Chapter 5: Tanda-tanda yang Menggetarkan

0 0 0
                                    

Setelah pertemuan kami di pantai, rasanya ada sesuatu yang berubah dalam diriku. HS bukan lagi sekadar seseorang yang kutemui lewat aplikasi dating. Dia kini menjadi sosok yang mengisi pikiranku setiap hari. Aku selalu menantikan pesan darinya, dan percakapan kami semakin dalam.

Malam itu, aku duduk di balkon apartemenku sambil menatap langit yang dipenuhi bintang. Pikiranku melayang ke saat-saat indah di pantai bersama HS. Ada perasaan hangat yang sulit dijelaskan setiap kali mengenangnya. Ketika aku sedang asyik larut dalam lamunan, ponselku bergetar.

HS: “Lagi apa?”

Aku tersenyum, mengetik balasan dengan cepat. “Lagi kangen sama seseorang yang suka senyum manis di pantai.”

Tak lama kemudian, dia membalas dengan emoji tertawa. “Kamu ini bisa aja bikin aku tersipu. Tapi serius, aku lagi kepikiran sesuatu.”

Pesannya yang terakhir membuatku penasaran. “Kepikiran apa?”

HS: “Tentang kita. Kamu pernah mikir nggak, kita ini sebenarnya apa? Apakah ini hanya pertemanan biasa, atau… lebih?”

Pertanyaan itu membuatku terdiam sejenak. Aku sudah memikirkan hal ini beberapa kali, tapi aku tidak pernah menyangka bahwa dia juga merasakan hal yang sama. Aku ingin berkata jujur, tapi juga takut jika jawaban yang kuberikan akan membuatnya merasa tidak nyaman.

“Aku nggak mau memaksakan sesuatu, tapi aku juga nggak bisa bohong kalau aku mulai punya perasaan lebih ke kamu,” tulisku akhirnya, berharap itu tidak membuatnya menjauh.

Lama dia tak membalas, membuat jantungku berdegup tak karuan. Aku merasa seperti sedang menunggu vonis dari hakim yang akan menentukan nasibku. Namun akhirnya, pesannya masuk.

HS: “Aku juga ngerasa gitu... Tapi jujur aja, aku takut. Aku pernah terluka sebelumnya, dan aku nggak mau itu terjadi lagi.”

Hatiku terasa lega sekaligus tersentuh. Aku tahu rasanya takut terluka, apalagi jika pernah melalui masa lalu yang sulit.

“Aku paham perasaanmu, HS. Aku juga pernah terluka, tapi aku percaya bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan baru. Aku nggak akan memaksamu, tapi aku berharap kita bisa menjalani ini dengan santai. Kita lihat aja ke mana arah hubungan ini,” balasku dengan penuh ketulusan.

Setelah jeda yang cukup lama, dia akhirnya menjawab. “Terima kasih sudah mengerti. Mungkin kita bisa pelan-pelan, tanpa tekanan. Aku suka itu.”

Percakapan malam itu meninggalkan kesan mendalam di hatiku. Aku merasa seperti kami baru saja membuka lembaran baru yang lebih berarti. Ada perasaan hangat yang menggeliat di dadaku, dan aku tahu aku sudah terjerat dalam pesona HS.

---

Beberapa hari kemudian, aku menerima pesan dari HS yang membuatku tersenyum lebar.

HS: “Mau ketemu lagi weekend ini? Aku tahu tempat yang bagus buat makan malam. Mungkin kita bisa habiskan waktu berdua lagi.”

Tanpa pikir panjang, aku langsung menyetujuinya. Akhir pekan tiba lebih cepat dari yang aku bayangkan, dan aku bersiap untuk malam yang tak terlupakan bersama HS. Aku memilih setelan kasual yang rapi, memastikan penampilanku pantas untuk acara spesial ini.

Kami bertemu di sebuah restoran rooftop dengan pemandangan kota yang menakjubkan. Begitu tiba, aku melihat HS sudah menunggu di meja yang terletak di sudut, memberikan kami privasi yang lebih. Dia terlihat memesona dengan gaun hitam sederhana yang menonjolkan pesona elegannya.

“Wow, kamu terlihat luar biasa malam ini,” kataku dengan kekaguman yang tulus.

Dia tersenyum malu-malu sambil berkata, “Kamu juga nggak kalah keren. Aku senang kamu bisa datang.”

Kami duduk dan mulai berbicara seperti biasa, tetapi kali ini percakapan kami terasa lebih dalam. Kami berbicara tentang mimpi, ketakutan, dan harapan yang selama ini terpendam. Dia bercerita tentang masa lalu yang membuatnya berhati-hati dalam memulai hubungan baru, dan aku mendengarkannya dengan penuh perhatian.

“Kamu tahu? Aku nggak pernah sejujur ini sama orang lain sebelumnya,” ucapnya dengan suara pelan. Matanya berkilauan di bawah cahaya lampu yang temaram.

“Aku senang bisa jadi tempat curhatmu, HS. Aku ingin kamu tahu bahwa aku di sini bukan cuma buat senang-senang. Aku serius ingin mengenalmu lebih dalam,” jawabku dengan tulus.

Dia tersenyum, kali ini lebih lebar. “Kamu benar-benar berbeda, dan aku mulai merasa nyaman sama kamu.”

Malam itu, suasana terasa semakin romantis. Kami menikmati makan malam dengan tawa dan canda, seperti dua orang yang sudah lama saling mengenal. Ketika akhirnya malam berakhir, aku merasa ada ikatan kuat yang mulai terjalin di antara kami.

Sebelum berpisah, aku memberanikan diri untuk menggenggam tangannya. Dia tidak menolak, justru membalas genggamanku dengan erat. “Terima kasih untuk malam ini. Aku benar-benar menikmati setiap momennya,” kataku sambil menatap matanya.

Dia tersenyum, tatapannya lembut. “Aku juga. Semoga ini bukan yang terakhir.”

Aku mengangguk dengan penuh keyakinan. “Pasti bukan yang terakhir. Ini baru permulaan.”

Malam itu, saat aku berjalan pulang, aku merasa seperti melayang. Ada perasaan bahagia yang tak bisa kujelaskan. Mungkin, ini yang dinamakan jatuh cinta. Dan jika memang benar, aku berharap HS adalah orang yang selama ini aku cari.

Bersambung...

Pertemuan Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang