4. Luka

2 0 0
                                    

“Yalena?” Kini giliran Bastille yang terbelalak. Dia tak menyangka gadis imut berambut pendek di depannya ini adalah istrinya. Bastille tak percaya kalau Yalena sudah tumbuh dewasa. Terakhir dia melihatnya adalah sepuluh tahun yang lalu. Setelah itu, dia tak pernah lagi mencari tahu bagaimana pertumbuhannya.

Bastille hanya rutin menanyakan keadaan Yalena melalui kepala pelayan. Dia tidak pernah mencari tahu sendiri atau menemuinya. Bastille selalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak punya waktu untuk hal-hal sepele seperti memeriksa kondisi Yalena secara langsung.

Melihat diamnya Bastille, jantung Yalena berdetak kian kencang. Dia yang gugup dan bingung pun memberanikan diri berkata, “Maaf, aku tidak sengaja. Aku ….”

Bastille menjeling, menatap Yalena yang tertunduk dengan sinis, memotong ucapannya. “Tidak sengaja? Kamu bisa membunuh seseorang dengan cara berkendara seperti itu.”

Yalena berdiri dengan cemas. “Aku benar-benar minta maaf. Aku sangat lelah dan kehilangan fokus,” kelitnya.

Bastille melirik Yalena skeptis, membalasnya dengan manipulatif. "Lelah? Kamu pikir lelah memberimu alasan untuk ceroboh? Kamu bukan satu-satunya yang lelah di sini.”

Yalena tersentak dan bingung, tetapi berusaha tenang. "Aku mengerti. Aku akan lebih berhati-hati,” 

Bastille menghela napas dengan frustrasi. "Baiklah. Sekarang pergilah."

Yalena meraih sepeda listriknya, bersiap untuk pergi, tetapi dia lantas mengaduh kala sikut tangannya menyengatkan nyeri. Yalena mengecek lukanya. Dia meringis kesakitan saat mendapati luka lecet di salah satu sikutnya.

“Dan pastikan semua luka-lukamu diobati. Saya tidak mau ada masalah kesehatan di rumah ini,” ketus Bastille saat melihat luka di tubuh Yalena.

Sesampainya di paviliun tempat tinggalnya, Yalena merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Dia merasa lelah, dan suasana hatinya makin buruk setelah mendapat teguran dari Bastille. Namun, dia berusaha tetap tegar dan mencari sisi positif dari situasi tersebut. 

Benar! Ini pertama kalinya dia bertatap muka langsung dengan Bastille setelah selama ini hanya bisa memandangnya dari kejauhan. Meskipun pria itu selalu memperlihatkan sisi dingin dan sarkastik, Yalena tidak kehilangan ketertarikan sama sekali. Gadis itu sudah terlanjur menyukainya.

“Om Jangkung ganteng banget,” jerit Yalena tertahan sambil membekap mulutnya dengan bantal. Pria dewasa itu benar-benar tipenya, terutama karena tingginya. Dia berharap bisa memiliki keturunan seperti Bastille dan menghentikan garis pendek dalam keluarganya. Yalena bermimpi untuk memperbaiki keturunan agar tidak ada lagi istilah pendek atau kate yang menempel pada anak cucu keluarga Brawijaya.

Saat tengah asyik berkhayal, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarnya, membuyarkan imajinasinya. Yalena membuka pintu dan mendapati kepala pelayan bersama dua pelayan lainnya. "Ada apa?" tanyanya bingung melihat kedatangan mereka.

"Tuan mengirim kami untuk memeriksa keadaan Anda, Nyonya. Beliau memberi tahu saya bahwa Anda terluka setelah jatuh dari sepeda. Tolong izinkan saya dan kedua pelayan saya untuk merawat luka Anda," tutur James sambil membungkuk sopan.

“Ya Tuhan, suamiku perhatian sekali! Aku jadi ingin memeluknya,” batin Yalena sambil tersenyum lebar. Bastille terus membuatnya merasa spesial, dan perasaannya semakin kuat. “Dia tampak dingin dan tak acuh di luar, tapi ternyata dia mencemaskanku. Apa yang harus aku lakukan?” pikir Yalena, penuh semangat. Bastille membuat Yalena semakin terpesona.

“Nyonya?” tegur James kala melihat Yalena malah melamun sambil senyam senyum sendiri.

“Ah, iya. Maaf, saya tadi melamun. Silakan masuk.” Yalena membuka pintu kamarnya lebih lebar, memberi ruang bagi James dan kedua pelayan untuk masuk.

Istri Tengil Om CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang