Chapter 10: Langkah Lebih Dekat

0 0 0
                                    


Beberapa minggu setelah pertemuan kami di taman, hubungan antara aku dan HS terus berkembang. Obrolan kami bukan lagi sekadar basa-basi atau perkenalan. Kami mulai berbicara tentang hal-hal yang lebih personal, seperti keluarga, masa lalu, dan rencana masa depan.

Suatu malam, ketika aku sedang duduk di kamar kos, ponselku bergetar. Pesan dari HS muncul di layar.

"Besok aku ada waktu luang. Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Ada tempat yang ingin aku tunjukkan."

Aku langsung membalas dengan antusias. "Tentu! Mau ke mana?"

"Rahasia. Kamu akan tahu besok. Aku jemput kamu jam 10 pagi, oke?" balasnya dengan sebuah emoji senyum misterius.

Keesokan paginya, aku menunggu di depan kos dengan rasa penasaran. Tepat pukul 10, sebuah mobil berhenti di depan gerbang. Jendela diturunkan, dan HS melambaikan tangan sambil tersenyum.

“Pagi! Siap untuk petualangan kecil kita?” tanyanya.

Aku mengangguk sambil masuk ke mobil. “Selalu siap. Jadi, ke mana kita?”

Dia hanya tertawa kecil. “Sabar. Kamu akan tahu nanti.”

Kami menghabiskan perjalanan dengan bercanda dan berbicara tentang banyak hal. Setelah sekitar satu jam, mobil berhenti di depan sebuah tempat yang tidak aku kenali. Itu adalah sebuah kebun bunga yang indah, dengan hamparan bunga berwarna-warni sejauh mata memandang.

“Wow,” gumamku kagum.

“Aku sering ke sini kalau ingin menyendiri,” katanya. “Tempat ini tenang, dan aku suka energi positif yang aku rasakan di sini.”

Kami berjalan di antara bunga-bunga, menikmati udara segar dan keindahan pemandangan. HS terlihat begitu nyaman di tempat ini, seolah-olah dia adalah bagian dari keindahan itu sendiri.

“Aku nggak tahu ada tempat seperti ini di dekat kota,” kataku.

“Memang tidak banyak yang tahu,” jawabnya. “Aku suka menjaga tempat ini tetap menjadi rahasiaku.”

Kami berhenti di sebuah bangku kayu di tengah kebun, di mana kami bisa melihat pemandangan seluruh taman bunga. Aku menoleh padanya, melihat ekspresi tenang di wajahnya.

“Kenapa kamu memilih tempat ini?” tanyaku.

HS tersenyum. “Karena aku ingin kamu tahu sedikit lebih banyak tentang aku. Aku ingin kamu melihat sisi lain dari diriku.”

Kata-katanya membuatku terdiam. Aku merasa ada sesuatu yang mendalam di balik sikapnya yang tenang.

“Dan aku ingin tahu lebih banyak tentang kamu,” lanjutnya. “Apa yang sebenarnya kamu cari di hidupmu?”

Pertanyaan itu membuatku merenung sejenak. Aku tidak terbiasa dengan pertanyaan yang begitu langsung dan mendalam.

“Aku tidak tahu pasti,” jawabku akhirnya. “Aku rasa, aku masih mencari tempatku di dunia ini. Tapi, aku tahu satu hal: aku ingin menjadi seseorang yang berarti, setidaknya bagi seseorang.”

Dia tersenyum mendengar jawabanku. “Aku suka caramu berpikir.”


Hari itu, kami menghabiskan waktu dengan berbicara tentang mimpi dan harapan kami masing-masing. Aku merasa semakin dekat dengannya, seolah-olah kami sedang membangun sesuatu yang tidak terucapkan, tetapi nyata.

Ketika matahari mulai terbenam, kami meninggalkan kebun bunga dengan hati yang lebih hangat dari sebelumnya.

“Terima kasih sudah membawa aku ke sini,” kataku sebelum turun dari mobil.

“Terima kasih juga sudah mau ikut,” balasnya dengan senyum lembut. “Kapan-kapan, kita ke sini lagi, ya.”

Aku mengangguk, merasa tidak sabar untuk apa pun yang akan terjadi selanjutnya dalam perjalanan kami.

Bersambung...

Pertemuan Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang