CHAPTER |10|

209 44 0
                                    

Breakin' Dishes - rihanna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Breakin' Dishes - rihanna

Cahaya neon merah muda redup memantul di gelas gelas kaca yang tersusun diatas meja sebuah klub ternama. Aroma asap cerutu bercampur dengan parfum mahal mengisi udara tempat itu ditambah penuhnya manusia menari diikuti musik keras yang memekakkan telinga. Disudut meja VIP sana, terlihat Raegan yang tengah duduk, seperti biasa menyesap bourbon yang tak lepas dari tangannya.

Ia memandang kedepan, tepat pada seorang pria besar dengan jas abu-abu tebal, Julian. Mitra bisnis gelapnya kali ini.

"Jadi?" Suara berat Raegan menginstrupsi keheningan diantara mereka. "Apa jaminan barangmu tak akan tertangkap di pelabuhan kali ini?"

Pandangannya yang tajam dan mengintimidasi lawan bicaranya, Raegan memainkan gelasnya dengan ujung jari.

"Tenang saja, Tuan Dewata. Aku tak pernah bermain main soal ini, aku sudah menempatkan orang-orangku di pelabuhan. Mereka akan menutup mata, seperti biasa."

Raegan tersenyum tipis, ia meneguk minuman didepannya. Tangannya bergerak mengambil sesuatu, pemantik api. Ia membuka dan menutup pemantik itu berkali-kali.

Anna melihat isyarat yang diberikan Raegan disudut tempat ia duduk. Dengan balutan gaun pendek berwarna putih selaras dengan kulitnya, yang menampilkan setiap lekuk tubuhnya yang proporsional. Gadis itu berjalan menuju meja Raegan, senyum manis dan gerakan yang anggun ia mengisi gelas Julian. Sesekali mengalihkan pria itu dari pembicaraan mereka yang serius dengan mengelus wajah dan tubuh Julian.

Perlahan tangan gadis itu semakin masuk kedalam jas Julian, Anna melirik kearah Raegan, seolah menanyakan langkah selanjutnya.

Raegan menangkap pandangan itu, ia lantas mengangguk kecil.

Tangan kecil Anna berhasil mengambil sesuatu pada saku dalam jas Julian, ketika ia hendak menjauhkan diri, tubuh Anna ditarik kuat oleh pria itu. Raut wajah gadis itu kentara panik tapi, ia mencoba bersikap tenang.

"Tuan Dewata, negosiasi kita sudah selesai bukan? Izinkan aku bersenang-senang dengan gadis cantik ini." Wajah Anna ditarik mendekat, gadis itu paham apa yang akan terjadi, pria besar itu akan menciumnya.

Raegan tak merespon, ia hanya menatap datar pemandangan itu. Sebelum ciuman itu terjadi, terdengar suara dobrakan pintu diikuti suara tembakan pertama.

Sontak mereka menoleh pada sumber suara.

'Dor!'

Lagi, tembakan itu mengundang jerit manusia-manusia di tempat itu. Tiga orang bersenjata masuk, dengan wajah yang tertutup masker hitam.

Raegan berdiri, wajahnya memerah marah. "Apa-apaan ini! Kau menjebak ku Julian?"

"Tidak mungkin, aku bahkan tidak tahu mereka akan datang." Setelah mengatakan itu Julian menunduk berjalan mencoba melarikan diri.

Tembakan itu semakin menjadi-jadi, botol botol mahal itu pecah dan meja-meja disana terbalik akibat dorongan orang-orang yang berlari mencari perlindungan.

Raegan menarik Anna mendekat padanya.

"Menunduk!" ucapnya tajam, mendorong Anna untuk berjongkok pada sisi meja itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi?!" Anna berbisik panik, ia mencengkram lengan Raegan.

"Mereka menjebakku," jawab Raegan singkat sambil menoleh, matanya memindai ruangan. Pria itu merogoh saku jasnya mengeluarkan pistol kecil yang selalu ia bawa.

Peluru berikutnya menghancurkan kaca besar didekat mereka, pecahan kaca itu meluncur ke segala arah. Raegan menundukkan tubuh Anna, melindunginya dari pecahan kaca. "Sebaiknya kau diam saja, jangan banyak tanya. Ayo cepat!"

Raegan mengintip kembali, mencari celah untuk bergerak, ia memberi isyarat agar Anna pergi lebih dulu kearah pintu belakang klub tersebut.

Namun, saat mereka baru saja bergerak, sebuah peluru dengan cepat melesat.

Raegan terhenyak, ia berhenti sejenak. Matanya melebar merasakan panas menusuk pada sisi tubuhnya. Refleks tangannya menyentuh pinggang, saat ia menarik kembali, darah segar menodai jemarinya.

"Kau tertembak!" Teriak Anna tertahan, wajahnya pucat melihat darah yang mulai mengalir membasahi jas Raegan.

"Aku tidak apa-apa," gumam Raegan, meskipun wajahnya mulai memucat

Anna terdiam, memandang wajah pria itu yang tengah menahan sakit.

"Ayo cepat! Sebelum kita tertangkap."

Anna membantu Raegan berjalan meski pria itu sedikit terhuyung.

Terdengar kembali tembakan dilepaskan, Raegan mendorong gadis itu untuk berlindung dibalik tubuhnya berusaha melindungi gadis itu dari hujaman peluru. Dengan sisa kekuatannya, ia mengangkat pistol itu dan menembak berkali-kali hingga mengenai dua dari tiga orang bersenjata itu.

"Ayo," ucap pria itu, menarik Anna bergegas pergi.

Mereka memasuki mobil yang sudah menunggu lama diluar. Setelah masuk kedalam, terdengar deru napas Raegan memberat. Pria itu memejam menahan rasa sakit dari tembakan yang mengenainya tadi.

"Langsung ke rumah sakit saja."

"Tidak perlu, kita ke mansion saja."

Anna memandang pria itu tak percaya. Ia memegang sisi tubuh yang tertembak, mencoba untuk menghambat darah yang keluar.

"Lihat, kau bahkan sudah kesakitan seperti ini. Bagaimana kau mengobatinya nanti?"

Raegan menoleh menatap gadis itu.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan ku."

Anna memutar bola mata jengah menghadapi sikap Raegan. Ia hendak menceramahi pria itu namun, sedetik kemudian diurungkannya melihat kondisi pria itu yang sudah tak sadarkan diri. Digoyangkannya wajah pria itu.

"Jangan mati disini, Raegan. Kau dengar aku?! Jangan mati disini!"

TBC

Don't forget to vote and comment guys... See u in the next chap by sann 🩷

OVER THE LOVE : The Tension || JAEROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang