Levin berdiri di ambang pintu, tubuhnya kaku seolah terikat dengan duka yang memenuhi ruangan itu. Ia menyaksikan satu per satu orang yang ia sayangi meninggalkan Hailey, meninggalkan ruangan dengan langkah yang perlahan, terbebani oleh kesedihan yang tak tertahankan.
Semua orang telah pergi, meninggalkan Hailey dalam keheningan yang mendalam,bukan karena tak sayang,tapi karena tak ingin tangisnya terdengar oleh sang putri.
Dengan hati yang berat, Levin melirik ke arah Hailey yang terbaring lemah. Mata gadis itu tertutup rapat, dan meskipun begitu, Levin tahu bahwa ia tetap ada di sana, berjuang dengan cara yang tak terlihat oleh siapapun. Levin menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri dari kepedihan yang meresap ke dalam jiwanya. Ia tahu dirinya harus kuat—terutama di depan Hailey.
Perasaan itu begitu membebani hatinya. Ia tahu betul, tak ada kata-kata semangat yang bisa ia ucapkan untuk meringankan beban yang kini Hailey tanggung. Kondisi Hailey yang begitu parah membuatnya merasa tak punya hak untuk memberikan semangat kosong. Levin bingung. Apa yang bisa ia katakan? Apa yang bisa ia lakukan ketika segala harapan itu sudah hampir habis?
Namun di tengah kebingungannya, satu hal yang tetap ia tahu—ia ingin ada untuk Hailey. Ia ingin menjadi seseorang yang bisa Hailey andalkan, menjadi pengingat bahwa meskipun dunia sedang runtuh, ada seseorang yang akan tetap di sisinya.
Levin tak akan pergi. Ia tak bisa meninggalkan Hailey begitu saja. Dengan segenap hati, ia bertekad untuk tetap di sana, mendampinginya, mengisi kekosongan yang ada, meskipun ia sendiri tahu bahwa tak ada yang bisa mengubah kenyataan pahit yang tengah dihadapi Hailey.
Levin menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan badai di dalam dadanya. Dengan hati-hati, ia menghapus sisa air mata yang masih membekas di wajahnya, lalu mencoba menampilkan senyum yang tampak santai—meskipun dalam hatinya, semuanya terasa begitu hampa.
Ia melangkah perlahan menuju ranjang Hailey, tempat gadis itu masih terbaring dengan mata yang terpejam. Levin tahu Hailey tidak sedang tidur, hanya mencoba menemukan kedamaian di tengah badai yang kini melanda hidupnya.
Saat jaraknya semakin dekat, Levin berhenti sejenak, menatap Hailey dengan tatapan penuh kepedihan yang ia sembunyikan di balik senyumnya. Tak ada yang tahu apa yang sebenarnya ia rasakan—betapa hatinya ikut hancur saat melihat gadis yang begitu ia sayangi terbaring tak berdaya.
Tetapi ia tetap melangkah mendekat, memastikan bahwa kehadirannya dapat menjadi sedikit pelipur bagi Hailey di tengah penderitaan yang kini harus ia jalani.
Tanpa suara, Levin mendekat dan dengan lembut meraih tangan Hailey, menggenggamnya dengan kedua tangannya yang sedikit bergetar. Ia merasakan kehangatan samar dari tangan gadis itu, dan dalam diam, ia mencoba menyalurkan ketenangan, seolah-olah genggamannya bisa mengusir sedikit saja rasa sakit yang Hailey tanggung.
Levin menatap wajah pucat Hailey, memperhatikan setiap garis dan lekuknya, menghafalkan semua detailnya seolah-olah ia sedang menyimpan kenangan ini dalam-dalam di hatinya. Ada keheningan yang terasa berat di antara mereka, namun dalam keheningan itu, tersirat cinta yang begitu dalam dan tak terucapkan.
Sesaat, mata Levin mulai berkaca-kaca lagi, tapi ia tetap menahan dirinya. Ia tidak ingin Hailey merasakan dukanya—yang ia inginkan hanyalah memberi kedamaian bagi gadis yang begitu ia cintai.
Baginya, Hailey adalah segalanya, dan meskipun ia tidak tahu harus berkata apa, genggaman tangan mereka seolah berbicara, mengungkapkan semua yang tak terucap: harapan, cinta, dan ketulusan, di tengah kenyataan pahit yang kini mereka hadapi bersama.
Seolah merespons ketulusan yang Levin berikan, Hailey perlahan memanggil namanya,
"Levin…"
Tanpa perlu melihat, ia tahu siapa yang ada di sampingnya—ia tahu itu Levin. Suaranya terdengar lemah, namun ada kehangatan dalam setiap ucapannya, seolah kehadiran Levin saja sudah memberikan kekuatan tersendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
"Hailey's Silent Goodbye"
Teen FictionBunga krisan. Di sebuah taman yang cerah, dua bunga tumbuh bersebelahan: satu krisan yang setia, dan satu mawar yang memesona. Cinta yang tulus terjebak dalam bayang-bayang keindahan, sementara angin membawa harapan baru. Saat badai datang dan kelop...