unit apartment tanpa siapapun tau kecuali papa.

"tapi kok lo jarang kesini jev?"

"ya gimana mau kesini, di rumah masih ngandelin gue" sahut Jaevan yang membuat Elvan mengatupkan bibirnya,

"ini gue sewain, perbulan, duitnya masuk rekening papa, gak dipegang gue" ucap Jaevan lagi,

"ih banyak duit lo jev, buat apa?" tanya Elvan menggoda,

"nyaleg" jawab Jaevan sekenanya, Elvan mengerucutkan bibirnya.

Keduanya hening sesaat, Elvan mengamati setiap sudut apartment itu sedangkan Jaevan masih setia memejamkan matanya, ia tidak tidur, ia hanya sedang meredakan emosinya dan Elvan tau itu.

"papa kapan sakit, jev?" tanya Elvan memberanikan diri, Jaevan menoleh menatap Elvan sejenak, terdengar helaan nafas panjang nan berat dari Jaevan

"pas pertengahan puasa"

"kok gak bilang gue?"

"lo lagi ribet sama urusan kuliah, nara juga, jadi gue gak mau ganggu kalian, tar kuliah kalian keganggu"

"tapi tugas akhir lo keganggu"

"udah gak aneh" sahut Jaevan seadanya, mendengar jawaban Jaevan itu membuat Elvan menekukkan bibirnya ke bawah, sedih, menurutnya Jaevan harusnya egois saat itu, jangan mengorbankan dirinya sendiri sebab dia juga masih anak papa.

"harusnya lo bilang waktu lo ditonjok si a azri, biar gue tonjok dia juga, tar gue bikin bengkok tulang hidungnya, tuman" tutur Elvan, mendengar itu membuat Jaevan tersenyum tipis,

Our greatest world Papa chap.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang