Chapter 12: Langkah Baru

0 0 0
                                    


Pagi setelah makan malam di rumah HS, aku masih memikirkan momen-momen yang kami habiskan bersama. Surat-surat yang dia tunjukkan, cerita-ceritanya, dan caranya melihat kehidupan meninggalkan kesan mendalam dalam pikiranku. Rasanya seperti aku sedang memulai perjalanan yang berbeda—bukan sekadar hubungan biasa, melainkan sesuatu yang lebih bermakna.

Hari itu, aku memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih serius. Meski kami baru saling mengenal, aku merasa ada koneksi yang terlalu kuat untuk diabaikan.

“Pagi, HS,” aku mengirim pesan. “Aku masih teringat malam kemarin. Terima kasih sudah berbagi cerita. Aku merasa lebih dekat denganmu.”

Tidak lama kemudian, dia membalas. “Pagi juga. Aku juga senang. Rasanya seperti berbicara dengan seseorang yang sudah lama aku kenal.”

Pesan itu membuatku tersenyum. Aku memutuskan untuk mengajaknya bertemu lagi, kali ini untuk melakukan sesuatu yang lebih santai.

“Bagaimana kalau akhir pekan ini kita jalan-jalan? Aku tahu tempat bagus untuk bersantai,” tawarku.

“Hmm, kedengarannya menarik. Ke mana rencananya?” tanyanya.

“Biar jadi kejutan. Aku yakin kamu akan suka,” balasku dengan percaya diri.


Akhir pekan tiba. Aku menjemput HS di apartemennya. Dia terlihat sederhana tapi elegan dengan dress kasual dan tas kecil yang disampirkan di bahunya. Senyumnya menyambutku dengan hangat.

“Jadi, ke mana kita hari ini?” tanyanya sambil melirik penasaran ke arahku.

“Sabarlah sedikit, kamu akan tahu,” jawabku sambil tertawa kecil.

Kami menghabiskan waktu di sebuah taman kecil yang tersembunyi di tengah kota. Tempat itu tidak terlalu ramai, dengan hamparan hijau, bangku-bangku kayu, dan danau kecil di tengahnya. Suasana yang tenang membuatnya ideal untuk berbicara dan bersantai.

“Wah, aku tidak tahu tempat ini ada di kota,” katanya sambil melihat sekeliling.

“Aku juga baru menemukannya beberapa waktu lalu. Tempat ini seperti oase kecil di tengah kesibukan,” jawabku.

Kami berjalan menyusuri jalan setapak di taman itu. Dia bercerita tentang impiannya untuk bepergian ke berbagai tempat, menikmati pemandangan alam, dan mencoba hal-hal baru. Di sisi lain, aku berbagi tentang harapan dan ketakutanku, sesuatu yang biasanya jarang aku ungkapkan kepada siapa pun.

Saat kami duduk di sebuah bangku kayu yang menghadap ke danau, ada keheningan yang nyaman di antara kami. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah kami, membawa aroma segar dedaunan.

“Terima kasih sudah membawaku ke sini,” katanya tiba-tiba. “Aku merasa tenang berada di sini. Dan bersamamu.”

Aku menoleh ke arahnya, menatap matanya yang penuh ketulusan. “Aku juga merasa hal yang sama. Entah kenapa, setiap kali bersamamu, semuanya terasa lebih ringan.”

Kami saling tersenyum. Momen itu terasa sempurna, seperti dunia di sekitar kami berhenti sejenak untuk memberi ruang bagi perasaan yang mulai tumbuh di antara kami.

Namun, di balik kebahagiaan itu, ada sesuatu yang mulai aku sadari—perasaan yang selama ini aku coba abaikan. Aku semakin yakin, HS adalah seseorang yang ingin aku perjuangkan.

Bersambung...

Pertemuan Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang