Alex yang kini sudah berada di dalam pesawat, dengan perasaan yang campur aduk, ia berulang kali melihat foto-foto yang di kirimkan oleh bawahannya. Wajahnya memutih dan ekspresinya terasa kehilangan.
"Dia bukan milikku... Bukan."
Kata-kata itu bergema di dalam pikirannya, memaksa ia untuk menghadapi kenyataan yang tidak bisa di hindari. Dan itu yang membuatnya untuk memutuskan pulang lebih awal.
Alex melihat cincin pernikahannya di jarinya, hatinya terasa sangat berat, seakan ia tidak bisa percaya bahwa semua ini sedang terjadi pada dirinya.
Setelah 4 jam di perjalanan, pesawat nya pun mendarat dengan aman di atas aspal, Alex dengan segera menghubungi asistennya untuk mengatur pertemuan untuk besok. Perjalanan bisnis nya masih belum selesai sepenuhnya, ada beberapa urusan yang harus di selesaikan.
***
Setibanya di rumah, Alex merasa sangat lelah, tanpa pikir panjang ia langsung menuju kamarnya, Henry sepertinya tidak ada di rumah. Alex meregangkan badannya di atas ranjang itu, mengambil ponselnya yang berada tidak jauh di samping kepalanya, Alex tahu itu akan percuma jika ia mencoba menghubungi Henry, ia tidak yakin apakah Henry akan menjawabnya.
Alex hanya melihat nomor ponsel Henry di ponselnya itu, tidak ada aktifitas lain. Setelah cukup lama berpikir Alex akhirnya memutuskan untuk tidur sejenak, tapi sepertinya pikirannya masih terus menerus memutar hal-hal yang tidak ingin dia dengar, Alex bahkan tidak memiliki nafsu untuk makan meskipun setelah perjalanannya tidak ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam perutnya. Pelayannya datang dengan peka menawarkan semangkuk sup panas dan segelas teh hangat, tetapi Alex menolaknya dengan sopan.
Beberapa menit kemudian, pelayannya itu melihat tuannya menuruni tangga, mengenakan pakaian yang rapi dan terlihat sedang buru-buru. Pelayan itu pun bertanya dengan sopan, "Tuan, apakah tuan baik-baik saja? Mengapa tuan tidak beristirahat?"
Biasanya pelayannya tidak akan berani bertanya, tapi dengan rasa khawatir, dia berani menggubrisnya.
Alex menjawab dengan tenang, "Aku baik-baik saja, aku akan keluar sebentar." Yang sebenarnya ia berniat untuk mencari Henry. Setelah mengambil kunci mobilnya ia langsung keluar, Alex tahu bahwa Henry berada di suatu tempat.
Jalanan terlihat sepi dan lalu lintasnya terpantau aman. Awalnya Alex berencana untuk mengemudi lebih jauh, lalu kemudian, terpantau jelas, ia melihat Henry yang sedang duduk dengan seseorang di sebuah cafe di dekat rumahnya, setelah memarkirkan mobilnya di sana, Alex keluar dari mobilnya hendak menemuinya namun lagi-lagi ia selalu menahan rencananya itu dan hanya memandanginya saja.
Ale melihat Erik mengulurkan tangan untuk mengusap kepalanya Henry. Alex melihatnya dengan jelas Henry bersandar pada Erik dengan tangan yang saling berpegangan.
Semua adegan itu terpampang jelas di depan matanya, membuatnya merasa jauh dari kata tenang. Alex bisa saja pergi kesana dan menarik tangan Henry untuk kembali padanya dan berteriak pada orang itu bahwa Henry merupakan miliknya.
Tetapi kaki Alex rasanya enggan untuk mematuhinya, tidak tahu kenapa rasanya seperti terkunci dan tak dapat bergerak sama sekali. Perhatian yang selama ini ia rasakan tidak sepenuhnya Henry berikan, dan Henry berikan itu semua pada Erik. Kebenaran yang menghantamnya saat ini, meskipun keras, setidaknya inilah kebenarannya. Henry jatuh cinta pada orang lain, membuatnya tidak memiliki ruang untuk hatinya. Mungkin bagi Erik, Henry merupakan sebagian berlian yang tidak ternilai. Tetapi baginya, Henry merupakan sebuah bingkisan langka. Karena ayahnya, ia setuju untuk menikah dengannya. Sebuah komitmen yang enggan. Bahkan tanpa ada rasa cinta di antara mereka berdua.
Sementara itu, bagi Erik, semua yang Henry lakukan adalah karena cinta. Henry terlihat sangat menyayanginya, hingga walaupun dia sudah menikah dengannya, Henry seperti enggan untuk melepaskan genggamannya itu.
Dan laki-laki itu pun tampak seperti sangat menyayanginya juga.
"Henry, baru kali ini aku merasakan hal seperti ini, rasanya sangat sakit, tahukah kamu?"
***
Malam itu Henry baru saja tiba di rumah. Sebelum ia memasuki kamarnya, ia melihat pintu kamar Alex terbuka, ia mengintip sebentar di sela-sela pintu itu, terlihat sebuah koper milik Alex dan beberapa barangnya.
"Alex? Alex kau sudah pulang?" Tanya Henry
Namun tidak ada jawaban sedikit pun di dalam kamarnya, Henry tidak dapat menemukan Alex di manapun. Lagi pula kemana Alex pergi dan apa yang dilakukannya, itu adalah urusannya sendiri, pikir Henry. Ia bergegas untuk kembali ke kamarnya dan bergegas untuk mandi dan tidur.
Keesokan paginya, Henry terbangun dan melihat adanya tanda-tanda keberadaan Alex, suasana kamar Alex masih sama seperti terkahir kali ia masuk, ia mencoba untuk bertanya pada para pelayan, mereka berkata bahwa Alex sudah pergi keluar dari semalam dan belum kembali. Meskipun Henry penasaran dan ingin mencari tahu lebih lanjut, ia takut melanggar batasan yang ada, jadi ia memilih untuk tidak ikut campur. Henry bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan tanpa Alex, tidak seperti biasanya, ia pergi ke perusahaan sendirian.
Di dalam bus, Henry dengan santai mengeluarkan ponselnya dan terlihat sedang asik mengirim pesan khusus pada Erik. Dalan hatinya, ia berharap bahwa di masa depan, ia bisa tinggal berasa dengan Erik, menikmati kehangatan sesuai dengan apa yang ia mau.
Namun, di tengah kebahagiaan yang sedang ia rasakan, ia juga tak lupa bahwa ia telah menikah. Henry selalu merenungkan apakah pernikahan mereka benar-benar berjalan sebagaimana mestinya. Henry selalu berpikir bahwa ini bukanlah pernikahan yang sebenarnya, melainkan sebuah hubungan berkedok janji. Henry tahu bahwa suatu saat, semua ini akan berakhir dan ia akan mengejar cinta sejatinya.
***
Brice adalah asisten lain milik Alex yang sangat membantu yang selama ini ia sembunyikan, ia memanggilnya kembali karena suatu alasan. Brice dengan tancap gas menemui Alex, ia heran kenapa bosnya memanggilnya ke rumah sakit. Brice memasuki rumah sakit itu dan dengan cepat ia langsung di tuntun oleh perawat menuju ke sebuah ruangan. Betapa kagetnya ia melihat Alex yang sedang terbaring penuh luka di atas ranjang, tampak memperhatikan keadaanya dengan seksama.
"Pak Alex, apakah anda baik-baik saja?" Tanya Brice dengan penuh perhatian.
Dengan selang infus yang ada di hidungnya, Alex menatapnya dengan tenang dan berkata. "Tidak apa-apa, aku sudah merasa lebih baik. Tolong minta asisten saya di perusahaan untuk menghandle pekerjaan saya di sana," Jawabnya dengan lembut, meskipun terdapat beberapa jarum infus di badannya.
Brice mengangguk penuh perhatian. "Saya akan segera memberi tahu asisten bapak di perusahaan perihal ini. Jangan khawatir, saya akan memastikan juga agar semuanya berjalan dengan lancar."
KAMU SEDANG MEMBACA
ENMESHED (RWRB AU Version) / On Going
RomanceApa jadinya jika seorang pria straight di paksa menikah dengan seorang pria pilihan ayahnya, apakah di akan menolaknya atau mungkin menerimanya? Cerita ini menceritakan bagaimana cinta bisa tumbuh, bahkan di tempat atau jiwa yang paling tak terduga...