14. Terganggu

1 0 0
                                    

"Tuan, nyonya tadi menangis di kelas. Guru di sekolah kesulitan menenangkannya, tetapi akhirnya nyonya berhenti menangis dengan sendirinya setelah bonekanya ditemukan," lapor James, membuat Bastille memijat dahi, jengah.

"Jangan laporkan hal-hal seperti itu padaku. Cukup tentang bagaimana kesehatannya dan apakah dia makan dengan baik atau tidak. Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan cerita keseharian sepele seperti itu." Bastille menghela napas lesu.

Semenjak saat itu, James berhenti memberikan laporan detail tentang keseharian Yalena. Peristiwa di kampus hari ini pun tidak dia laporkan, karena mematuhi titah sang tuan. Namun, James sudah menugaskan beberapa orang untuk mencari tahu kebenarannya.

Bastille yang terkasih,

Hallo, Om. Bagaimana kabarmu hari ini? Apakah semuanya berjalan dengan baik?

(: • ω • :)

Dengan kasih,

Yalena

Yalena menyuruh James untuk menyampaikan suratnya kepada Bastille. Sebenarnya, suasana hati Yalena sedang kurang baik. Dia ingin mengadu dan menangis di pelukan Bastille. Namun, urung dia lakukan, karena tidak mau dianggap kekanakan.

Saat tengah merenung, tiba-tiba layar ponselnya menyala. Pesan dari Luca telah masuk.

Luca: Bagaimana perasaanmu? Apa sekarang sudah lebih tenang.

Yalena menghela napas lesu membaca pesan singkat dari Luca. Tadi siang, dia bertukar kontak dengannya. Luca sudah menunjukkan kebaikannya, dan Yalena merasa tidak punya alasan untuk menolak permintaannya—memberikan nomor ponselnya—meski sedikit ragu.

Yalena: Iya. Terima kasih perhatiannya. Aku baik-baik saja.

Yalena menghempaskan tubuhnya ke ranjang, melamun menatap langit-langit kamar. Hari ini benar-benar menguras emosinya. Yalena masih belum bisa melupakan kekesalan dan rasa malunya terhadap teman-teman di kelas.

Layar ponsel yang menyala kembali menarik atensinya. Yalena memeriksa sejenak, melihat nama kontak yang mengirimkan pesan, lantas segera mengabaikannya. Andai saja pesan itu dari Bastille, dia merasa mungkin akan langsung bersemangat dan melupakan kesedihannya.

Yalena berguling, menelungkup. "Om Jangkung," rengeknya, lalu membenamkan wajahnya ke bantal. Dia benar-benar merasa buruk sekarang. Yalena sedih dan membutuhkan dukungan dari satu-satunya pria yang dicintai: Bastille. Namun, tampaknya itu mustahil. Kenyataan memilukan ini membuat Yalena semakin bersedih.

Jangankan perhatian, Bastille justru berniat menceraikannya. Sepertinya pria itu tidak sabar ingin segera menyingkirkan Yalena dari hidupnya. “Mengesalkan,” ketus Yalena yang terisak-isak.

Di saat-saat terpuruk seperti ini, dia selalu teringat keluarganya yang sudah tiada. Ayah, ibu, kakek, dan neneknya—Yalena merindukan mereka semua. Dia merasa sendiri, tanpa teman untuk berkeluh kesah. “Aku merindukan kalian,” tuturnya dengan air mata berlinangan.

Sementara di tempat lain, Bastille tersenyum simpul menerima surat dari Yalena yang dibawa oleh James. Dia segera membukanya dan membaca pesan pendek di dalamnya, tersenyum sendiri. Meskipun tampak kekanakan, dia tidak bisa menolaknya. Selama ini membuat Yalena terhibur, dia akan selalu membalas suratnya. Melihat surat kedua dari Yalena, tampaknya gadis itu cukup puas dengan balasannya yang kemarin.

Bastille menyiapkan kertas untuk menulis balasan suratnya. Namun, dia seketika berhenti dan mendongak pada James yang berdiri di depan meja kerjanya. Bastille yang merasa terganggu, menatapnya tajam. “Apakah masih ada yang ingin kamu sampaikan?”

James ragu-ragu, tetapi kemudian menyampaikan apa yang mengganjal di hatinya kepada sang junjungan. “Ada yang mengganggu nyonya, Tuan.”

“Apa?” Bastille tidak suka mendengar kabar tersebut.

“Hari ini, website resmi fakultas hukum diretas dan semua fotonya diganti dengan foto-foto nyonya. Sekarang, nyonya menjadi bahan pembicaraan kurang baik di fakultas,” jelas James dengan ekspresi penuh kekhawatiran. “Nyonya terlihat sangat sedih dan tertekan.” Dia membukuk dalam. “Tolong hibur nyonya dan bantu dia merasa lebih baik, Tuan.”

James sangat berharap tuannya itu mau ke paviliun untuk menghibur Yelena. Sesederhana itu. Pria paruh baya yang sangat setia tersebut selalu teringat senyuman dan antusiasme Yalena ketika mendengar kabar tentang Bastille. Hanya Bastille satu-satunya orang yang bisa membuat Yelena merasa lebih baik.

“Apa pelakunya sudah tertangkap?” Bastille menatap James dengan serius. Meskipun biasanya dia tidak menunjukkan empati secara terbuka, kali ini dia merasa terganggu.

“Nyonya melaporkan nama terduga pelaku pada pihak universitas. Tapi itu belum pasti.”

Mendengar informasi tambahan dari James, Bastille lantas mengangguk, mengisyaratkan bahwa dia akan memperhatikan masalah ini dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk memperbaiki keadaan.

Istri Tengil Om CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang