7

17 6 4
                                    

Pagi sekali, Levin terbangun di sofa di dalam ruangan Hailey. Semalam, ia sempat tertidur duduk di sampingnya, menggenggam erat tangan Hailey, tetapi Mr. Bridger, yang merasa kasihan melihat Levin kelelahan dan tentunya tidak nyaman tidur dalam posisi seperti itu, membangunkannya perlahan dan memintanya untuk tidur di sofa. Mr. Bridger berjanji akan bergantian menjaga Hailey semalam.

Levin mengerjap, memandang langit-langit sebentar, sebelum menoleh ke arah ranjang Hailey. Melihat sosok ayah Hailey yang masih duduk di sisinya, Levin merasakan sedikit ketenangan, meski tetap ada rasa cemas dan letih yang tak kunjung pudar di hatinya.

Levin mengusap wajahnya sebentar, mencoba menepis sisa kantuk dan kepenatan yang masih terasa. Ia lalu melangkah mendekati mr. Bridger, suaranya penuh harap saat bertanya tentang kondisi Hailey.

Paman Bridger menggeleng pelan. "Tidak banyak yang berubah, Levin. Mungkin Hailey akan punya sedikit tenaga untuk bangkit beberapa waktu ke depan... tapi itu tidak akan bertahan lama." Suaranya lirih, kesedihan, namun ia tetap berusaha menenangkan Levin dengan senyuman kecil yang dipaksakan. "Jangan terlalu khawatir. Hailey akan baik-baik saja."

Paman Bridger meletakkan tangan di pundak Levin, menyarankannya untuk pergi ke sekolah hari ini dan mengalihkan pikirannya meski hanya sesaat. Tapi Levin langsung menggeleng tegas, menatap penuh keyakinan.

“aku tidak akan pergi ke mana pun, Paman.aku ingin di sini, di samping Hailey.” Ia menarik napas dalam, tekadnya begitu kuat. "Tak apa,mr bridger..aku akan bolos sekolah sampai Hailey bisa pulang.aku tidak akan tinggalkan dia."

Paman Bridger menatapnya dalam diam, lalu meremas bahunya dengan lembut, seakan memahami perasaan Levin yang begitu tulus untuk tetap berada di sisi putrinya.

Levin duduk di samping Paman Bridger, bercerita dengan nada lembut tentang Noah—sosok yang disukai Hailey dan yang kabarnya akan datang menjenguknya nanti. Levin juga menyampaikan bahwa ia akan pulang sebentar ke rumah Hailey untuk mengambil barang-barang yang diinginkannya, memastikan semua keperluan Hailey akan terpenuhi.

Paman Bridger mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu mengangguk pelan. "Di rumah, ada ibu dan adik Hailey," katanya, seakan ingin memberi jaminan bahwa Levin akan ditemani.

Namun, Paman Bridger menyerahkan kunci rumah kepada Levin. "Kalau-kalau mereka sudah berangkat lebih awal, simpan ini sebagai jaga-jaga, Levin."

Sebelum Levin beranjak pergi, Paman Bridger memandangnya dengan penuh syukur. “Terima kasih, Levin. Kau selalu ada untuk Hailey, dan untuk itu... kami sangat bersyukur. Bagiku, kau sudah seperti bagian dari keluarga kami sendiri.”

Levin mengangguk, tersenyum hangat meski hatinya terasa berat. Ia mengerti betapa dalamnya ikatan mereka, dan ia berjanji dalam hati akan terus mendampingi Hailey, tak peduli seberapa sulitnya waktu-waktu ke depan.

Levin memutuskan untuk pulang dengan taksi agar lebih cepat, meski di sepanjang perjalanan pikirannya tetap diliputi kekhawatiran karena meninggalkan Hailey, meski hanya sebentar. Dalam diam, ia menggenggam erat teleponnya, seolah itu bisa memberinya sedikit rasa aman.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari tempat ia memperbaiki gitarnya. Levin hanya menjawab singkat,
menitipkan gitarnya sementara waktu dan memastikan bahwa gitarnya masih ada di sana. Dengan cepat, ia menutup telepon dan mulai mengetik pesan kepada wali kelasnya, meminta izin untuk tidak masuk sekolah hari ini dan memberikan kabar tentang kondisi Hailey.

Sambil menatap keluar jendela, ia mendesah pelan. Pagi ini, Levin merasa sangat sibuk, seolah waktu tak pernah cukup untuk memastikan semua berjalan baik bagi Hailey. Tapi, di dalam hatinya ia berjanji akan terus melakukan yang terbaik untuk gadis yang begitu berarti baginya.

"Hailey's Silent Goodbye"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang