Kenyataan yang mana sebenarnya?

5 1 0
                                    

" Bagaimana cara kita membunuhnya? Sudah satu jam kita bertarung, tapi hewan ini malah hidup kembali setiap kita bunuh. " Gerutu Alfrezt.

Thierry menggeleng pelan, saat ini mereka bertiga bersembunyi di tiap-tiap pohon karena mereka telah kehabisan tenaga.

" Jika dunia ini adalah fiksi, mungkin aku bisa memakai cara ini. " Bathin Chindy lalu berlari kearah Scarabaiede yang masih sibuk mencari mereka.

" Chindy!! " Teriak Alfrezt kencang dan Thierry langsung berlari mengejar Chindy. Scarabaiede tepat berada didepan Chindy dan menatap Chindy tajam. Chindy langsung menggores telapak tangannya hingga mengeluarkan darah yang cukup banyak. Scarabaiede menjerit keras seperti kesakitan. Angin malam kencang semakin menebarkan dengan kuat aroma darah Chindy.

Alfrezt termangu heran, " Dia menjerit kesakitan. Apa karena darah putri Chindy? "

Chindy mengoleskan darahnya ke seluruh pedang lalu dengan cepat menghunuskannya tepat di dada Scarabaiede. Hewan itu menggeliat kesakitan, tidak berapa lama Scarabaiede menghilang bersama dengan angin. " Kenapa bisa? " Tanya Alfrezt mendekat kearah Chindy dengan bingung.

Chindy menghela nafas panjang, " Karena aku memiliki darah yang hitam. Di kehidupan sebelumnya aku memiliki banyak dosa sehingga hidupku sendiri dikuyik banyak orang. Jika darahku dan darah hewan yang diutus untuk merusak alam maka akan bereaksi seperti tadi. "

" Untungnya ini semua berhasil, bagaimana jika ini semua malah gagal, mungkin nyawamu sendiri yang akan menghilang. " Thierry merobek pakaiannya dan membalut luka Chindy.

" Gagal? Apa maksudnya lagi ini? Kenapa terlalu banyak hal yang tidak dimengerti disini. " Kata Alfrezt kebingungan.

" Hal seperti tadi memiliki persentase 50:50, jika ternyata darahku tidak berpengaruh pada Scarabaiede maka diriku sendiri yang terluka karena dalam tubuh Scarabaiede justru memiliki banyak racun. Darahku yang sudah menyatu dengan darahnya sudah pasti akan menimbulkan efek balikan pada tubuhku. Syukurlah semuanya berhasil. " Jelas Chindy.

" Jadi benar, dunia ini adalah fiksi. " Bathin Chindy berjalan mengikuti langkah Thierry yang menggenggam tangannya.

Sesampainya di puncak bukit, Thierry dan Alfrezt bersama-sama membentuk sebuah lingkaran dengan batu bara yang dibawa oleh Thierry.

" Baiklah, mari kita mulai memanjatkan doa dan harapan kita. " Kata Thierry menggandeng tangan Chindy dan Alfrezt. Mereka bertiga duduk melingkar di lingkaran yang dibuat tadi. " Ingat, apapun hal yang menganggu, jangan sampai keluar dari garis dan paling penting jangan sampai membuka mata. "

" Tunggu Thierry, apa yang akan terjadi jika semua ini selesai? Apa dunia fiksi ini akan berakhir. " Lirih Chindy menggigit bibir bawahnya.

Alis Thierry terangkat, " Apa maksudmu, Chindy. Bukankah sudah kubilang, ini semua bukan dunia fiksi, ini dunia nyata. "

Chindy menggeleng pelan, " Entahlah Thierry, aku bahkan tidak tahu lagi mana yang asli dan yang palsu. Saat akan membunuh Scarabaiede tadi, aku hanya memikirkan kemungkinan terbesar menang dari hewan itu seperti cerita-cerita fiksi, hasilnya berhasil. Aku tidak tahu lagi, Thier. " Isak Chindy melepaskan tautan tangannya dari Thierry dan Alfrezt.

" Tidak hanya dirimu yang bingung apa ini dunia nyata atau tidak Chindy, aku juga begitu. Termasuk kehidupan ini, aku memiliki 3 ingatan kehidupan. Kehidupan pertamaku masih menjadi Duke Utara hanya saja aku hanya hidup sebagai pemimpin yang tidak ingin mengenal cinta. Lalu kehidupan keduaku, seperti cerita kehidupanmu di dunia sebagai Erine, aku juga memiliki ingatan di dunia itu sebagai seorang dokter. Tapi, meskipun bingung kita harus menyelesaikan ini semua untuk mengetahui jawaban akhirnya, bukan, Ndy? " Kata Thierry memeluk erat Chindy.

Alfrezt yang kebingungan menepuk pundak Thierry dan Chindy bergantian, " Meskipun aku tidak terlalu mengerti apa yang kalian bicarakan tapi sepertinya aku menangkap sedikit pencerahan dari perkataan kalian tadi. Mungkin aku tidak pernah merasakan hidup di dunia kalian yang lain itu atau mungkin pernah hanya saja aku lupa tapi meskipun begitu, apapun yang kita lalui disini, semuanya nyata. Jadi selagi kalian berpikir ini nyata, maka ini semua adalah nyata. "

Thierry melepas pelukannya, " Benar Chindy, mari kita lenyapkan hal yang membuat kita bingung sampai saat ini. Mari fokus untuk menyelesaikan semua ini jika tidak ingin lebih banyak korban nyawa yang berguguran. "

Chindy mengangguk pelan lalu kembali menggenggam tangan Alfrezt dan Thierry di lingkaran yang tadi diciptakan oleh Thierry. " Ayo kita mulai. "

Mereka bertiga menunduk menunggu sinar rembulan matahari penuh menyinari mereka.

In this world Everyone will feel loss and happiness.But we hope that in this life, there is more happiness than sadness.
Dengan nama kebaikan dan kedamain, kami sebagai tiga perwakilan pelindung negeri ingin memohon kembali kedamaian dan hilangkan segala yang terburuk. Kami berjanji dan bersumpah akan menjaga dan merawat negeri ini dengan baik. Mohon hilangkan semua keburukan, Tuhan.

Setelah mengucapkan itu, Chindy, Thierry dan Alfrezt berlutut dengan posisi tangan mereka tetap diatas kepala, memohon dengan sangat.

Tanah bergetar, langit langsung menyingsing terang namun gelap kembali begitu seterusnya. Hingga akhirnya semua mayat yang tergeletak bertaburan bagaikan pasir yang disapu oleh angin.

" Jangan mencoba membuka mata meskipun ingin. " Bisik Thierry mengeratkan genggamannya pada Chindy.

" Kepalaku kenapa sakit sekali? " Bathin Chindy menahan sakit.

Langit semakin cepat berubah-ubah, pagi, siang, sore, malam, semuanya berubah berulang kali dalam hitungan detik. Hingga akhirnya hanya kegelapan yang terlihat oleh Chindy. Awalnya Chindy enggan membuka mata namun karena genggaman Thierry dan Alfrezt melonggar, Chindy terpaksa membuka matanya.

Mata Chindy terbuka lebar, " Dimana aku?? " Lirih Chindy menatap sekelilingnya yang hanya hitam dan putih.

" Thier??? " Panggil Chindy sambil berlari maju namun ruangan ini bahkan tidak memiliki ujung. " Alfrezt!! Thier!! " Panggil Chindy lagi namun hanya gema suaranya yang menjawab panggilannya. " Sebenarnya ini dimana?? " Chindy terus berlari tapi tetap saja tidak ada akhir dari ruangan ini.

Kepala Chindy semakin berdenyut, " Akkh, kenapa semakin sakit. " Chindy terduduk sambil meremas kepalanya. Berbagai ingatan asing mulai berputar di otaknya.

Ingatan asing itu dimulai dari dirinya sebagai Erine masuk ke sebuah pusat penelitian, lalu dirinya yang tertidur di ranjang penelitian setelah diinfus setelah itu berlanjut ke dirinya yang terjatuh dari kamar apartemennya sendiri karena didorong.

" Tunggu, jika diriku saja tidak ingat kapan aku bangun setelah diinfus di rumah sakit atau pusat apa itu, bagaimana caranya aku ikut pemotretan paginya dengan sehat dan santai? Bahkan saat aku naik mobil itu seharusnya siang hari kenapa sesampainya di apartemen malah malam hari? Padahal jaraknya hanya setengah jam dari apartemenku. Apa maksud semua ini? " Chindy mencoba berpikir lagi meskipun kepalanya semakin sakit.

Chindy ingat, alasannya masuk ke pusat penelitian itu karena semakin hari, tidurnya semakin berkurang. Bahkan sebelum datang ke pusat penelitian itu, Chindy hanya tidur selama empat jam dalam 2 hari. Mentalnya yang sudah tidak sehat sejak kecil karena ayahnya yang kasar semakin ditambah rusak ketika tunangannya sendiri direbut oleh kakak tirinya, Athisa. Kris, sopir pribadinya sendiri yang merekomendasikan tempat itu untuknya.

Chindy terduduk lemas di ruangan hitam putih ini, " Jadi, yang manakah diriku sebenarnya? Bukankah baru kemarin ini aku bertemu dewa yang mengatakan duniaku sebagai Chindy yang asli tapi ingatan yang lain muncul, yang mana sebenarnya??!! " Teriak Chindy frustasi mengacak rambutnya.

My Loveling Devil'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang