Chapter 4: The Whispering Shadows

1 0 0
                                    


Jianyu dan teman-temannya melangkah lebih dalam ke dalam gua, cahaya dari batu merah yang besar masih memancar dengan intensitas yang mengerikan. Setiap langkah mereka terasa semakin berat, seolah-olah gua ini memiliki kekuatan yang ingin menghentikan mereka. Meilin, yang berjalan di samping Jianyu, menatap sekeliling dengan mata waspada, merasa ada sesuatu yang tak terlihat mengintai dari bayang-bayang.

"Ada apa dengan tempat ini?" tanya Yun, suaranya teredam oleh gema yang datang dari kedalaman gua. "Seperti ada sesuatu yang mengawasi kita."

Jianyu memperlambat langkahnya, mencoba merasakan udara yang lebih tebal dan aneh. "Jangan lupakan kata-kata penjaga batu itu," katanya dengan nada serius. "Kita belum bisa mengalahkan apa pun di sini jika kita tidak menghadapi ketakutan kita sendiri."

"Benar," kata Wei, menyuarakan pendapatnya. "Tapi ketakutan itu bisa berwujud dalam banyak bentuk. Kita harus lebih waspada."

Tiba-tiba, suara bisikan datang dari dalam kegelapan, semakin keras dan jelas. Mula-mula sulit untuk memahami kata-katanya, tetapi semakin lama, suara itu semakin terstruktur. "Apakah kalian siap?" bisikan itu terdengar begitu dekat, seperti ada sesuatu yang menggelisahkan mereka dari dalam bayang-bayang gua.

Meilin menggigil. "Siapa itu? Apa yang mereka inginkan?"

Jianyu menatap ke dalam kegelapan, mencoba mencari sumber suara. "Kita tidak boleh ragu. Kita harus terus maju," katanya dengan tegas, meskipun dia sendiri merasa ketakutan mulai merayap di dalam dirinya.

Mereka terus berjalan, tetapi semakin lama, suara bisikan itu semakin jelas. Bukan hanya satu suara, tetapi beberapa, seperti ratusan jiwa yang terperangkap di dalam gua ini. "Kalian tidak akan bisa keluar," bisikan itu semakin keras, "Karena kalian adalah bagian dari takdir ini."

Tiba-tiba, bayang-bayang di sekitar mereka mulai bergerak, seolah memiliki kehidupan sendiri. Siluet-siluet gelap mulai muncul di sepanjang dinding gua, bergerak dengan kecepatan yang mengerikan, menjauh dan mendekat, menjadikan suasana semakin menegangkan. Jianyu bisa merasakan tubuhnya mulai kaku, setiap detak jantungnya terasa berat.

"Mereka... mereka ada di sini," kata Yun, suaranya bergetar.

Jianyu berbalik untuk melihat teman-temannya. "Jangan lari," ujarnya keras. "Kita harus tetap bersama. Jangan biarkan bayang-bayang itu menguasai kita."

Tapi saat itu juga, bayang-bayang itu mulai merayap lebih dekat. Muncul sosok gelap yang memanjang, perlahan-lahan menutupi dinding gua di sekitar mereka. Suara-suara bisikan semakin ramai, seolah-olah berusaha menggiring mereka menuju jalan yang tidak diketahui. Jianyu merasakan kehadiran yang kuat—sesuatu yang lebih jahat daripada apapun yang pernah dia bayangkan.

"Wei, Meilin, Yun!" teriak Jianyu. "Kita harus maju sekarang!"

Tapi seiring mereka bergerak maju, bayang-bayang itu semakin mendekat, menyelimuti mereka dengan cepat. Meilin mulai terbatuk dan terengah, tidak bisa menahan rasa takutnya. "Jianyu, aku merasa seperti... seperti aku tidak bisa bernapas. Sesuatu sedang menghalangi kita!"

Jianyu tahu mereka harus menghadapinya dengan cara lain. Tanpa pikir panjang, dia meraih sebuah obor yang tergeletak di dinding gua dan menyulutnya. Cahaya api yang berkobar menerangi sekitarnya, mengusir sebagian bayang-bayang yang mengelilingi mereka. Namun, bayang-bayang itu terus mendekat, seolah tidak terpengaruh oleh api.

"Apa yang terjadi dengan mereka?" tanya Wei, suaranya bergetar.

"Ini bukan soal api. Ini lebih dari itu," kata Jianyu, menggenggam obor itu lebih erat. "Bayang-bayang ini adalah bentuk dari ketakutan kita. Kita harus menghadapinya langsung."

Dengan keyakinan baru, Jianyu melangkah maju dan mulai berbicara dengan tegas, "Kami datang untuk mengalahkan Nian, untuk menyelamatkan desa kami! Jika kalian adalah bagian dari ketakutan kami, maka kalian akan kalah!"

Tiba-tiba, bayang-bayang itu mulai menghindar, seolah-olah kata-kata Jianyu itu memiliki kekuatan untuk mengusirnya. Meilin, Yun, dan Wei mengikuti langkah Jianyu dengan lebih berani, masing-masing menggenggam obor mereka sendiri, berusaha melawan bayang-bayang yang semakin lemah.

Ketika cahaya dari obor mereka semakin terang, bayang-bayang itu akhirnya menghilang, dan suasana di gua kembali hening. Namun, Jianyu tahu bahwa ini belum berakhir. Mereka masih harus menghadapi banyak ujian lagi sebelum mereka bisa menemukan cara untuk mengalahkan Nian.

"Ini baru permulaan," kata Jianyu dengan hati yang lebih kuat. "Kita harus lebih berhati-hati. Apa yang kita hadapi di sini hanya sebagian kecil dari apa yang akan datang."

Namun, saat mereka melanjutkan perjalanan, langkah mereka terasa lebih ringan, dan udara di sekeliling mereka mulai sedikit lebih bersih. Dengan obor yang menyala di tangan mereka, mereka tahu bahwa mereka belum sepenuhnya mengalahkan ketakutan mereka, tapi mereka telah menghadapinya. Dan itu sudah cukup untuk membuat mereka siap menghadapi apapun yang akan datang.

Adventure Behind the Fireworks (Indonesia Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang