Chapter 3: Keinginan untuk Bertemu

0 0 0
                                    

Judul: Pertemuan Tak Terduga

Hari demi hari berlalu, dan percakapanku dengan HS menjadi rutinitas yang aku nantikan. Setiap kali aku menerima notifikasi pesan darinya, ada rasa bahagia yang tak bisa kujelaskan. Percakapan kami tak hanya berhenti pada hal-hal ringan. Kami mulai berbagi cerita yang lebih pribadi—tentang keluarga, masa lalu, bahkan kegagalan dan harapan yang terpendam.

Suatu malam, ketika aku sedang merebahkan diri di tempat tidur, ponselku berbunyi lagi. Nama HS muncul di layar, membuatku tersenyum.

“Hey, malam ini hujan lagi. Ada rencana spesial?” tulisnya.

Aku menggeleng pelan sambil mengetik balasan. “Sepertinya tidak ada yang spesial. Hanya kamu yang membuat malam ini berbeda.”

Lama dia tak membalas, dan aku sedikit khawatir apakah kata-kataku terlalu berlebihan. Namun, balasannya kemudian muncul dengan emoji senyum.

“Ah, kamu bisa saja. Tapi jujur, aku juga merasa ada yang spesial setiap kali kita ngobrol.”

Aku tersenyum lebar. Percakapan seperti ini membuat hatiku hangat, meskipun aku tahu hubungan kami terbatas hanya pada layar ponsel. Aku mulai merasa lebih dekat dengannya, seolah-olah kami sudah mengenal satu sama lain sejak lama.

“Aku jadi penasaran,” tulisku dengan hati-hati, “kalau kita ketemu langsung, apakah rasanya akan sama?”

Ada jeda panjang sebelum HS membalas. Aku bisa membayangkan dia sedang berpikir, mungkin mempertimbangkan apakah ini langkah yang terlalu cepat.

“Entahlah... mungkin kita harus mencobanya untuk tahu,” akhirnya dia balas.

Hatiku berdegup lebih kencang. Aku tidak menyangka dia akan setuju untuk bertemu. Ini adalah momen yang sudah lama aku harapkan, tetapi juga menimbulkan keraguan. Bagaimana jika pertemuan ini menghancurkan semua kesan baik yang sudah kami bangun? Bagaimana jika realitas tidak seindah percakapan kami?

“Tentu, kapan kamu punya waktu? Aku bisa menyesuaikan jadwal,” tulisku, mencoba terdengar santai meskipun hatiku penuh kegembiraan.

“Aku bebas akhir pekan ini. Mungkin kita bisa ketemu di kafe yang nyaman, biar suasananya tenang,” balasnya.

Aku segera menyetujui ide tersebut. Akhir pekan masih beberapa hari lagi, tapi aku merasa tidak sabar. Pikiran tentang pertemuan ini membuatku terus memikirkan seperti apa HS di dunia nyata. Apakah senyumnya semanis yang terlihat di foto? Apakah suaranya hangat seperti caranya berbicara?

Setelah sepakat dengan waktu dan tempat, kami mengakhiri percakapan malam itu. Namun, aku tidak bisa langsung tidur. Bayangan tentang HS terus mengganggu pikiranku. Aku membayangkan pertemuan pertama kami—apakah akan canggung, atau justru mengalir seperti percakapan yang selama ini kami lakukan?

---

Akhir pekan yang dinanti pun tiba. Aku mempersiapkan diri sebaik mungkin, memilih pakaian yang membuatku terlihat rapi tapi tidak berlebihan. Aku ingin memberikan kesan yang baik, meskipun ini hanya pertemuan pertama. Setelah semua siap, aku berangkat menuju kafe yang sudah kami sepakati.

Begitu tiba di sana, jantungku berdetak lebih cepat. Aku melangkah masuk ke dalam kafe yang hangat dan ramai, aroma kopi segar memenuhi udara. Aku melihat sekeliling, mencari sosok wanita yang sudah lama berbicara denganku di dunia maya.

Kemudian, aku melihatnya. HS duduk di sudut ruangan, dekat jendela. Dia mengenakan pakaian sederhana namun elegan, dengan rambut tergerai indah di bahunya. Senyumnya yang selama ini hanya kulihat di foto kini terpancar langsung di depanku. Dia lebih cantik dari yang kubayangkan, dan ada aura kedewasaan yang membuatnya semakin memikat.

Aku melangkah mendekat dengan sedikit gugup. Saat dia melihatku, matanya berbinar, dan senyum itu semakin lebar.

“Kamu pasti... HS,” sapaku sedikit ragu.

Dia tertawa kecil, suaranya lembut dan menenangkan. “Dan kamu pasti... orang yang selalu bikin malamku lebih cerah,” balasnya.

Aku tertawa, mencoba menyembunyikan rasa gugup. Kami berjabat tangan, dan dalam sekejap, semua rasa canggung itu hilang. Percakapan mengalir dengan mudah, seolah kami sudah saling kenal sejak lama.

Kami berbicara tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan, hobi, hingga mimpi-mimpi yang selama ini hanya kami ceritakan lewat layar ponsel. Ternyata, bertemu langsung dengannya jauh lebih menyenangkan daripada yang kubayangkan. Ada kehangatan dalam caranya berbicara, tatapan matanya yang tulus, dan senyumnya yang tak pernah pudar.

“Jadi, bagaimana kesan pertamamu setelah akhirnya bertemu?” tanyanya sambil menyandarkan tubuh ke kursi, matanya penuh rasa ingin tahu.

Aku tersenyum, menatapnya lekat-lekat. “Jauh lebih baik dari yang kubayangkan. Kamu... luar biasa.”

Pipinya sedikit memerah, dan dia hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Aku merasa seperti menemukan sesuatu yang sudah lama kucari. Mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang lebih dari sekadar iseng.

Bersambung...

Pertemuan Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang