Saat malam tiba, Jianyu, Meilin, dan Wei berkemah di tepi desa yang terbengkalai itu, di bawah bayang-bayang pohon kering yang menjulang seperti sosok-sosok misterius. Mereka beristirahat setelah seharian penuh mengarungi desa tua yang menyimpan kenangan pahit tentang Nian. Masing-masing memandangi gulungan kuno yang kini berada di tangan mereka, gulungan yang diharapkan menjadi senjata pelindung bagi desa mereka.
Ketika api unggun mereka meredup, Jianyu mendapati pikirannya melayang, menyelimuti ingatan akan nasib yang telah menimpa desa ini, serta kata-kata Peng You, sang lelaki tua penjaga desa. Rasa penasaran terus mengusiknya: mengapa desa ini dibiarkan hancur setelah serangan Nian? Apa yang mendorong Peng You untuk tetap berada di tempat ini, sendirian?
Setelah sejenak sunyi, Meilin yang duduk di sebelah Jianyu berbicara, "Kau tahu, aku tak bisa berhenti memikirkan sesuatu yang dikatakan Peng You... tentang keberanian dan pengorbanan."
Wei yang duduk di seberangnya, mengangguk setuju. "Ya, aku juga merasa ada yang lebih dari sekadar mantra dalam gulungan ini. Semacam... pesan tersembunyi, mungkin."
Jianyu meresapi kata-kata itu dan mulai membuka gulungan dengan hati-hati, mencoba membaca tulisan-tulisan kuno di atasnya. Di balik kata-kata mantranya, Jianyu merasakan sesuatu yang aneh—seperti ada bisikan halus yang berputar-putar di udara di sekeliling mereka.
"Dengar!" bisiknya, memberi isyarat kepada Meilin dan Wei agar mereka tetap diam.
Suara berbisik samar itu, meskipun sulit didengar, perlahan semakin jelas. Bukan berasal dari gulungan, tapi seperti dari bayang-bayang yang mengelilingi mereka. Suara itu terdengar seperti gema kenangan dari masa lalu, mengisahkan cerita desa yang terlupakan, cerita tentang harapan dan pengorbanan. Jianyu, Meilin, dan Wei mendengarkan dengan penuh perhatian, hati mereka tersentuh oleh penderitaan yang dialami para penduduk desa itu.
Di antara bisikan itu, terdengar suara seorang perempuan dengan nada melankolis. "Kami semua pernah mencoba melawan... tetapi tidak siap menghadapi kegelapan yang dihadirkan Nian. Kegelapan yang datang tidak hanya dari makhluk itu, tetapi dari ketakutan kami sendiri."
Meilin menggenggam lengan Jianyu, matanya menunjukkan ketakutan bercampur rasa ingin tahu. "Apakah ini arwah penduduk desa?" tanyanya dengan suara lirih.
Wei menggeleng, mencoba untuk tetap tenang meski hatinya berdebar. "Entahlah... tapi mungkin mereka mencoba memberi kita petunjuk, atau mungkin... peringatan."
Jianyu merasakan keberanian dalam dirinya bangkit, dan ia menenangkan kedua temannya. "Kita harus mendengarkan apa yang mereka sampaikan. Mungkin mereka tahu sesuatu yang penting untuk perjalanan kita."
Kemudian, bisikan itu kembali terdengar, kali ini lebih kuat, seolah-olah ada suara yang ingin dipahami oleh ketiganya. "Mantra itu tidak cukup... hanya akan berhasil jika hati kalian benar-benar siap untuk menyerahkan apa yang paling kalian cintai. Ketakutan akan datang menguji kalian, tapi ingatlah: cahaya ada dalam hati yang rela berkorban."
Kata-kata terakhir itu meninggalkan kesunyian yang dalam di udara, meninggalkan Jianyu, Meilin, dan Wei dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Mereka saling berpandangan, masing-masing memikirkan makna dari pesan misterius tersebut. Jianyu merasa bahwa petunjuk ini bukan hanya untuk melawan Nian, tetapi juga untuk menguji keteguhan hati mereka sendiri.
Wei mengambil nafas dalam-dalam, lalu berkata, "Jianyu, kau percaya kita benar-benar mampu melakukannya? Menghadapi Nian, menyerahkan hal yang paling kita cintai?"
Jianyu menatap gulungan di tangannya, lalu mengangguk tegas. "Aku percaya, Wei. Jika itu demi desa kita, aku siap melakukan apa saja. Tapi kita harus bersiap, baik secara fisik maupun hati kita."
Ketiganya menutup malam itu dengan hati yang berat namun penuh tekad. Di dalam bayang-bayang malam, mereka mulai menyusun strategi, mempersiapkan diri untuk ujian yang akan mereka hadapi. Mereka tahu perjalanan ini tidak hanya menuntut kekuatan, tetapi juga keberanian dan pengorbanan sejati.
Dan di malam sunyi itu, dengan bisikan-bisikan roh desa yang menemani, Jianyu, Meilin, dan Wei menyadari bahwa setiap langkah yang mereka ambil tidak hanya membawa mereka lebih dekat ke Nian, tetapi juga ke ujian terbesar bagi hati mereka masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adventure Behind the Fireworks (Indonesia Version)
AdventureDi sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, legenda kuno tentang makhluk jahat bernama Nian kembali menghantui. Setiap tahun, saat Imlek, Nian bangkit untuk menghancurkan desa, dan hanya kembang api serta ornamen merah yang dapat mengusirnya...