Bab 7: Matchmaking

136 18 0
                                    

"Hai, Cazzie. Oh, atau Elaina?" Kairo berucap dengan senyum miringnya.

"Emmmm ... anu, Kak. Ini kotak p3k nya. Kayaknya gue harus pergi deh, bye!" pamit Cazzie, menyerahkan kotak berwarna putih itu pada Kairo kemudian beranjak dari duduknya.

Belum sempat melangkah pergi, tangan kanan Cazzie sudah dicekal oleh laki laki itu. Mau tak mau, Cazzie berhenti dan berbalik menghadap Kairo lagi.

"Ada apa, Kak? Gue mau pulang, udah malem."

"Obatin gue," titah Kairo dengan nada tegas tanda ia tak ingin dibantah.

Cazzie menghembuskan nafas panjang. Baiklah, sepertinya kali ini ia akan mengalah dan membiarkan dirinya berurusan dengan sang antagonis itu. Lagian salah satu sisi dalam dirinya merasa kasihan pada laki laki itu. Tak ada salahnya kan menolong sesama manusia.

"Ya udah sini," ujar Cazzie, meminta Kairo untuk lebih mendekat ke arahnya.

Dengan telaten, Cazzie mengobati luka yang ada di wajah laki laki itu. Padahal belum terlalu sembuh dari cidera yang dialami karena kecelakaan, tapi Kairo sudah mendapatkan luka baru saja.

"Lo tuh setiap Senin wajib nambah luka baru ya, Kak?" Cazzie bertanya tanpa sadar menyuarakan pikirannya.

"Hm?" Gumam Kairo bingung.

"Senin lalu Lo kecelakaan, dan sekarang Lo dikeroyok orang. Emang hobi bahayain diri sendiri atau gimana sih?"

Kairo hanya diam tak menjawab. Ia asik memandangi wajah Cazzie yang berubah ubah. Kadang gadis itu akan meringis seakan merasa sakit— padahal yang terluka Kairo, kadang kesal, dan kadang rautnya berubah datar.

"Udah selesai," ucap Cazzie, memasukkan peralatan nya ke dalam kotak p3k.

"Thanks," Kairo menjeda kalimatnya, "untuk yang ini dan yang kemarin," lanjutnya yang dibalas anggukan oleh Cazzie.

"Kalo gitu gue pergi dulu, Kak. Lo bisa pulang sendiri kan?"

"Iya, gue bawa motor," ucapnya sembari menunjuk sebuah motor sport.

Cazzie kembali menganggukkan kepalanya. Ia beranjak dari duduknya diikuti Kairo. "Hati hati di jalan, Kak. Jangan luka lagi," pesan gadis itu.

Kairo hanya berdeham sebagai jawaban. Cazzie tersenyum tipis, kemudian berbalik dan melangkahkan menuju motornya. Ia lalu menaikinya dan bergegas meninggalkan Kairo yang masih menatap kepergiannya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Mine."

***

Cazzie melangkahkan kaki memasuki mansion setelah meletakkan motornya di bagasi. Saat ini sudah hampir jam 11, dan ia hanya berharap semoga Dixey tidak memarahinya nanti.

"Itu dia. Ezzie sini, Princess," panggil Dixey segera setelah melihat kedatangan Cazzie.

Gadis berambut panjang itu mengernyit heran, namun tetap melangkahkan kakinya mendekati Dixey dan beberapa orang asing yang duduk di sofa ruang tamu itu. Ketika mengamati satu persatu, Cazzie sedikit terkejut mendapati seseorang yang tak ingin ia temui berada di antara mereka.

"Ada apa, Dad?" tanya Cazzie, mendudukkan diri di samping Dixey.

"Kenalin mereka sahabat, Daddy," ujar Dixey mengalihkan pandangan menuju seorang pria yang tampak seumuran dengannya.

Cazzie mengikuti arah pandangnya ayahnya. Yang ia tangkap, dua orang berbeda jenis kelamin itu pasti sahabat Dixey sekaligus ayah Mozza. Iya, orang yang tak ingin ia temui itu adalah Mozza yang sedang duduk anteng di depan sana.

The Villain's TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang