Chapter 6: Kejutan Tak Terduga

0 0 0
                                    

Setelah makan malam romantis itu, aku merasa hubungan dengan HS semakin erat. Kami tidak lagi berkomunikasi hanya lewat pesan singkat, tetapi juga mulai menelepon satu sama lain hampir setiap malam. Suara lembutnya menjadi nada yang kutunggu-tunggu setiap hari.

Suatu malam, ketika aku sedang bersantai di sofa, ponselku berdering. Nama HS muncul di layar, dan aku tersenyum lebar sebelum menjawab.

"Hei, malam ini mau ngobrol tentang apa lagi?" tanyaku dengan nada menggoda.

Dia terkekeh pelan, suaranya terdengar bahagia. "Sebenarnya aku punya ide. Gimana kalau kita ketemu lagi minggu ini? Ada tempat yang ingin aku tunjukkan."

"Apa tuh? Jangan-jangan tempat rahasia ya?" godaku sambil tertawa.

"Tentu saja, tapi kamu harus sabar dulu," balasnya penuh teka-teki. "Pokoknya kamu nggak akan nyesel. Ketemu di tempat biasa jam tujuh, gimana?"

Aku langsung setuju tanpa berpikir panjang. Setiap momen bersamanya selalu membawa kejutan, dan aku tak sabar menanti apa yang akan terjadi kali ini.

---

Malam yang dinanti pun tiba. Aku datang lebih awal di kafe tempat kami biasa bertemu, berharap bisa melihat senyumnya lebih cepat. Tak lama kemudian, HS muncul dengan pakaian kasual yang tetap membuatnya terlihat memukau. Senyumnya membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya.

"Udah lama nunggu?" tanyanya sambil tersenyum malu.

"Enggak kok, aku malah senang bisa nungguin kamu," balasku tulus.

Kami tak berlama-lama di kafe, karena ternyata HS sudah menyiapkan kejutan lain. Dia mengajakku menuju tempat yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Kami naik mobilnya dan menyusuri jalan-jalan kota yang mulai sepi karena malam semakin larut.

"Aku mau ajak kamu ke tempat favoritku," ucapnya penuh semangat. "Semoga kamu suka."

Perjalanan itu dipenuhi obrolan ringan dan tawa, membuat waktu berlalu tanpa terasa. Akhirnya, mobil berhenti di sebuah bukit kecil di pinggiran kota. Dari sana, kami bisa melihat pemandangan kota yang berkilauan di bawah kami. Angin malam yang sejuk menambah kesan romantis di antara kami berdua.

“Wow, ini luar biasa,” kataku kagum sambil menatap kerlip lampu kota yang tampak seperti lautan bintang.

“Aku suka datang ke sini kalau lagi pengen sendiri. Tempat ini bikin aku merasa tenang,” ucapnya sambil memandang ke arah pemandangan.

Aku menoleh padanya, melihat bayangan wajahnya yang diterangi oleh cahaya bulan. Ada sesuatu yang berbeda malam itu. HS terlihat lebih tenang, tapi sekaligus ada keraguan di matanya.

“Aku pengen ngomong sesuatu sama kamu,” katanya tiba-tiba.

Jantungku berdetak lebih cepat. “Apa itu? Kamu serius banget,” candaku, mencoba mencairkan suasana.

Dia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Aku sadar setelah beberapa kali ketemu sama kamu, aku mulai merasa nyaman. Lebih dari sekadar teman. Tapi aku juga takut, karena aku nggak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti di masa lalu.”

Aku terdiam sejenak, merasakan campuran perasaan senang dan khawatir. “Aku paham, HS. Kita nggak perlu buru-buru kok. Aku siap untuk pelan-pelan, selama kita saling jujur.”

Dia tersenyum lega mendengar jawabanku. “Terima kasih sudah mau mengerti. Mungkin ini akan terdengar klise, tapi aku harap kamu adalah orang yang tepat.”

Tanpa berpikir panjang, aku menggenggam tangannya. “Kita nggak akan pernah tahu kalau nggak mencoba, kan?”

Malam itu, kami duduk berdampingan, menikmati pemandangan tanpa perlu banyak kata. Hanya dengan saling berdekatan, rasanya semua sudah cukup. Ada perasaan damai yang menenangkan, dan aku tahu momen ini akan selalu kuingat.

---

Setelah malam itu, hubungan kami semakin berkembang. Kami mulai sering bertemu, tidak hanya untuk makan malam, tapi juga menjelajahi tempat-tempat baru di kota. HS menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseharianku. Dia bukan hanya sekadar teman kencan, tapi juga menjadi seseorang yang selalu bisa kuandalkan.

Namun, di balik kebahagiaan itu, aku sadar masih ada sesuatu yang belum sepenuhnya aku ketahui tentang HS. Meski dia selalu terbuka dan jujur, ada saat-saat di mana aku merasakan ada hal yang dia sembunyikan. Setiap kali aku mencoba bertanya lebih jauh tentang masa lalunya, dia hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan.

"Ada sesuatu yang kamu nggak mau ceritakan ke aku?" tanyaku suatu hari ketika kami sedang duduk di tepi sungai, menikmati sore yang tenang.

Dia menatapku dengan mata yang penuh keraguan sebelum akhirnya menghela napas. "Mungkin suatu saat nanti, kalau aku sudah siap."

Jawaban itu membuatku penasaran, tapi aku tahu aku tidak bisa memaksanya. Yang bisa kulakukan hanyalah menunggu hingga dia merasa cukup nyaman untuk berbagi semuanya.

Meskipun ada misteri yang belum terungkap, aku memilih untuk menikmati setiap momen bersamanya. Bagiku, perjalanan ini baru saja dimulai, dan aku yakin masih banyak hal indah yang menanti di depan.

Bersambung...

Pertemuan Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang