Satu Cinta, Dua Hati

0 0 0
                                    

Langit mendung pagi itu menyelimuti desa, membuat udara terasa lebih berat dari biasanya. Raka berdiri di halaman rumah sambil menatap kosong ke arah jalan setapak yang mengarah ke pinggir hutan. Pikirannya terus berputar memikirkan perasaan yang akhir-akhir ini muncul tanpa ia kehendaki. Di satu sisi, ada sosok Kejora, teman lama yang kini sering hadir dalam ingatannya. Di sisi lain, pikirannya tersangkut pada sosok Laras, wanita yang baru saja ia kenal, namun telah membawa pengaruh besar.

"Rak!" suara Budi menyadarkannya dari lamunan.

Raka menoleh, tersenyum kecil. "Kamu nggak kerja hari ini, Bud?"

Budi menggeleng sambil mendekat. "Aku libur, dan ... sepertinya kamu perlu teman buat ngobrol," jawab Budi sambil menepuk bahu Raka. "Kamu terlihat bingung. Apa yang mengganggu pikiranmu?"

Raka hanya tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kegundahan hatinya. "Nggak ada, Bud. Cuma ... beberapa hal yang membuat aku sedikit berpikir."

Budi mengangkat alis. "Cuma berpikir? Atau lebih dari itu?" tanyanya, mencoba membaca ekspresi Raka.

Raka terdiam, lalu menghela napas. "Baiklah, aku akui. Aku sedang memikirkan ... seseorang."

Budi terkekeh, lalu duduk di atas batu di dekatnya. "Aku tahu. Siapa yang nggak tergoda sama Laras? Dia memang menarik, kan?"

Raka mengusap wajahnya, merasa ragu. "Itu masalahnya, Bud. Laras memang ... ya, dia seseorang yang unik. Tapi, di saat bersamaan, aku merasa ada sesuatu yang belum selesai antara aku dan Kejora."

Budi mendengarkan dengan serius, menunggu Raka melanjutkan.

"Kejora, dia teman kecilku, Bud. Dia orang yang selalu ada di sampingku, mendukung setiap langkah yang aku ambil. Tapi ketika aku bertemu Laras, rasanya seperti ada sesuatu yang berubah," Raka mengucapkan kalimat itu dengan suara rendah.

Budi menepuk bahu Raka, mencoba memberinya semangat. "Dengar, Rak. Kadang, hidup memberikan kita pilihan. Mungkin kamu memang harus memilih antara dua orang ini. Kamu nggak bisa selamanya berdiri di persimpangan tanpa menentukan arah."

Raka terdiam, merenungi kata-kata Budi. "Tapi, bagaimana caranya tahu siapa yang benar-benar aku inginkan?"

Budi tersenyum, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Kamu akan tahu, Rak. Hati kamu pasti akan memberitahumu, asal kamu berani mendengarkannya."

**

Saat senja mulai turun, Raka memutuskan berjalan-jalan di sekitar desa untuk menenangkan pikirannya. Di tengah jalan, ia melihat Laras tengah duduk di pinggir danau, menatap permukaan air yang tenang. Tanpa ragu, Raka mendekatinya.

"Hai, Laras," sapanya, mencoba menyapa dengan santai.

Laras menoleh, tersenyum ketika melihat Raka. "Raka! Apa kabar?" tanya Laras sambil menepuk tempat di sebelahnya, mengisyaratkan agar Raka duduk.

Raka duduk di sampingnya, menatap permukaan danau yang mulai memantulkan warna langit senja. "Laras, apa yang membuatmu datang ke desa ini? Maksudku ... kamu punya alasan khusus?"

Laras terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Sebenarnya, aku ke sini untuk mencari kedamaian. Kota besar sering kali melelahkan, dan aku ingin menemukan sesuatu yang lebih sederhana."

Raka tersenyum, memahami alasan Laras. "Aku bisa mengerti itu. Desa ini memang menawarkan sesuatu yang berbeda."

Laras memandang Raka dengan tatapan serius. "Raka, apa kamu pernah merasa bahwa ada orang tertentu yang seakan selalu memenuhi pikiranmu, tanpa kamu bisa menghindarinya?"

Pertanyaan itu membuat Raka tersentak. Ia merasakan jantungnya berdebar, namun ia berusaha tetap tenang. "Pernah," jawabnya pelan. "Kadang, kita bertemu seseorang yang membuat kita merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan."

Di Antara Rindu dan RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang