Chapter 18: The Mountain's Wrath

1 0 0
                                    

Setelah pertarungan sengit dengan bayangan-bayangan yang terkutuk, Jianyu, Meilin, dan Wei beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan mereka menuju pegunungan. Dalam hati, mereka merasa sedikit lega, namun sadar bahwa ujian berikutnya mungkin akan lebih berat.

Setibanya di kaki gunung, suasana sekitar berubah menjadi mencekam. Kabut tebal turun menyelimuti pegunungan, dan suara-suara aneh bergema di antara tebing-tebing. Jianyu melihat ke atas, menyadari bahwa mereka harus mendaki jalur sempit dan curam yang tampak berbahaya.

"Kita harus berhati-hati," kata Wei. "Gunung ini sepertinya menyimpan lebih dari sekadar bebatuan."

Benar saja, di tengah perjalanan naik, angin kencang berhembus, membuat langkah mereka goyah. Tak lama kemudian, suara gemuruh terdengar, diikuti oleh getaran di tanah. Jianyu melihat ke atas dan terkejut melihat sekumpulan batu besar bergulir turun ke arah mereka.

"Awas!" teriak Jianyu, menarik Meilin dan Wei keluar dari jalur runtuhan.

Namun, saat mereka menghindar, sosok makhluk besar muncul dari balik bebatuan. Berwujud seperti raksasa batu dengan mata bersinar biru, makhluk itu tampak marah dengan kehadiran mereka. Makhluk tersebut mengayunkan tangan besarnya, mencoba menghantam mereka.

"Kita harus melawan lagi?!" seru Meilin dengan napas terengah, namun sudah bersiap.

Wei mencoba menyerang makhluk batu itu dengan pedangnya, namun serangan itu tidak banyak berpengaruh. Batu-batu yang membentuk tubuh makhluk tersebut terlalu keras dan padat. Jianyu mencoba menyerang dari sisi lain, namun hasilnya sama—makhluk itu seolah tak tergoyahkan.

"Serangannya tidak berpengaruh!" keluh Wei, menghindar dari serangan besar makhluk itu.

Meilin tiba-tiba mendapatkan ide. "Mungkin kelemahannya ada di sumber cahaya itu—matanya!"

Jianyu menyadari bahwa Meilin mungkin benar. Mereka mencoba mengatur posisi, berusaha mengalihkan perhatian makhluk itu sambil menargetkan matanya. Meilin mengangkat tongkat sihirnya, mengarahkan cahaya ke arah wajah makhluk tersebut, membuatnya teralihkan sesaat. Dengan kesempatan ini, Jianyu dan Wei melancarkan serangan bersamaan ke arah mata raksasa batu itu.

Teriakan menggelegar terdengar saat makhluk batu itu terkena serangan mereka. Mata bercahaya biru itu retak, dan perlahan-lahan, tubuh makhluk tersebut mulai hancur, berubah menjadi tumpukan batu yang kembali tak bernyawa.

Ketiganya terengah-engah setelah pertempuran itu, namun senyum kecil tersungging di wajah mereka. Mereka telah berhasil mengalahkan dua tantangan besar, meski perjalanan ini masih jauh dari selesai.

Di hadapan mereka, puncak gunung yang menjulang seolah memberi tantangan terakhir. Jianyu menggenggam pedangnya lebih erat, menyadari bahwa setiap langkah ke depan adalah langkah mendekati takdir mereka.

Adventure Behind the Fireworks (Indonesia Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang