Beberapa hari berlalu sejak perjodohan Cazzie dengan Mozza. Dengan alasan disuruh oleh Listya, kedua remaja itu sering bertukar pesan singkat—walaupun Mozza lebih mendominasi percakapan.
Pagi ini, Cazzie melangkah gontai menuruni tangga mansion nya. Ia benar benar tak bersemangat karena hari ini ia harus berangkat ke sekolah bersama Mozza. Sungguh hal yang sangat tidak ia inginkan.
Padahal ia kira Mozza hanya akan mendekatinya lewat chat, karena selama ini di sekolah pun laki laki itu bersikap biasa saja. Bahkan ia lebih sering terlihat berinteraksi dengan Zahira. Entah siapa yang memulai duluan.
Cazzie tentu saja senang, karena jika Mozza dekat dengan Zahira artinya Cazzie memiliki kesempatan untuk membatalkan perjodohan mereka. Akan tetapi rencananya gagal karena hari ini Mozza mengajaknya berangkat bersama. Sepertinya laki laki itu sudah mulai sadar akan sikapnya yang sedikit cuek di chat.
Alur novel masih akan berjalan beberapa Minggu lagi, dan Cazzie sudah dibuat bingung dengan hal hal yang diluar prediksinya. Mulai dari pertemuannya dengan Kairo hingga perjodohan dengan Mozza. Padahal Cazzie berniat menghindari pra tokoh novel, namun ia malah terjebak di antara mereka.
Cazzie takut. Ia benar benar takut jika alur tak pernah bisa ia rubah. Ia takut jatuh ke dalam pesona Mozza, dan ketika Aluna datang ia akan melakukan hal yang sama dengan Cazzie asli. Kalaupun tidak membully gadis itu, Cazzie tak yakin jika bisa melihat Mozza dekat dengan perempuan lain.
Satu-satunya hal yang harus ia lakukan saat ini adalah menghindari jatuh cinta kepada Mozza. Ia harus memastikan bahwa apapun yang dilakukan Mozza kepadanya tidak akan ia bawa ke dalam perasaan. Dan jika bisa, ia harus segera membatalkan perjodohan konyol itu.
"Princess!"
Cazzie tersentak mendengar panggilan itu. Ia mengedarkan pandangan dan segera menyadari jika ia sudah berada di meja makan. Padahal tadi ia merasa masih berada di tangga.
"Iya, Dad?"
"Kamu memikirkan apa sampai sampai melamun seperti itu?" tanya Dixey dengan nada khawatirnya.
"Ah, tidak, Dad. Aku hanya mengingat ingat materi yang aku pelajari semalam karena nanti akan ada ulangan harian," alibi Cazzie yang untungnya dipercayai oleh Dixey.
"Baiklah. Tapi lain kali jangan melamun seperti itu karena bisa membahayakan dirimu," pesan Dixey.
"Baik, Dad." Cazzie menjeda kalimatnya ketika mengingat sesuatu. "Oh iya, oma sama opa hari ini pulang, Dad?" Tanyanya penasaran.
"Sepertinya iya." Cazzie hanya mengangguk mendengar jawaban Dixey.
Sejak hampir satu Minggu yang lalu— tepatnya pada malam perjodohannya dengan Mozza, kedua orang tua Dixey pergi ke Singapura untuk liburan. Entahlah, tidak ada angin tidak ada hujan tiba tiba mereka pergi liburan. Cazzie juga heran, tapi ia baru ingat jika orang kaya itu bebas. Mau liburan keliling dunia juga terserah karena uang mereka banyak.
"Sekarang cepat makan sarapanmu karena Mozza sudah berada di perjalanan kemari," titah Dixey, meletakkan sepotong sandwich di atas piring Cazzie.
Mengingat jika harus berangkat bersama Mozza, Cazzie kembali kehilangan semangatnya. Ia memakan roti berisi sayur dan telur di hadapannya dengan malas.
Beberapa menit setelahnya, salah satu bodyguard Dixey memberitahu bahwa Mozza sudah berada di halaman mansion. Cazzie segera menegak habis susunya kemudian menyalimi Dixey sebelum pergi menghampiri Mozza yang berada di dalam mobilnya.
"Pagi, Cazzie," sapa Mozza dengan senyum cerahnya. Cazzie hanya menanggapi seadanya sembari memasang sabuk pengaman.
"Kok Lo bawa mobil, Kak?" heran Cazzie, karena setaunya Andin menjelaskan bahwa sang tokoh protagonis itu adalah anak motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain's Transmigration
Teen FictionBagaimana jadinya jika seorang Elaina yang merupakan gadis SMA biasa masuk ke dalam novel yang diceritakan oleh sahabatnya. Ia memasuki raga sang antagonis wanita yang akan mati dibunuh oleh antagonis pria. Novel berjudul Mozza untuk Aluna, mengisa...