"Jangan ragu untuk menjadi berani sedikit lebih lama"
✧˚ ʚɞ˚ ༘✿ ♡ ⋆。˚
Happy Reading
Akhir pekan adalah hari dimana senang dan takut datang bersamaan. Sejak satu tahun yang lalu, aku tidak pernah bisa menikmati hari libur dengan tenang. Sebisa mungkin aku menjauhkan ponsel, tak ingin benda pipih itu terus-terusan di dekatku. Takut jika nantinya ada panggilan yang membuatku hidupku kian sulit.
Hari sudah menjelang siang dan aku duduk bersama dengan Bintang dan Arya di ruang tamu. Tidak ada lagi yang dapat kami lakukan di akhir pekan begini kecuali bermain game.
Awalnya kami masih takut untuk mulai aktif bermain game lagi setelah kembalinya Arya. Sebelum Tuhan mengambil pandangannya, Arya termasuk salah satu orang yang sangat suka bermain. Mengingat kini sudah tak bisa, ada setitik perasaan bersalah yang bersemayam di hati ketika kami tak bisa mengajaknya ikut serta bermain.
Bahkan Mas Juan juga sempat ingin menyimpan alat-alat game kami di gudang, tak ingin menggunakannya lagi. Namun Arya datang dan meyakinkan bahwa dirinya sudah tak apa. Jika ingin bermain, ya bermain saja. Arya hanya akan mendengarkan tanpa tau apa yang terjadi di layar telivisi. Baginya itu sudah lebih dari cukup.
Aku dan Bintang sudah bersiap main, dan Mas Juan tiba-tiba datang lalu duduk di antara kami berdua.
Baru saja ikon 'start' ingin ku tekan, tiba-tiba ponselku berdering. Sejenak aku merutuki diri sendiri kenapa membawanya kemari. Nama 'Nina' terpampang di sana. Tombol hijau sudah bergetar seakan menjerit untuk segera ditekan.
Ternyata begini rasanya berada diambang ketakutan. Aku ingin mengabaikan panggilan itu namun bagaimana jika ternyata panggilan ini juga penting, sama pentingnya seperti satu tahun yang lalu. Ingin aku angkat juga, takut masih menjelma. Memeluk ingatanku dengan erat.
Mengingat kembali ucapan Bintang kala itu
"Mas, gak apa-apa untuk melakukan sesuatu dengan ketakutan daripada harus menyesal karena gak melakukan apapun. Jangan ragu untuk menjadi berani sedikit lebih lama"
Dengan penuh kesadaran, aku menekan tombol hijau lantas berdiri dan mejauh dari Mas Juan, Bintang dan Arya.
"Assalamu'alaikum Nin, kenapa?", tak menunggu salamku dijawab. Aku langsung bertanya dan menuntut jawaban kenapa panggilan kali ini harus ku terima.
Hanya beberapa kata yang keluar dari mulutku namun jutaan kata sudah sibuk bergemuruh di dalam hatiku. Belum mendengar jawaban dari Nina, tapi prasangka buruk sudah terburu datang menyapa.
"Walaikumussalam. Mas apa kabar?", bukan suara Nina yang terdengar. "Sarapan apa tadi pagi?". Belum menjawab satu pertanyaan, ibu sudah memberikan pertanyaan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
what if?
FanfictionIni hanya potongan-potongan kisah mengenai perjalanan mereka yang tengah berjuang untuk ikhlas merelakan dan berdamai dengan diri. Tentang mereka yang tidak punya pilihan selain mengalah kepada semesta yang semena-mena memaksa untuk menelan pahitnya...