Setelah akhir pekan yang menyenangkan bersama HS, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku. Biasanya aku menjalani hari-hari dengan rutinitas yang monoton, tapi sekarang ada semangat baru setiap pagi. Rasanya seperti memiliki tujuan yang lebih dari sekadar pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
Hari Senin datang, dan seperti biasa aku sibuk dengan pekerjaanku di kantor. Namun, pikiranku sering melayang ke percakapan kami di taman. Kata-katanya yang lembut, senyumnya yang menenangkan, semuanya masih terbayang jelas.
Saat istirahat makan siang, aku menerima pesan darinya.
“Hi, sudah makan siang belum?”
Aku tersenyum. Tanpa sadar, pesan darinya saja sudah bisa membuat hariku lebih baik.
“Baru mau makan. Kamu?” balasku.
“Sudah tadi. Jangan lupa makan, ya. Jangan terlalu sibuk kerja.”
Aku membalas dengan emoji tersenyum. Ada perhatian dalam setiap kata yang dia kirimkan, dan itu membuatku merasa dihargai.
Malam harinya, kami kembali berbincang panjang di telepon. Kali ini, pembicaraan kami berlanjut ke topik yang lebih serius.
“Kamu pernah berpikir tentang masa depan, gak?” tanyanya tiba-tiba.
“Maksudmu?” aku sedikit bingung.
“Ya, seperti apa yang ingin kamu capai, atau siapa yang ingin ada di sampingmu di masa depan?” jelasnya.
Aku terdiam sejenak. Pertanyaan itu sederhana, tapi sulit dijawab. Selama ini, aku terlalu sibuk menjalani hidup hari demi hari tanpa benar-benar memikirkan apa yang aku inginkan.
“Jujur, aku belum memikirkan itu terlalu jauh. Tapi kalau kamu tanya siapa yang ingin ada di sampingku... mungkin orang yang membuatku merasa nyaman dan didengar. Seperti kamu,” jawabku dengan suara pelan.
Ada keheningan di ujung telepon, tapi aku bisa mendengar dia tertawa kecil.
“Kamu tahu, aku juga merasa seperti itu. Rasanya nyaman berbicara denganmu, seperti menemukan seseorang yang bisa benar-benar memahami aku,” katanya.
Percakapan itu berakhir dengan hangat, seperti biasa. Tapi kali ini, aku merasa ada ikatan yang semakin kuat di antara kami.
Hari-hari berikutnya, hubungan kami semakin dalam. Kami mulai saling berbagi hal-hal kecil, seperti kebiasaan sehari-hari atau cerita lucu yang terjadi di tempat kerja. Bahkan, aku mulai terbiasa mendengar suaranya sebelum tidur, seolah itu menjadi rutinitas yang tak boleh terlewatkan.
Sampai suatu hari, dia mengirimkan pesan singkat yang membuat jantungku berdebar.
“Kamu punya waktu Sabtu ini? Aku ingin menunjukkan sesuatu.”
“Tentu. Ada apa?” tanyaku penasaran.
“Rahasia. Kamu akan tahu nanti,” balasnya dengan nada misterius.
Rasa penasaran membuncah, tapi aku memutuskan untuk menunggu. Sabtu pun tiba, dan aku menjemputnya seperti biasa. Kali ini, dia terlihat lebih ceria dari biasanya.
“Ke mana kita?” tanyaku.
“Tenang, aku yang akan memandu. Kamu tinggal ikut saja,” jawabnya sambil tersenyum.
Kami tiba di sebuah lokasi yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Sebuah galeri seni kecil di pinggir kota. Tempat itu tampak sederhana, tapi penuh dengan lukisan dan karya seni yang menawan.
“Aku suka datang ke sini,” katanya. “Melihat karya seni membuatku merasa damai. Dan aku ingin berbagi tempat ini denganmu.”
Aku terkesan. Dia tidak hanya membawa aku ke tempat yang berarti baginya, tapi juga memperkenalkan bagian lain dari dirinya yang belum aku ketahui.
Kami menghabiskan sore itu dengan berbincang tentang lukisan, berbagi pemikiran tentang seni, dan saling memahami lebih dalam.
Di tengah perjalanan pulang, aku merasa semakin yakin. HS bukan hanya seseorang yang hadir di hidupku untuk sementara waktu. Dia adalah seseorang yang ingin aku perjuangkan untuk masa depan.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertemuan Tak Terduga
RomanceDeskripsi: Awalnya, aku hanya iseng membuka aplikasi kencan untuk mengusir rasa bosan. Namun, tak disangka-sangka, aku bertemu dengan wanita ber inisial HS, seorang wanita yang lebih dewasa, dengan senyuman hangat yang penuh misteri. Obrolan ringan...