Hari itu, langit tampak cerah, namun hati Kejora merasa penuh dengan kekosongan. Ia berdiri di depan rumah tua milik keluarganya, melihat setiap sudut yang telah lama tidak ia kunjungi. Pikirannya kembali melayang pada perasaan yang ia coba sembunyikan.
Kejora menghela napas panjang, mencoba meredakan gejolak dalam dirinya. "Kenapa rasanya seperti ini?" batinnya. Ia tahu ini bukan hanya tentang masa lalu, tapi ada sesuatu yang mengikatnya pada tempat ini, pada kenangan yang tak pernah bisa ia lupakan.
Di saat itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Kejora menoleh dan melihat Raka berjalan dengan langkah pelan. Wajahnya tampak penuh beban, seolah ia membawa sesuatu yang berat.
"Kejora," sapa Raka dengan suara yang cukup pelan, namun tetap terdengar jelas.
Kejora memaksakan senyum. "Raka ... ada apa?"
Raka berhenti beberapa langkah darinya, matanya menatap dalam. "Aku nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi, aku rasa aku perlu bicara denganmu."
Kejora menatap Raka, merasakan sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka. "Tentang apa?"
Raka menggelengkan kepala, seolah berusaha menyusun kata-kata yang tepat. "Tentang perasaan ini, tentang apa yang terjadi antara kita. Aku ... aku nggak bisa terus menyembunyikan ini, Kejora. Aku ... aku merindukanmu."
Kejora terdiam, kata-kata itu datang begitu tiba-tiba, seperti badai yang menghantam jiwanya. "Rindu?" Kejora bertanya tanpa sadar, suaranya hampir tak terdengar.
"Iya," jawab Raka, wajahnya menunjukkan kesungguhan. "Setiap kali aku melihatmu, setiap kali aku berbicara denganmu, ada rasa yang nggak bisa aku jelaskan. Perasaan itu tak pernah hilang."
Kejora merasakan dadanya sesak. Rasa yang selama ini ia pendam, rasa yang ia coba lupakan, kini kembali menghantui dirinya. Ia menunduk, berusaha menenangkan pikirannya.
"Raka," suara Kejora bergetar. "Aku ... aku juga merasa seperti itu. Tapi, kenapa baru sekarang kamu mengakuinya?"
Raka menatapnya dalam, mendekat sedikit. "Aku nggak bisa membohongi diri sendiri lagi, Kejora. Mungkin aku terlalu lama mengabaikan perasaan ini, tapi sekarang aku sadar ... aku nggak bisa terus seperti ini."
Kejora menatap wajah Raka yang penuh dengan penyesalan. Hatinya terasa seperti terbelah. Di satu sisi, ia merasa bahagia mendengar pengakuan ini, tapi di sisi lain, ia merasa takut. Takut jika ia membuka hatinya, takut jika ia harus kembali terjatuh.
"Raka," Kejora mulai berbicara dengan suara yang lebih pelan, penuh kebimbangan. "Kamu tahu, aku pernah mencoba untuk melupakan perasaan ini. Tapi, bagaimana mungkin aku bisa melupakan seseorang yang selalu ada untukku, yang selalu menemani setiap langkahku?"
Raka terdiam. Ia tahu apa yang dimaksud Kejora. "Aku juga tahu, Kejora. Tapi, aku harus mengatakan ini. Aku nggak bisa hidup dengan penyesalan."
Kejora menatap Raka lama, mencerna setiap kata yang baru saja ia dengar. Rindu yang ia simpan dalam hati selama ini seakan terbakar oleh kata-kata Raka. "Tapi, apa kita bisa kembali? Apa kita bisa merangkai kembali semua yang pernah terputus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Rindu dan Rumah
Roman d'amourSetelah 10 tahun meninggalkan kampung halamannya demi mengejar karier sebagai arsitek di kota besar, Raka terpaksa kembali untuk mengurus warisan rumah tua keluarganya. Di sana, ia bertemu kembali dengan Arini, cinta masa lalunya, yang kini telah be...