Dinding merah muda dan jendela besar berenda menyambut kedatangan Bastille saat dia melangkah masuk ke paviliun. Dia terdiam, kehilangan kata-kata ketika melihat interior dan dekorasi paviliun yang kini dipenuhi nuansa feminin, berbeda jauh dari yang dia ingat dahulu.
Bastille berdiri terpaku di ambang pintu, menatap ke dalam dengan keheranan. Ini pertama kalinya dia melihat tempat ini lagi setelah sekian lama, sudut yang tidak pernah dia pedulikan selama sepuluh tahun, sejak tempat itu menjadi milik Yalena.
“Selamat datang,” ucap Yalena ragu-ragu saat melihat Bastille yang masih terpaku di tempatnya berdiri. Namun, dia terkejut ketika bola mata Bastille bergulir, seolah menatapnya. Yalena tersipu dan menunduk. “Si–silakan duduk.”
Bastille menggerakkan tongkat pendampingnya saat berjalan. Dengan penuh pengertian, Yalena meraih tangan sang suami, menuntunnya ke tempat duduk. “Mau minum apa?” tanyanya.
“Apa saja.” Bastille melipat tongkat pendampingnya dan meletakkannya di samping tempat duduknya. Melihat warna merah muda di mana-mana membuat Bastille merasa merinding. Dia teringat mendiang ibunya yang juga menggemari warna merah muda.
Melihat kamar Yalena, Bastille teringat masa kecilnya bersama saudara kembarnya, ketika ibunya suka mendandani mereka dengan gaun-gaun penuh renda dan berwarna merah muda. Dia dulu sangat membenci renda dan warna itu, merasa dipermalukan setiap kali dipaksa memakainya.
Kini, bertahun-tahun kemudian, saat dia melihat nuansa serupa di paviliun Yalena, ingatan itu kembali menghampirinya. Meskipun masih menganggapnya absurd, ada sedikit rasa nostalgia yang mengingatkan dia pada masa lalu dan ibunya yang sudah tiada.
"Silakan," ucap Yalena, membuyarkan lamunan Bastille. Dia meletakkan secangkir cokelat hangat di depan suaminya, lalu duduk di seberang meja. Yalena ingin melihat wajah suaminya dengan jelas dari sudut pandang yang sempurna. Sambil tersenyum tipis, dia diam-diam memainkan ponselnya, berniat mengambil foto untuk mengabadikan momen ini.
Namun, entah kenapa Yalena merasa tidak nyaman, tatapan kosong suaminya yang buta seolah-olah mengawasi dan bisa mengetahui apa yang sedang dia lakukan. Yalena merasa serba salah, dan setelah mempertimbangkannya dengan matang, dia memutuskan untuk membatalkan niatnya. Dia teringat perkataan Bastille dulu, bahwa pernikahan mereka bersifat rahasia dan tidak boleh sampai terbongkar ke publik.
Bastille meraih minuman yang disuguhkan istrinya. Dahinya mengernyit saat merasakan manis menyentuh indra pengecapnya. “Minuman apa ini?”
Yalena yang sedang senyam-senyum tidak jelas, tersentak oleh pertanyaan Bastille. “Ah, emm … itu cokelat hangat. Hanya ada itu di kamarku. Kenapa?”
“Saya tidak suka manis.”
“Oh,” otaknya terlambat memahami, “ah, baiklah. Nanti aku akan menyuruh pelayan untuk menyimpan kopi atau teh.”
“Menyimpan?” Kening Bastille bertaut.
“Iya. Supaya ketika Om mengunjungiku, aku bisa menyuguhkan minuman yang Om suka,” harap Yalena.
Bastille menghela napas panjang, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. “Yalena, sepertinya kamu salah paham. Saya tidak punya niat mengunjungi kamarmu lagi. Saya ke sini sekarang karena ada hal penting yang perlu saya sampaikan.” Dia memijat sisi kepalanya. Yalena benar-benar polos. Dia tidak tahu arti seorang suami mengunjungi kamar istrinya. Jika Bastille melakukannya dua kali, gosip tentang hubungan mereka akan segera menyebar dan sampai ke telinga Simon.
“Ada apa?” Manik mata Yalena berbinar, menunggu dengan tidak sabar.
Bastille menatap Yalena sejenak sebelum akhirnya berkata, “Saya akan segera menceraikanmu.”
"Apa?" Yalena terpegun, raut wajahnya mencerminkan keterkejutan. Dia tidak menyangka mendengar pernyataan Bastille yang begitu langsung dan dingin. Rasa kecewa dan sedih tampak sejenak di matanya.
“Kamu akan mendapatkan kompensasi besar dari perceraian kita, ditambah warisan peninggalan ayahmu. Itu akan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanmu seumur hidup,” jelas Bastille. Dia merasa sudah waktunya melepaskan Yalena. Gadis itu sudah tumbuh dewasa dan akan mampu melindungi dirinya sendiri. Tidak ada lagi alasan bagi Bastille untuk membelenggunya dalam ikatan pernikahan yang tidak masuk akal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Tengil Om CEO
Romance"Kamu siapa? Ada keperluan apa datang kemari?" Bastille terkejut mendapati anak kecil yang dia nikahi sepuluh tahun silam telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Namanya Yalena, Bastille terpaksa menikahinya yang kala itu berumur sepuluh ta...