196

2.1K 186 16
                                    

Seperti yang sudah diniatkan, saat ini Rava dan Sabila beserta putranya sedang dalam perjalan menuju kekediaman Baihaqi orang tua Rava.

Sabila sedari wanita itu nmasuk kedalam mobil belum mengeluarkan sepatah katapun, Ravpun enggan mempertanyakannya. Ia ingin memberi Sabila ruang untuk berfikir dulu, apalagi Kalendra yang sudah tidur nyenyak dicarseatnya yang berada dikursi belakang membuat Sabila sedikit bisa bebas.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit Rava menepikan mobilnya membuat Sabila menoleh kearah Rava.

"Ini belum sampe kan?"

Rava tak menjawab pertanyaan Sabila namun lelaki itu melepas sealtbeltnya dan menghadapkan tubuhnya kearah Sabila.

"Kita balik aja ya?" ajaknya sambil meraih tangan Sabila untuk ia genggam.

"Hah, apasih er"

"Kamu gak baik-baik aja el"

"Kata siapa? Aku baik-baik aja kok, udah ayo nanti kemaleman"

"El'

"Hm"

"Maaf ya"

Mendengar itu Sabila melepaskan genggaman tangannya dengan Rava beralih melesakan tubuhnya kedalam dekapan lelakinya.

Rava membalas pelukan itu tak kalah erat, apalgi saat tersadar jika bahu wanitanya bergetar ia makin mengeratkan pelukannya dan terus memberi usapan lembut pada punggung Sabila.

Setelah cukup mengeluarkan emosinya Sabila melepaskan pelukannya dan menatap lekat wajah lelakinya.
Sabila bawa kedua tangannya untuk menangkup kedua pipi Rava, ia berikan usapan lembut dengan jari nya pada pipi yang sedikit mulai tirus itu.

"Gaada kata maaf yang perlu diucapin er, kita ada disini karena pilihan kita berdua bukan karena kesalahan kamu. Aku gapernah menyesal apapun takut untuk melangkah kedepan asalkan sama kamu terus"

Rava memjamkan matanya menikamati usapan lembut dari wanitanya, lalu ia raih kedua tangan wanitanya dengan kedua tangannya untuk ia genggam lagi.

"El anadaikan dulu aku gak sebodoh itu untuk menyakiti kamu dan memilih berjuang dari awal dengan cara yang benar mungkin kita gaakan kayak gini el, kamu harus masuk kedalam warna hitam hidupku. Kamu harus merasakan sulitnya berjuang sama aku el, kamu harus terus-terusan mengobati lukaku" ujar laki-laki itu kini suaranya bergetar.

"Er gaada kata andaikan, kalau memang dari awal kita memilih jalan itu belum tentu didetik ini kita masih bersama. Semua udah ada takarannya er, semua udah ada konsekuensinya. Dan sekarang kita lagi memperjuangkan dan menjalani konsekuensinya sama-sama er Dan aku gak pernah cape atau bosen akan hal itu. Dari awal aku sudah memilih untuk menjadi obat untuk semua luka kamu sayang dan aku pastikan itu akan aku lakukan sampai akhir asal orangnya kamu Errony Rava"

Pecah sudah pertahanan Rava, selama ini ia tak pernah menunjukan rasa sakitnya didepan siapapun, ia akan melampiaskan sedih dan sakitnya dengan minum minuman alkohol. Tapi kali ini ia lampiaskan rasa sakitnya dengan tangisan didepan Sabila.

Pagi tadi saat ia akan mengunjungi rumah kedua orang tua Sabila ia sangat yakin dengan dirinya sendiri ia sangat siap menghadapi semua kemarahan orangtua Sabila, tapi kali ini ia akan mengunjungi kediamannya orang tuanya sendiri justru Rava malah merasa tak yakin, bukan karena ia takut tapi rumah yang selama ini ia sangat hindari kali ini harus ia kunjungi bersama istri dan anaknya.

Rumah yang selalu memberikan luka untuknya, jika orang lain menggap rumah adalah tempat pulang namun tidak dengan Rava, jika bisa ia ingin sekali tak pernah kekembali kedalam rumah yang tidak mempunyai kehangatan untuk dirinya sendiri.

OsadhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang